Mohon tunggu...
Mohamad ZanuarRafildy
Mohamad ZanuarRafildy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sulitnya Perempuan untuk Berpartisipasi di Dunia Politik

12 April 2022   01:53 Diperbarui: 12 April 2022   01:57 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat ini keterwakilan politik perempuan pada lembaga legislatif, seperti yang diketahui bahwa di Indonesia sendiri, sejak 1950 sampai ke 1997 angka keterwakilan politik perempuan di dalam parlemen tidak pernah lebih dari 11,5%. Setelah reformasi sendiri angka keterwakilan politik perempuan di parlemen sempat turun, barulah pada 2009 partisipasi politik perempuan meningkat drastis sampai kepada 18%, namun kembali terjadi penurunan pada pemilu 2014 sebesar 17,86%. Hal yang cukup miris untuk diperhatikan adalah selama 13 periode parlemen di Indonesia, rata-rata partisipasi perempuan kurang dari 10%, akan tetapi pada pemilu 2019 angka keterwakilan perempuan pada Lembaga legislatif sudah menyentuh angka 20,8 persen, namun tetap saja angka tersebut tidak sampai pada regulasi minimal 30% keterwakilan perempuan dalam Lembaga legislatif yang ditetapkan dalam undang-undang.


Sulitnya partisipasi dan representasi perempuan dalam politik terjadi karena ada 3 hambatan Farida Nurland. Pertama, Indonesia yang masih tinggi budaya patriarkinya, sejak zaman dahulu perempuan sudah ditempatkan hanya untuk mengurus segala aktivitas yang ada di dalam rumah tangga saja. Bayak pula orang tua yang masih berpikir untuk tidak menyekolahkan anak perempuannya, karena nantinya mereka akan menjadi istri dan mengurusi urusan yang ada di dalam rumah saja. Hal tersebut membuat tertanam di pikiran masyarakat bahwa perempuan memiliki derajat yang lebih rendah dibanding laki-laki. Yang kedua, adanya pemikiran konservatif terhadap anjuran-anjuran yang ada dalam agama, di mana masih banyak masyarakat salah mengerti tentang anjuran agama tersebut sehingga melihat bahwa laki-laki lebih tinggi derajatnya dibanding perempuan. Dan yang ketiga, masih banyak undang-undang yang menempatkan perempuan dalam posisi yang tidak menguntungkan salah satunya undang-undang pornografi.


Dari hambatan-hambatan tersebut akan menciptakan kaum perempuan menjadi tidak percaya diri untuk tampil dalam panggung politik. Para kaum perempuan ini akan berpikir jika mereka ikut serta dalam sebuah pemilu mereka hanya sebagai pihak yang meramaikan pemilu saja tanpa memiliki pengaruh yang besar khususnya di dalam parlemen. Regulasi mengenai minimal 30% keterwakilan perempuan dalam Lembaga legislatif yang ditetapkan dalam undang-undang akan tidak berpengaruh jika mana dari kaum perempuannya percaya diri untuk masuk ke dalam perpolitikan, dan dari masyarakatnya juga harus lebih percaya bahwa perempuan mampu untuk mengemban posisi yang cukup penting di publik.


Dari hal di atas akan timbul pertanyaan, Bagaimana cara agar perempuan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sehingga dapat memenuhi minimal 30% keterwakilan perempuan dalam Lembaga legislatif?. Karena kepercayaan kepada perempuan untuk menempati jabatan publik sangatlah penting, bukan hanya untuk memenuhi regulasi minimal 30% keterwakilan perempuan dalam Lembaga legislatif tapi juga untuk memberikan pandangan yang lain dalam sebuah kebijakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun