Mohon tunggu...
Mohamad Gozali
Mohamad Gozali Mohon Tunggu... Guru - Pendidik di Madrasah Ibtidaiyah

Di dalam sejuta wajah, terpikat keunikan luar biasa. https://bangsaremukan.blogspot.com https://antiquecarcorner.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggores Kebaikan dari Kegagalan

20 Agustus 2023   22:30 Diperbarui: 21 Agustus 2023   02:55 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat malam, teman-teman. Hari ini, saya ingin berbicara tentang sebuah aspek penting dalam perjalanan hidup kita, terutama dalam dunia kompetisi yang kadang penuh tekanan---yakni tentang menerima kekalahan dengan jiwa yang lapang. Mari kita bincangkan sebuah kisah yang memberikan pandangan dalam momen ini, seperti yang telah saya alami bersama seorang anak tingkat dasar.

Dalam arena persaingan, takdir mengukir dua sisi mata uang yang selalu berputar: kemenangan dan kekalahan. Kita sering mendapati momen-momen di mana kekalahan seakan membawa beban lebih berat dari biasanya. Terkadang, kita melihat anak-anak tingkat dasar yang mengalami kekalahan dalam sebuah lomba, mereka pulang tanpa membawa pulang piala yang diidam-idamkan.

Mengamati momen seperti ini, hati kita seakan terluka. Kita berharap tak ada seorang pun yang harus menyaksikan seorang anak kecil dengan mata berlinang karena kegagalan, terutama ketika mereka sedang merasakan pengalaman hidup pertama mereka yang rapuh.

Saya juga pernah berada dalam situasi ini bersama anak saya, seorang bocah yang masih mengenyam pendidikan di tingkat dasar. Dia telah mengikuti beberapa perlombaan mewarnai dan menyentuh berbagai hal. Di dunia perlombaan, kemenangan dan kekalahan adalah sesuatu yang lumrah, dan kami berusaha untuk mengajarkan padanya tentang pentingnya berpartisipasi, berusaha, serta menikmati setiap langkah dalam perjalanan itu.

Namun, ada satu perlombaan yang menggugah perasaannya lebih dalam. Kali ini, tak ada piala juara gemilang yang dia usung pulang, hanya sertifikat tanda keikutsertaan. Meski sejatinya lambang penghargaan atas usahanya, namun bagi bocah kecil ini, kegagalan terasa seperti gempuran hebat yang menyakitkan.

Bayangan air mata berlinang dan suara tangisan yang tulus masih jelas terpatri dalam ingatan saya. Inilah pengalaman yang mengajarkan bahwa menghadapi kekalahan tak pernah mudah, terutama di mata anak-anak yang masih dalam tahap memahami perasaan mereka. Namun, dari sini, perjalanan pertumbuhannya berubah arah, seperti halaman baru dalam buku perjalanan hidupnya.

Sejak itu, saya merasa berkewajiban membantu bocah saya melalui momen-momen kegagalan dengan bijak. Saya ingin dia mengerti bahwa kemenangan tak melulu segalanya, dan bahwa pelajaran terbaik sering kali muncul dari ketidakberhasilan. Saya terus mengingatkannya, menerima kekalahan dengan hati yang lapang adalah lebih berarti, dan lebih penting daripada sekadar hasil akhir.

Di tengah kompetisi dan tekanan untuk berada di puncak, mengajarkan anak-anak kita untuk menerima kekalahan adalah suatu keharusan. Pelajaran ini merupakan inti yang membentuk karakter mereka di masa depan. Saat mereka tumbuh menjadi sosok yang tangguh, mereka akan tahu bagaimana melangkah tanpa rasa takut akan kegagalan, dan bagaimana mengecap hikmah dari setiap pengalaman.

Di ujung cerita ini, kita diingatkan tentang satu hal penting: kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Begitu juga dengan bocah-bocah yang merasakannya, kekalahan adalah tiket menuju sukses, suatu loncatan menuju puncak prestasi. Bila kita berhasil mengajar mereka arti sebenarnya dari usaha, tekad, dan belajar dari kegagalan, maka kita telah memberi bekal berharga yang akan membimbing mereka melalui perjalanan panjang ini. Jadi, mari kita saling menginspirasi, dan bersama-sama tumbuh melalui kisah-kisah yang mengajarkan kebijaksanaan dalam menerima kekalahan dengan jiwa yang lapang. Terima kasih, dan sampai jumpa dalam episode berikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun