Ujian Nasional (UN) sebagai alat evaluasi akhir di tingkat SD/MI membawa perubahan besar dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pergeseran ini memberikan ruang untuk menciptakan sistem penilaian yang lebih menyeluruh, berfokus pada perkembangan siswa secara holistik. Tanpa UN, sistem evaluasi beralih ke metode yang lebih menitikberatkan pada proses belajar siswa sehari-hari, keterampilan, dan nilai-nilai karakter.
PenghapusanDalam merancang program pembelajaran dengan evaluasi non-UN, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan agar kualitas pendidikan tetap terjaga atau bahkan meningkat. Berikut adalah rancangan yang lebih terperinci untuk pembelajaran dan evaluasi berbasis proses:
1. Penentuan Tujuan Pembelajaran yang Holistik
Salah satu perbedaan mendasar dalam pembelajaran tanpa UN adalah perluasan tujuan pembelajaran. Jika sebelumnya tujuan lebih terfokus pada capaian akademik yang terukur melalui ujian tertulis, kini tujuan tersebut harus meliputi tiga domain utama:
- Kognitif: Pemahaman materi akademik (ilmu pengetahuan, matematika, bahasa, dll.) tetap menjadi bagian penting, namun pendekatannya lebih pada pemahaman mendalam dan kemampuan berpikir kritis.
Â
- Afektif: Sikap, nilai, dan karakter siswa menjadi fokus penting. Pendidikan karakter seperti disiplin, tanggung jawab, kerjasama, dan empati harus dikembangkan melalui interaksi sehari-hari di kelas.
Â
- Psikomotorik: Keterampilan praktis yang mendukung pembelajaran, seperti kemampuan menulis, berbicara, menggunakan alat atau teknologi, serta keterampilan fisik lainnya.
Pendekatan holistik ini mempersiapkan siswa tidak hanya untuk mencapai nilai akademik yang baik tetapi juga menjadi individu yang siap menghadapi tantangan dunia nyata.
2. Desain Kurikulum yang Berbasis Kompetensi
Kurikulum harus didesain agar siswa tidak hanya belajar untuk menghafal atau menyelesaikan soal ujian, melainkan juga untuk mengembangkan kompetensi yang relevan. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sangat cocok diterapkan dalam evaluasi non-UN, karena berfokus pada apa yang siswa dapat lakukan dengan pengetahuan mereka, bukan sekadar seberapa banyak mereka tahu.
Setiap materi pelajaran harus mengandung tujuan kompetensi yang jelas, misalnya:
- Bahasa Indonesia: Mampu menulis karangan naratif dengan struktur yang benar.
- Matematika: Memahami konsep dasar pecahan dan mampu menerapkannya dalam konteks sehari-hari.
- Ilmu Pengetahuan Alam (IPA): Mengidentifikasi siklus air dalam lingkungan sekitar dan membuat laporan observasi.
- Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS): Menganalisis peran individu dalam kehidupan sosial menggunakan data yang ditemukan sendiri.
3. Metode Pembelajaran Aktif dan Kontekstual