Mohon tunggu...
Mohamad Aby Gael
Mohamad Aby Gael Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Antropologi, Universitas Airlangga

Menulis untuk meredam kegelisahan yang sering datang tanpa diundang.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tangis Si Anak di Pekarangan Rumah

28 Desember 2020   03:15 Diperbarui: 28 Desember 2020   03:21 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kala fajar menyingsing,
seorang anak dengan mimpi
superheronya, diusik bisikan
lembut ibu, memintanya bangun.
Dimandikan di bawah dinginnya air embun
dengan bujuk rayu anakku yang pintar.

Sedang bapaknya baru pulang
lembur, mata kantuk, bicara ngelantur
membawakan oleh-oleh
adalah selembar kertas biru,
lalu pergi tidur.

Si anak menghabiskan paginya
dengan lomba lari bersama
ayam pejantan. Ditangkapnya
si bapak ayam, dan anak ayam
menangisi potret itu.

"Petok, petok, petok!" Suara bapak ayam
menenangkan anak ayam,
seakan berkata "aku akan menjagamu
anakku, jangan kau risau."

Bapak ayam mematok si anak manusia,
pagi hari jadi bencana. Di kebun
ibu mencabut bawang
untuk penyedap rasa hidangan. Dan di kamar
ayah mulai mengetuk pintu mimpi
tentang biduan dambatan.

Air mata si anak berjatuhan ke tanah
menumbukan benih rumput liar yang tertanam.
Cukup pekarangan rumah
yang meredam deras air matanya.

Tetapi tangis si anak
kian menjadi-jadi, dan pepohonan
memekarkan bunga.
Mencoba menghibur
mengharap si anak melirik.

Mata si anak terlanjur basah
terkaburkan pandangannya.
Disusul angin menyapanya
walau berujung sia-sia.

"Sedih bisa datang kapan saja, nak"
Batin bapak ayam yang sempat ditangkapnya
menengok ke arah si anak. Yang perlahan pergi
berbaris dengan keluarganya.

Anak manusia itu kelak akan tumbuh perkasa
walau tak didapatinya cinta.
Tak sama dengan cinta yang ditanamkan
bapak ayam kepada anak ayam,
di sepenggal waktu lalu, menghiasi pagi si anak manusia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun