Bu Amara tersenyum lembut, bangga dengan pemikiran putranya. "Ide yang bagus, Nak. Ibu yakin rumah kita akan terlihat sangat indah."
Anindya Kirana, dengan sifatnya yang lembut dan cerdas, membantu ibunya menjual kerajinan anyaman bambu di pasar. Ia juga sering mengunjungi balai desa untuk memberikan les membaca kepada anak-anak kecil. "Jika aku bisa membantu orang lain, mungkin Tuhan akan mempermudah jalan kita," katanya pada Bu Amara.
Dan si bungsu, Tasya Aluna, yang selalu membawa keceriaan, ikut berkontribusi dengan caranya sendiri. "Aku mau menanam bunga matahari di halaman, biar rumah kita selalu ceria!" katanya sambil membawa sekantong benih bunga yang dibelikan Kak Arka.
Tantangan yang Mempererat
Namun, perjalanan mereka tidak selalu mulus. Suatu hari, hujan deras mengguyur desa selama berhari-hari, menyebabkan beberapa sawah terendam banjir. Beberapa warga desa kehilangan panen mereka.
Pak Rendra langsung mengajak anak-anaknya untuk membantu. "Kita harus saling membantu. Ini saatnya menunjukkan bahwa cinta sejati tidak hanya untuk keluarga, tapi juga untuk sesama."
Arka dan Raditya membantu membersihkan puing-puing di sawah, sementara Kiran dan Anindya menggalang bantuan bersama warga desa. Bu Amara memasak makanan untuk dibagikan kepada tetangga yang terkena dampak banjir.
"Kita memang belum punya rumah impian itu," kata Pak Rendra sambil menatap keluarganya yang sibuk membantu, "tapi kita sudah punya cinta yang tulus di rumah ini."
Kebersamaan yang Berbuah Manis
Ketika banjir surut, warga desa bekerja sama untuk memperbaiki kerusakan. Keluarga Pak Rendra menjadi teladan karena peran aktif mereka. Banyak warga desa mulai terinspirasi untuk saling mendukung.
Beberapa bulan kemudian, dengan kerja keras dan kebersamaan, mereka berhasil menyisihkan cukup dana untuk mulai membangun rumah impian di tepi sawah. Prosesnya sederhana, tapi setiap langkahnya penuh kebahagiaan.