Mohon tunggu...
moesa moesa
moesa moesa Mohon Tunggu... Wiraswasta - desain produk

capailah hari ini

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Puisi Gatot, Perintah Piting, Ada Udang Dibalik Rempang-Ecocity

18 September 2023   02:55 Diperbarui: 22 September 2023   13:55 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak Berdaya di Laut Sendiri, sumber kompas.id

Ecocity adalah pemukiman manusia yang meniru struktur dan fungsi ekosistem alami yang mampu menopang dirinya sendiri. Ecocity memberikan kelimpahan yang sehat bagi penduduknya tanpa mengonsumsi lebih banyak sumber daya (terbarukan) daripada yang dihasilkannya, tanpa menghasilkan lebih banyak limbah daripada yang dapat diasimilasi, dan tanpa menimbulkan dampak buruk bagi dirinya sendiri atau ekosistem di sekitarnya. Dampak ekologis yang dialami penghuninya mencerminkan gaya hidup yang mendukung planet bumi; tatanan sosialnya mencerminkan prinsip-prinsip dasar keadilan, keadilan, dan kesetaraan yang wajar.

Dapat disimpulkan bahwa Konsep ecocity  justru mengandung prinsip silahkan berinvestasi tetapi masyarakatnya tidak boleh terpinggirkan, Harus mencerminkan prinsip prinsip dasar keadilan dan kesetaraan. Lalu Mengapa Pemerintah dalam pembangunan kawasan Rempang Eco-City tetap memaksakan masyarakat keluar, memaksa pulau rempang dikosongkan? Bahkan memberi deadline? Ada apa gerangan?      

Pengamat Kebijakan Publik Gigin Pradianto mengungkapkan bahwa ada nama Erick Thohir dan Luhut Binsar disebut ada dibalik penggusuran Kampung Tua Rempang. Menurut Gigin Pradianto, penggusuran Kampung Tua Rempang tak lepas dari bisnis pribadi dari dua Menteri Kabinet Jokowi. Dalam akun TikToknya, menjelaskan keterlibatan nama Erick Thohir dan Luhut Binsar. Menurut Gigin adanya jejak Erick Thohir dan Luhut Binsar dalam penggurusan Kampung Tua Pulau Rempang membuat pemerintah serta Panglima TNI all out turun tangan (sumber DISWAY.ID).

Baru baru ini beredar pernyataan Panglima TNI Sumber yang memberi instruksi 'Piting' Warga Rempang yang Ngeyel, pernyataan Panglima TNI Yudo Margono di media sosial tersebut buntut kericuhan Pulau Rempang. "Ini berarti sudah masuk ke ranah pidana. Ya kalau seperti itu, ya nanti kita berikan. Sambungnya menjelaskan, ini sebenaranya tugas kepolisian, namun bila kepolisian tidak mampu, baru TNI yang maju. "Ya kan TNI-nya umpanya, masyarkatnya 1.000 ya kita keluarkan 1.000. Satu 'meting' satu itu kan selesai. Nggak usah pakai alat, dipiting aja satu-satu. Tahu dipiting nggak? ya itu dipiting aja satu-satu," sambungnya menjelaskan (tvonenews.com).

Gigin menjelaskan bahwa penggusuran Kampung Tua Rempang tak lepas dari pembangunan pembangkit listrik tenaga surya di perairan Batam. Kenapa Rempang musti dikosongkan?  Karena tidak saja  daratan, lautnyapun akan mereka kuasai untuk proyek PLTS terapung di perairan sehingga Kampung Tua Rempang dan nelayan tidak akan bisa tinggal dan melaut di seluruh kawasan pulau Rempang. Pembangkit listrik tenaga surya apung (Floating Photovoltaic System) adalah serangkaian panel surya yang dipasang di atas struktur apung di atas perairan.

Rata-rata luas lahan yang dibutuhkan untuk per 1 megawatt (MW) mencapai 1-4 hektar, tergantung pada teknologi yang digunakan. PT MEG diketahui diberikan hak pengelolaan lahan mencapai 17.000 hektare yang mencakup seluruh pulau rempang hingga perairannya. Padahal luas daratan/lahan yang dihitung untuk menetapkan uang wajib tahunan (UWT) hanya16.583 hektare, selisih tersebut kemungkinan besar seluruh garis pantai dan perairannya turut dikuasai. Jika nantinya daya listrik tersebut akan dieksport ke Singgapura dengan kapasitas 600 MW dari Pulau Bulan (Batam) melalui kabel bawah laut. Maka luas  perairan yag akan dipakai antara 600 hingga 2400 hektar.

Proyek PLTS ini merupakan konsorsium perusahaan Indonesia antara Adaro Group mulik keluarga Thorhir yang di bawahi oleh Boy Thohir, kakak kandung dari Erick Thohir dengan perusahaan lainnya. Ada juga TBS Energy Utama milik Luhut Binsar Pandjaitan serta Medco Group dibawah Salim Group dan keluarga Panogoro. Sedangkan dari Singapura adalah Cable Corporation yang merupakan perusahaan pengelola asset (sumber DISWAY.ID).

Jika kita runut ke belakang, semua persoalan ini bermula dari Kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Chengdu, China, Dalam rangka merayakan Sepuluh tahun kemitraan strategis komprehensif Indonesia-China pada 27-28 Juli 2023 lalu. Pertemuan tersebut atas inisiatif Presiden Xi Jinping. Kota Chendgu dipilih agar Presiden Jokowi terkesan dengan pembangunan kota, infrastruktur jalan dan kemegahan bangunan terluas didunia."Presiden Xi Jinping sangat cerdas karena mengetahui ambisi Presiden Jokowi ingin memiliki IKN namun belum punya investor dan tata kota barunya," kata Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat dalam keterangan tertulisnya Minggu (30/7/2023).

Bak gayung bersambut, rupanya  sihir Xi Jinping langsung bekerja sehingga presiden tidak perlu pikir panjang langsung menandatangani  8 kesepakatan baru dengan China Meski tanpa kehadiran para Menteri Koordinator Kebijakan Ekonomi, Menteri Keuangan dan Bappenas. Dalam kesempatan yang sama Jokowi juga menjadi saksi penandatanganan MoU antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan bernama Xinyi, perusahaan industri kaca terbesar di dunia. Menurut pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute, Achmad Nur Hidaya yang dituturkannya di RMLO.ID, delapan Kesepakatan Ekonomi Xi Jinping-Jokowi baru tersebut perlu dilihat dengan cermat karena pengalaman sebelumnya kesepakatan ekonomi dengan China telah melahirkan banyak persoalan ekonomi dan social.

Ada tiga kehati-hatian Indonesia dalam kesepakatan ekonomi dengan China tersebut:
Pertama, kehati-hatian dalam menjaga stabilitas kawasan, pemerintah harus tetap kritis dan berhati-hati dalam mengelola dukungan China terhadap Indonesia dalam kepemimpinan ASEAN. Pastikan bahwa kepentingan nasional dan kedaulatan Indonesia tidak terkompromi. Kedua, Pemerintah harus lebih terbuka dan transparan dalam menyajikan bukti konkret mengenai manfaat nyata dari kerja sama dengan China. Diperlukan kajian yang mendalam untuk menghindari potensi risiko yang mungkin timbul dari kesepakatan bilateral. Ketiga, Pemerintah harus memastikan bahwa kemitraan dengan China memberikan keuntungan ekonomi dan sosial yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Prinsip kesetaraan dan kepentingan nasional harus dijunjung tinggi agar keuntungan dari kemitraan ini dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun