Mohon tunggu...
Moh Badar Risqullah
Moh Badar Risqullah Mohon Tunggu... Jurnalis - Pencari Fakta Dunia. Wkwkwk

Tak punya jam tetap. #You'llNeverWalkAlone

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumo Gambar, Pensiunan TNI yang Masih Aktif Melukis

14 Maret 2019   17:05 Diperbarui: 14 Maret 2019   17:24 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karya Semakin Bagus meski Rabun, Lukisannya Pernah Dibeli Presiden

Sumo Gambar setidaknya mempunyai dua kekurangan: Matanya yang rabun dan usianya yang kian renta. Tapi, kekurangan tersebut tak lantas membuatnya patah arang. Dia masih produktif berkarya di usianya yang sudah 73 tahun. Seperti apa?

Berbagai lukisan bergaya surealis terpajang di ruang studio Art Center Dewan Kesenian Malang (DKM). Di ruangan berukuran 4x4 meter tersebut, terlihat sosok laki-laki yang mayoritas rambutnya sudah beruban.

Wajah dan kulitnya sudah mengeriput. Tapi, hanya untuk memegang kuas, dia begitu kuat. Apalagi, darah seni melukis mengalir di hidup pria bernama Sumo Gambar itu. "Saya lebih suka melukis genre surealis dan yang berbau kritik-kritik sosial," ucapnya kemarin (19/12) sambil melukis. Memang, dari 12 lukisannya yang dipamerkan, rata-rata bertemakan kritik sosial. Entah itu kritik kepada pemerintahan maupun kehidupan sehari-hari.
Sumo menyampaikan, sebenarnya dia menciptakan 21 lukisan selama berada di gedung yang beralamat di Jalan Majapahit No 3, Kauman, Klojen, itu. Tapi, 9 lukisan diletakkan di rumahnya dan sisanya dia pajang di ruangan studio tersebut.  

Di balik 21 karya lukisan yang dibuat, pria yang kini berumur 73 tahun itu membuatnya dalam keadaan memiliki kekurangan pada penglihatannya. Ya, mata sebelah kanannya sudah tidak berfungsi lagi dan sebelah kirinya sudah mulai rabun sejak dua tahun lalu. Semua itu akibat penyakit katarak yang dia derita dalam beberapa tahun belakangan. "Sudah lama sih sebenarnya, tepatnya saya lupa kapan. Jadi, kalau mau tahu dengan jelas harus melihat dalam jarak 15 sentimeter, baru bisa," imbuh ayah empat anak dan sembilan cucu ini.

Meski hanya dengan mengandalkan penglihatannya yang tak normal itu, dia merasa tidak pernah kesulitan ketika menggambar. Lantaran, dia percaya semangat ketika melukislah yang menuntunnya untuk berkarya. "Kalau sulitnya ketika milih cat warna. Makanya, ketika mau ngelukis, saya ambil cat warna yang dibutuhkan. Selebihnya, saya letakkan di tempat lain agar tidak tercampur," ucapnya.

Meski memiliki kekurangan, dia sendiri tetap merasa bersyukur. Dengan begitu, dia mengaku tidak bisa melakukan maksiat mata lagi. Selain itu, dia mengaku jika sering disebut teman-temannya kalau lukisannya bertambah bagus. Berbeda saat masih penglihatannya normal. "Kata teman-teman sih begitu. Katanya lebih bagus," celetuknya.

Setelah menjelaskan di balik lukisannya, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Zainuddin dan Sini itu menjelaskan, awal mula dia memilih berkecimpung di dunia melukis. Meski sejak dari kecil, jiwa seninya sudah muncul dengan memiliki hobi menggambar. "Kalau kecil dulu, di mana pun dan kapan pun saya menggambar," ucap bapak kelahiran 1945 itu.

Setelah menyelesaikan semua pendidikannya, dia melanjutkan untuk mengabdi pada negara dengan menjadi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL). Selama 25 tahun atau pada 1974, dia kemudian memutuskan untuk pensiun dan mulai menggeluti pekerjaan lain. "Saat jadi TNI pun saya masih menggambar dan selalu bawa kertas saat bertugas," ujarnya.

Setelah pensiun, berbagai pekerjaan dia geluti. Baru kemudian pada 1985, salah satu temannya yang bernama Muhammad Amin Iskandar menemuinya. Teman sekaligus tetangganya itu merupakan kepala sekolah di sekolah dasar dan piawai menulis serta menggambar kaligrafi. "Dari pertemuan itulah, dia mengajak saya untuk menggambar hasil tulisannya itu. Dia yang menulis dan saya yang menggambar," jelasnya.

Sejak saat itu, temannya itu ternyata suka dengan hasil gambarnya. Lambat laun, dia juga mulai suka dengan dunia lukisan. Tapi, dia tidak mengikuti jejak temannya itu dalam dunia kaligrafi. "Kalau saya lebih kepada alam dan lain-lainnya. Intinya, bukan kaligrafi. Soalnya saya buta aksara Arab," ungkapnya.

Waktu demi waktu terus berjalan. Tanpa hadirnya seorang guru, dia terus mengasah kemampuannya dalam melukis. Entah itu melihat karya orang lain maupun mencoba-coba dalam melukis. Meski berbagai kesalahan selalu dia alami. "Saya otodidak. Caranya sih melihat karya orang lain, kemudian ditiru," ucapnya.

Setelah melalui proses yang panjang, berbagai karya lukisan sudah dia hasilkan. Bahkan, dua lukisannya pernah dibeli Presiden B.J. Habibie seharga Rp 3 juta. Saat itu, dia diundang untuk pameran di Jakarta. "Kalau ndak salah tahun 1999. Saya lupa lukisannya itu seperti apa, sudah lama," ungkapnya sambil menunjukkan foto dirinya dengan Habibie saat itu.

Meski mendapatkan perhatian itu, tak lantas membuat dia berbesar hati. Dia tetap belajar dan terus belajar tentang semua lukisan. Kemudian, suatu ketika dia memilih genre surealis. "Ternyata, dalam genre ini saya menemukan semua apa yang dialami dan dirasakan bisa saya ungkapkan dalam lukisan," tuturnya.

Tak hanya dirinya, bakat seninya itu ternyata juga menurun kepada keempat anaknya. Yakni, ketiga anaknya bisa melukis dan satu anaknya merupakan penulis. Meski saat ini semua anaknya masih mempunyai profesi lain di luar dua bidang itu. "Ada yang ikut suaminya. Ada yang kerja di hotel dan pabrik kue," ungkapnya. Dari keempat anaknya pun, darah seninya itu ternyata juga mengalir kepada cucu-cucunya.

Di balik semua itu, dia juga tidak memaksakan kepada anak-anaknya untuk mengikuti jejaknya. Dia hanya berpesan kepada anak-anaknya untuk menjadi muslim dan muslimah yang baik. "Ndak saya wajibkan mengikuti jejak saya ini. Biarkan mereka memilih sendiri keputusannya," jelasnya.
Di masa tuanya saat ini, dia lebih mengabdikan hidupnya kepada dunia kesenian di Kota Malang. Salah satunya dengan terus merawat tempat kesenian yang selama ini dia tempati. "Biasanya saya nyapu atau bersih-bersih di sini. Ya, sebagai bentuk pengabdian saya pada tempat yang telah merawat saya," imbuhnya.

Jadi, dalam kesehariannya, dia hanya disibukkan dengan melukis dan membersihkan DKM. Jadi, dalam hal kebutuhan sehari-hari dia memperoleh keuntungan dari lukisan yang dibeli orang. Tapi, tak sepenuhnya dia bergantung pada hasil lukisannya. "Kan tidak selalu ada yang beli. Kalau ada, ya bersyukur. Tapi, hasilnya saya berikan kepada keluarga dan sisanya buat beli peralatan melukis seperti cat serta kuas," tuturnya.
Meski bergantung pada lukisan yang lakunya tak menentu, dia merasa tidak pernah mengalami kekurangan dalam hal rezeki. Meski tidak setiap hari, dia hanya yakin jika rezeki itu sudah ada yang mengaturnya. Jadi, tidak perlu repot dan bingung dengan rezeki. "Ada saja jalannya. Tapi tetap, semua itu wajib disyukuri," ucapnya.

Tak hanya itu, salah satu prinsip hidup yang selalu dia pegang adalah dengan tidak pernah lupa mengerjakan salat lima waktu. Setiap salat, dia selalu menyempatkan untuk salat sunah. Memupuk rasa sabar, jujur, dan ikhlas dalam menjalani kehidupan juga menjadi salah satu prinsipnya. "Intinya itu, ketika kita dekat dengan Allah. Maka Allah akan dekat dengan kita. Kalau kita jauh, maka Allah akan jauh dengan kita," pungkasnya.

MOH. BADAR RISQULLAH

Source: radarmalang.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun