Mohon tunggu...
Moh. Ilyas
Moh. Ilyas Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Air Mata Ahok, Hanya Akting?

14 Desember 2016   08:21 Diperbarui: 14 Desember 2016   09:09 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

BASUKI Tjahaja Purnama resmi menjalani sidang perdana kasus Penistaan Agama. Tapi perhatian publik lebih banyak tersedot pada tangisan Ahok saat membacakan nota keberatan di hadapan majelis hakim.

Sembari menuturkan perihal masa kecilnya yang diangkat oleh keluarga muslim, air mata Ahok mengalir deras. Suara terbata-bata Ahok mengiringi pembelaannya yang menyatakan tak pernah bermaksud menista agama melalui Al-Maidah 51.

Dalam nota pembelaannya, Ahok menuturkan tentang masa kecilnya yang diasuh oleh seorang ayah angkat dan kakak angkat yang beragama Islam.

"Saya seperti orang yang tidak tahu berterima kasih apabila saya tidak menghargai agama dan kitab suci orang tua dan kakak angkat saya Islam yang sangat taat," kata Ahok.

"Saya sangat sedih saya dituduh menista agama Islam. Tuduhan itu sama saja dengan saya mengatakan saya menista orang tua angkat dan saudara-saudara angkat saya sendiri yang sangat saya sayangi dan juga sangat sayang kepada saya.”

Sesaat setelah Ahok menangis, publik di media sosial langsung heboh. Berbagai meme dan cibiran langsung menjadi viral. Tak kurang dari cibiran kata-kata seperti "Air mata buaya", "Nangis aja pakai gladi resik". " Nangis, ah sinetron banget".

Bahkan tagar #StopAirMataBuaya di twitter langsung disambut netizen dengan kata-kata nyinyir seperti “Tidak ada artinya tangisanmu dibanding tangisan sodara2 kami yg dugusur”. #StopAirMataBuaya mu Hok...apakah lo prnh liat air mata org2 yg tergusur atas kebiadaban mu,” kata salah satu netizen. “Loe layak dpt piala citra @basuki_btp...buat akting nya,” tulis akun lainnya.

Sekadar Akting?

Apakah air mata Ahok ini tulus sebagai bentuk penyesalan atau hanya kepura-puraan, sebagaimana tangisan saudara-saudara tiri Nabi Yusuf di depan ayah mereka Nabi Yakub? Kala itu mereka juga menangis sembari membawa baju Yusuf yang dilumuri "darah palsu" binatang buas, padahal Yusuf mereka buang ke sumur.

Tapi rupanya, Yakub tak terpengaruh dengan air mata palsu saudara-saudaranya itu. Ia tetap yakin jika Yusuf didzalimi oleh saudara-saudaranya. Hingga suatu saat, benar tangisan palsu saudara-saudara tiri ini terkuak, terutama tatkala Yusuf kembali dipertemukan oleh Allah dengan ayahandanya Yakub saat ia menjadi mulk (raja).

Atau, apakah tangisan Ahok hanya akting? Bukankah Ahok pernah menuduh kaum ibu, korban yang menangis akibat penggusuran di DKI sebagai akting belaka? Laman merdeka.com, 11 Juni 2014 mencatat, Ahok yang saat itu tengah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI menunjukkan arogansi kepada warga Jakarta. Dia melakukan penggusuran meski mendapat perlawanan dari warga. Bahkan dia menyindir ibu-ibu yang menangis karena mau digusur dengan kata “acting”.

"Ada nangis-nangis ibu-ibu, kenapa bu, saya tinggal di tanah orang, yang gusur itu kan digarap buat pertanian tapi ternyata buat rumah, sekarang saya digusur dan diusir, sekarang saya cuman dapat duit Rp 8 juta, mana bisa hidup katanya. …Loh kamu enggak dituntut sudah bagus Bu. Saya bilang dapat Rp 8 juta. Saya mau minta rumah Pak ya enggak bisa dong, kalau kamu luntang lantung baru kita urusin, aktingnya terlalu banyak, saya bilang gitu baru berhenti nangisnya tahu gak. Ya sudahlah saya sudah hafal lah kelakuannya kayak gitu," kata Ahok kala itu.

Namun begitu, terlepas tulus tidaknya, pemandangan Ahok menangis boleh jadi di luar perkiraan sebagian kita. Bagi sebagian kita - atau mungkin kebanyakan kita - pemandangan itu cukup aneh. Kita tak pernah menyangka air mata Ahok bisa mengalir juga. Sebab, selama ini yang kita tahu tentang Ahok bukan tentang air matanya yang kini mengalir, tetapi tentang kekejaman dan kebengisannya yang justru sering membuat mata rakyat mengalir dalam kesedihan.

Betapa banyak rakyat menangis, menjerit dan menumpahkan air mata gara-gara Ahok? Berapa kerap kali Ahok melakukan penggusuran yang bikin rakyat tak hanya menangis, tapi sekaligus kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian mereka. Tapi melihat semua itu Ahok hanya bergeming. Alih-alih mau diajak musyawarah oleh rakyatnya, Ahok malah lebih memilih menggelar ‘karpet merah’ untuk para Taipan, pengembang yang disebut-sebut sudah berjasa besar mengantarkannya ke kursi DKI-1.

Bagi Ahok, ketika rakyat menangis saat digusur itu bukanlah suatu kepedihan. Ia hanya menganggap kepedihan itu jika dirinya saja yang merasakan persoalan hidup. Ahok tak peduli dan tak mau tahu air mata rakyatnya tumpah akibat kebijakanannya yang anti-kemanusiaan.

Bahkan, dalam pribadi Ahok, rakyat boleh jadi hanya seperti angin lalu yang keluh kesahnya, suka dukanya, dan air matanya tak berarti apapun. Baginya, rakyat tak lebih dari sekadar sapi perah yang diambil keuntungannya saat musim politik saja.

Pongah

Saya melihat cibiran publik, termasuk munculnya kata-kata nyinyir terhadap air mata Ahok, bukan kebetulan belaka dan ahistoris. Itu terjadi karena publik sudah lama gerah dengan tingkah Ahok.

Selama memimpin DKI, sudah amat banyak kalimat kepongahan yang terlontar dari mulut Ahok, mulai dari meneriaki seorang ibu dengan sebutan maling, kata-kata kotor seperti “Nenek lu sialan bangsat”, “Goblok sekali lu orang”, “Brengsek”, “Bego”, “Kasih taik ajak muka lu”, dan “Lu tai-tai semua”. Bahkan beberapa waktu lalu, setelah ia ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama, bukannya mengontrol ucapannya, Ahok malah kembali melancarkan fitnah. Ahok menyebut Aksi Bela Islam II atau yang dikenal dengan sebutan 411 didanai aktor politik. Tiap peserta aksi menurutnya mendapatkan bayaran sebesar Rp500 ribu. Akibat ucapannya ini, ia dilaporkan kembali ke polisi atas tuduhan fitnah.

Dengan begitu, tidak heran jika nama-nama seperti Amien Rais, Tri Rismaharini, Haji Lulung, hingga Boy Sadikin kompak menyebut Ahok sebagai sosok yang pongah, alias sombong. Amien Rais bahkan menyamakan Ahok dengan sosok dajal karena kesombongannya – istilah Amien Rais – menyundul langit.

Bukankah Ahok pernah menyatakan Tuhan pun akan dilawan jika ngaco? Kata ngaco sempat populer setelah Ahok menuduh temuan BPK soal RS Sumber Waras merugikan dirinya dan menganggap merugikan negara hingga Rp191 miliar. Ahok pun disebut-sebut terlibat dalam korupsi RS Sumber Waras ini, meski KPK ogah-ogahanuntuk menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan.

Oleh karenanya, ketika Ahok menangis dalam persidangan, publik bukannya menaruh simpati, publik malah makin nyinyir. Meme-meme bernada bullying terhadapakting Ahok justru bertebaran di media sosial. Mereka menganggap jangan-jangan Ahok seperti termaktub dalam gambaran sebuah hadits atau maqalah, idzaa tamma fujuuru al ‘abdi, malika ‘ainaihi, fa bakaa bihimaa, maa syaa (Saat sempurna kebiadaban seorang hamba, maka ia dapat memiliki (mengendalikan) dua matanya, lalu ia dapat menangis dengannya kapanpun ia mau).

Wallahu a’lamu bi asshawab

Tebet, 14/12/16

Pukul 08.16 WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun