Penyalahgunaan kekuasaan dalam kampanye politik memiliki implikasi yang buruk sekaligus merugikan baik bagi proses demokrasi maupun bagi masyarakat secara umum.Â
Penyalahgunaan kekuasaan dalam kampanye politik seringkali melibatkan manipulasi opini publik. Politisi yang memanfaatkan sumber daya dan kekuasaan mereka dapat mengendalikan media massa seperti buzzer, menyebarkan informasi palsu, atau menggunakan propaganda untuk mempengaruhi pandangan masyarakat. Hal ini mengurangi kualitas debat publik yang sehat dan mencegah masyarakat dari mendapatkan informasi yang objektif.
Seperti yang kita tahu, dalam skala pesta demokrasi peran media massa juga berpengaruh secara signifikan dalam preferensi publik dalam menentukan keputusan. Hal itu sudah banyak dalam beberapa tahun terakhir ini. Bahkan dibeberapa kasus, buzzer di akomodir untuk membuat framing positif dan menggiring opini public untuk menerima sebuah keburukan dijadikan suatu yang baik.
Selain itu, penyalahgunaan kekuasaan dalam kampanye politik dapat menciptakan ketidakpercayaan terhadap institusi politik dan pemimpin. Ketika politisi tidak bertindak secara etis dan memanfaatkan posisi mereka untuk keuntungan pribadi, masyarakat cenderung kehilangan kepercayaan pada sistem politik secara keseluruhan utamanya terhadap penyelenggara pemilu (KPU). Ini dapat menghambat partisipasi politik dan mengurangi rasa tanggung jawab politisi terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Polemik netralitas dalam penyelenggaraan pemilu merupakan pengalaman penting dalam menjaga kemandirian dan profesionalitas dalam pelaksanaan tahapan Pemilu kedepan. Oleh karena itu, sudah seharusnya para pejabat publik saat ini sadar diri dan lebih melek soal etika dan batasan dalam proses kampanye yang memang belum waktunya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H