Mohon tunggu...
Moh. Ilyas
Moh. Ilyas Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perubahan Tak Cukup Hanya dengan Niat Baik

24 Juli 2017   06:52 Diperbarui: 24 Juli 2017   08:00 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam eksistensi hidup, ada mereka-mereka yang mengejar kenyataan.

Ada mereka yang dikejar kenyataan.

Dan, ada pula mereka yang diam menikmati kenyataan.

(Moh. Ilyas)

TIGA bait ungkapan di atas adalah gambaran tentang realitas manusia dalam mengarungi bahtera kehidupan. Terkadang, ada benturan antara harapan dan kenyataan. Dalam kondisi itulah manusia dipertemukan dengan tiga pilihan: menerima kenyataan, mengejar kenyataan baru, atau dikejar oleh kenyataan yang buruk bagi kita.

Setidaknya inilah sebuah gambaran kecil dari realitas yang ku temukan di sebuah masjid di kampungku, Masjid Hamasatul Muttaqien, Kebun Anyar, Bungbaruh, Kadur, Pamekasan.

Untuk ukuran kampung, masjid ini tergolong megah berkat perjuangan selama kurang lebih 5 tahun. Dari luar, bangunannya cukup elok, good looking, alias enak dipandang mata. Hingga saat ini hanya tinggal beberapa hal kecil saja yang belum selesai dari masjid ini.

Tetapi ternyata, pembangunan masjid ini masih menyisakan banyak cerita dan dinamika yang cukup pelik. Bahkan cenderung mengarah pada saling iri, perang hati, hingga saling kurang percaya satu sama lain. Salah satu penyebabnya adalah pengabaian terhadap sistem yang ada dalam kepengurusan dan struktur pengelolaan dalam pembangunan masjid.

Imbas dari semua ini masjid seperti auto-pilot, di mana satu sama lain cenderung jalan masing-masing dan kemudian membuat kebijakan sendiri. Tetapi di sisi lain, kelompok yang sangat concern pada sistem hanya bisa menggerutu dalam hati, tak lebih. Mereka seperti sudah menyerah pada kenyataan dan tak mampu mereformasi dan bahkan merevolusi kondisi yang ada. Ini menjadi realitas yang terus terjadi hingga bertahun-tahun dan bahkan hingga saat ini.

Ketika saya coba mencari tahu, mereka yang anti-sistem dan mereka yang pro-sistem sama-sama memiliki argumentasi yang cukup kuat. Kedua kelompok ini pun sama-sama memiliki pendukung. Meskipun saya pribadi lebih cenderung pada mereka yang pro-sistem, karena sistem itu merupakan bangunan kepercayaan. Sistemlah sejatinya yang mengontrol rencana dari sebuah organisasi secara sehat. Ia bisa menciptakan irama yang sinergis antara planning, organizing, actuating, dan controlling. Sinergisitas ini akan menciptakan satu pola organisasi dalam pembangunan masjid menjadi lebih dinamis kemudian lebih accountable.

Tak Cukup Niat Baik

Tentu ada banyak kekecewaan yang menggelayut di hati para pengurusnya. Kendati begitu, kenyataan ini bukanlah sesuatu yang perlu dan harus ditakutkan, karena ia merupakan jalan sejarah.

Kita boleh saja menciptakan realitas by design. Itu sebagai bentuk intervensi kita dalam menyelesaikan persoalan. Maka,  ia akan selalu terjadi dengan berbagai bentuk dan dinamikanya.

Bangsa ini sudah menjadi percontohan besar dalam jutaan dinamika yang mengitarinya. Ada banyak kenyataan di situ yang sebenarnya pahit tetapi terpaksa harus diterima. Ada pula yang menghendaki untuk merombak kenyataan itu tetapi tidak mampu. Ada pula yang melihat kenyataan itu sebagai sesuatu yang given, sebagaimana takdir. Ia pasti ada, dan pasti terjadi.

Misalnya tentang maraknya korupsi dan berbagai kasus yang menjadi kenyataan pahit bagi negeri ini. Semua orang tentu sangat ingin memeranginya, tetapi apa boleh buat bagi kita yang hanya berada di luar kekuatan atau sistem yang memiliki kewenangan untuk menangani persoalan-persoalan itu. Ketika berbicara korupsi, maka di situ ada KPK, polisi, dan kejaksaan. Jika lembaga penegak hukum kemudian tidak bisa menyelesaikan, maka apa yang bisa kita lakukan adalah menyuarakan dengan mencarikan formula agar KPK tidak lembek dan tidak diintervensi. Kita bisa menggelorakan kritik agar tercipta perubahan.

Ikhtiar ini tentu jauh lebih baik dari pada hanya diam, menggerutu, dan hanya meratapi nasib, seolah ia sudah merupakan kutukan. Melangkah adalah sesuatu yang niscaya. Sebab niat baik tak cukup dalam menciptakan perubahan. Ia butuh realisasi dari niat-niat itu. Bukankah kita sering mendengar sebuah ungkapan, "Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan"?

Begitu pun dalam contoh kasus di atas. Meratapi problem struktural dalam management masjid tentu tidaklah salah. Hanya saja ia tidak akan menyelesaikan masalah. Harus ada langkah-langkah solutif, apakah dengan mereformasi sistem, atau membicarakan ulang hal-hal janggal dan anomali dengan kepala dingin.

Bisa juga dengan melibatkan pihak-pihak yang "dituakan" dalam menyelesaikan persoalan.

Ini juga berlaku dalam memperbaiki negeri ini. Lemahnya kepemimpinan, maraknya korupsi, dan berkecambahnya kasus kriminalisasi di negeri ini, tentu tak bisa diselesaikan dengan kepala panas. Ia mesti dihadapi dengan kepala dingin. Ia juga tak bisa langsung diselesaikan dengan ancaman-ancaman impeachment, pemakzulan, jika ada persoalan kepemimpinan di negeri ini. Harus ada plan A, kemudian plan B, C, dan seterusnya. Mesti ada peringatan-peringatan terlebih dahulu.

Ini penting dipikirkan, karena menjaga lebih baik daripada mengobati. Dalam istilah Arab kita kerap mendengar ungkapan, "Al-wiqayatu khairun min al-'ilaaj".

Maka, sebelum benar-benar rusak, solusi terpenting adalah segera mendiagnosa terlebih dahulu persoalan-persoalannya, untuk kemudian dicarikan solusi. Membiarkan dan hanya mengandalkan niat baik, boleh jadi hanya akan menciptakan suasana lebih buruk dan bahkan mengarah pada kehancuran.

Wallahu a'lamu bi al-shawab

Pmk to Bks, 23 Juli 2017

Pukul 23.30 WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun