Mohon tunggu...
Moh Wildan
Moh Wildan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sales Produk Kuliner

Penulis sekaligus pemasar produk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lebih Baik Sedikit Daripada Tidak

30 November 2018   07:38 Diperbarui: 30 November 2018   08:23 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

..Setiap kali turun hujan, aku selalu teringat peristiwa sebelas tahun yang lalu , yang tidak pernah pupus dari ingatan..

MALAM (23/1) ini  baru pulang kerja.  Di tengah hujan yang turun dengan derasnya, aku dengan susah payah berusaha naik ke kopaja. Agak sulit menaikinya, karena air hujan yang turun membasahi tangganya. Aku duduk di bangku kayu paling belakang. 

Didalam suasananya agak lembab dan dingin, mungkin berasal dari lantai dan beberapa bangkunya yang agak basah. Mungkin atapnya bocor.

Tidak berapa lama, naik seorang anak kecil, mungkin sekitar umur 5-6 tahun. Mulailah ia mengedarkan amplop kecil untuk tempat amplop para penyumbang. Terus terang aku agak sinis terhadap para pengamen kecil. 

Aku  anggap mereka hanya sekedar membuat suasana jadi bising, dengan cara nyanyi dan suaranya yang cempreng dan asal-asalan. Dan, jika kita memberikan uang, maka semakin banyaklah jumlah mereka. Jika itu terjadi berarti semakin semrawutlah suasana di angkutan umum, tentu bisa anda bayangkan.

Tapi ternyata Allah mungkin ingin menegur paradigma berfikirku.Tidak berapa lama ia menaruh amplop di bahu kananku. Mulailah ia menyanyi. Suaranya yang kecil sama sekali tidak terdengar oleh para penumpang yang sebagian besar kelihatan baru pulang kerja. 

Di tengah para penumpang yang kelihatan sedikit tertekan oleh situasi hujan yang semakin deras, ia terus bernyanyi, tanpa memperdulikan suaranya yang tidak terdengar.

Tidak beberapa lama waktu telah berlalu. Tiba-tiba saja ia mengumpulkan amplop yang tadi disebarnya. Tanpa sadar aku memperhatikan dirinya. Rasa haru mulai merayapi hatiku ketika melihat kakinya yang tidak beralas.

Aku mulai ingat anakku yang masih berusia 4,5 tahun di rumah. Mungkin usianya tidak terpaut jauh. Tapi dari segi tempaan hidup, anakku bukan apa-apanya. Dengan kulitnya yang sedikit hitam, tubuhnya yang gempal, anak perempuan mungil tersebut, sambil sedikit menundukkan kepala mulai mengumpulkan amplop demi amplop. 

Kelihatannya hanya sedikit sekali dari amplop itu yang terisi. Di tengah suasana hujan deras serta ditingkahi suara gaduh para penumpang, pengamen kecil seperti itu langkahnya bak tiada berbayang, seperti tiada punya arti.

Astaghfirullah, Ampunilah kami ya Allah, di mana hati kami ya Allah. Inikah dunia yang kami ciptakan ya Allah? Berbanyak keturunan, Rasul kami anjurkan, tapi akan banggakah beliau di hari akhir nanti, jika umat saat ini cenderung tidak memikirkan kualitas ?Yang penting banyak suara maka menanglah kita, itu kata para politisi. Demokrasi seringkali mementingkan jumlah kepala tanpa isinya, itu kata filsuf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun