Mohon tunggu...
Mohammad Siddiq
Mohammad Siddiq Mohon Tunggu... profesional -

Ayah dari 4 orang anak, dan suami dari 1 orang isteri. :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kisah tentang Kejujuran yang Tak Bisa Dibeli

11 November 2012   01:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:39 2454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Peperangan antara yang haq dan bathil pasti akan kita temui dalam hidup ini. Seperti yin dan yang. Air dan minyak. Gelap dan terang. Siang dan malam. Baik dan jahat. marah dan sabar. Pelit dan dermawan. Sebutkan saja, kesemuanya merupakan entitas yang saling bergulat demi eksistensinya masing-masing. Di kantor, rumah, sekolah, kampus, pasar, dan sebagainya.

Saat ini, itulah yang sebenarnya sedang kita alami. Berada ditengah-tengah hiruk pikuk manusia yang saling berkepentingan. Ternyata, setiap orang memiliki agendanya masing-masing. Layaknya adagium politik yang mengatakan bahwa tak ada lawan atau kawan yang abadi, yang abadi hanyalah kepentingan. Celakanya ada sebagian orang yang rela menggadaikan kepentingan yang lebih besar dan lebih bermanfaat hanya demi kepentingan dirinya sendiri. itupun berdasarkan takaran uang. Artinya orang itu dapat dibeli !.

Padahal, bila kita sama-sama sadari, benda yang tak ternilai harganya saja adalah benda yang tak bisa diukur dengan takaran nilai uang. Misalnya saja, jas mantel milik Jendral Sudirman yang dipampang di museum Satria Mandala. Meski sesungguhnya mantel tersebut bila dibeli di pasar tergolong murah, tetapi karena nilai intrinsiknya, pernah dipakai oleh Jendral Sudirman ketika gerilya melawan penjajah dalam memperjuangkan kemerdekaan, yang notabenenya saat ini dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia, maka jas mantel tersebut menjadi tak ternilai harganya. Tak ternilai bukan karena tidak memiliki nilai, akan tetapi, memiliki nilai yang sangat tinggi sehingga mantel itu melebihi harga aslinya, sehingga menjadi tidak bisa diukur berdasarkan uang semata. Begitupun manusia. Manusia dapat menjadi tak ternilai harganya ketika eksistensinya tak bisa lagi diukur dengan takaran materi.

Masih ingatkah tentang cerita khalifah umar yang hendak membeli seekor anak kambing dari seorang anak pengembala? Abdullah bin Dinar meriwayatkan bahwa suatu hari dia berjalan bersama Amirul Mukminin Umar bin Khattab dari Madinah menuju Makkah. Di tengah perjalanan beliau bertemu dengan anak gembala. Lalu timbul dalam hati Khalifah Umar untuk menguji sejauh mana kejujuran dan keamanahan si anak gembala itu. ”Wahai anak gembala, juallah kepadaku seekor anak kambing dari ternakmu itu!” ujar Amirul Mukminin. ”Aku hanya seorang budak,” jawab si gembala. Umar bin Khattab berkata lagi, ”Katakan saja nanti pada tuanmu, anak kambing itu dimakan serigala.”

Anak gembala tersebut diam sejenak, ditatapnya wajah Amirul Mukminin, lalu keluar dari bibirnya perkataan yang menggetarkan hati Khalifah Umar, ”Fa ainallah? Jika Tuan menyuruh saya berbohong, lalu di mana Allah? Bukankah Allah Maha Melihat? Apakah Tuan tidak yakin bahwa siksa Allah itu pasti bagi para pendusta?”

Lalu dibawanya anak gembala yang berstatus budak itu kepada tuannya, kemudian ditebusnya, dan beliau berkata, ”Dengan kalimat tersebut (Fa ainallah?) telah kumerdekakan kamu dari perbudakan itu dan dengan kalimat itu pula insya Allah kamu akan merdeka di akhirat kelak.”

Dari cerita itu, kita dapat memetik hikmah, bahwa anak gembala tadi tidak mau menjual kejujurannya dengan harga seekor anak kambing. Ia lebih takut pada Allah. karena ia sadar bahwa ada Sang Maha Melihat yang sedang mengawasinya. hal itu yang kemudian menjadikan kejujurannya lebih mahal dari harga apapun. Ia lebih memilih harga kemuliaan dari Allah atas kejujurannya. dari kisah tersebut, kita dapat renungkan dalam hati, apakah diri kita ini berharga atau tidak, bernilai tinggi atau rendah, Itu adalah pilihan kita. Karena sesungguhnya kita merdeka untuk memilih nilai bagi diri kita sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun