Preman Belajar Hidup dari orang mati
Oleh: Moh Afif Sholeh
Menjelang bulan Ramadhan di kabupaten Kudus ada tradisi unik, yaitu dandangan. Istilah ini berawal dari sosok Kharismatik di daerah itu, yaitu Sayyid Ja’far Shodik memberi tahu masyarakat sekitar sebagai tentang awal puasa, dengan menabuh beduk. Antusias masyarakat waktu itu sangat tinggi, sehingga para pedadang mainan, makanan, pakaian berkumpul untuk menjajakan dagangannya sampai menjelang dimulainya puasa. Ada seorang pedagang mainan dari semarang yang ikut berjualan disana ditanya oleh seorang Preman dari Jakarta.
Preman:” pak maaf, di derah kudus kok rame banget, emangnya ada acara apa?” Tanyanya dengan nada halus.
Pedagang:” oh… ini Dandangan namanya pak, emang aslinya dari mana pak?” Tanya pedagang.
Preman:” Saya dari Jakarta, ingin tahu tentang menara kudus, katanya Cuma tumpukan bata saja, apa betul?” ia bertanya dengan polos.
Pedagang:” walah, gak tahu pak kalau soal itu, saya tahunya Cuma di foto saja, toh saya baru sampai tadi pagi, itu pun belum kemana mana, yang tahu istri saya soal itu.” Tutur pedagang.
Preman:” terima kasih atas infonya pak, ia berbicara sendiri dalam hati, “ walah saya kira orang sini, ternyata sama dari luar kota juga.” Bisik dalam hati.
Kemudian Preman itu menuju ke Menara Kudus, setelah bertanya orang yang lewat berpapasan dengannya. Sesampainya disana ia bertanya ke pengurus Masjid tentang menara yang bercorak arsitektur hindu ini.
Preman: pak saya mau Tanya tentang apa makna menara ini, kok mengikuti arsitektur hindu.” Tanya Preman
Pengurus:” menara ini berarsitektur hindu emang betul, ini berarti Sunan kudus sangat toleran terhadap perbedaan keyakinan, serta mengajarkan kearifan untuk menghargai orang lain.” Tutur pengurus.
Preman:” berarti sang Sunan orangnya sangat menghargai perbedaan ya.” Tanya dengan lembut.
Pengurus:” iya, malah beliau melarang keturunannya menyembelih sapi sebagai hewan qurban, alasanya beliau tidak mau menyakiti orang hindu yang menyakini sapi sebagai hewan suci, luar biasa kan?” tutur sang pengurus.
Preman:” jadi kalau kita fikir, seolah olah sunan kudus masih hidup sampai sekarang, terutama pemikiran beliau mengajarkan orang yang masih hidup untuk menghargai perbedaan keyakinan atau pendapat” sahut sang Preman.
Setelah mendengar penuturan pengurus, sang preman mulai berfikir untuk merubah kelakuannya yang suka bikin onar dan menyusahkan orang lain. Ia merasa malu bahwa dirinya dikalahkan orang mati walaupun preman itu masih hidup. Pelajaran yang sangat berharga buat dirinya dan orang lain.
(Lorong Senyap, 15 Mei 2017, 13.27 Wib)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H