Senin (24/10) siang menjadi malapetaka bagi ratusan penumpang Kapal Cantika 77. Kapal yang berangkat dari Kupang menuju Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) terbakar. Dan sejauh ini. Diketahui ada belasan korban meninggal dunia.
Seorang bocah perempuan terlihat duduk di selasar rumah sakit RSB Titus Ully Kupang. Ia mengenakan celana panjang warna merah muda. Dipadu kaus garis-garis berwarna kombinasi coklat dan putih. Itu adalah Tesa Bait. Usianya baru 12 tahun.
Ia adalah salah seorang korban selamat kebakaran Kapal Cantika 77. Ia berhasil selamat setelah sempat terombang-ambing di tengah lautan. Sebelum akhirnya berhasil dievakuasi.
Walau berhasil selamat. Bocah yang baru duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar (SD) itu menunjukkan raut muka yang sedih. Bukan karena keletihan. Tapi karena harus kehilangan sang ibu. Yang tewas tenggelam akibat kejadian itu.
Sebelum kejadian. Tesa dan ibunya Reni Bait pergi dari Kupang tujuan Alor menggunakan kapal Cantika 77. Ibu dan anak ini berangkat dengan gembira. Tanpa merasa akan ada marabahaya.
Tapi belum sampai tujuan. Petaka datang menjelang. Kapal yang mereka tumpangi tiba-tiba terbakar. Api dan asap hitam terlihat membumbung dari atas kapal.
Reni Bait dengan sigap segera mengambil pelampung. Ia mengenakannya ke anak perempuannya. Dan tak lama kemudian. Keadaan mulai berubah. Orang-orang mulai panik. Berdesak-desakan. Hingga sulit mencari jalan keluar. Dari kapal itu.
Reni kemudian berinisiatif keluar dari kapal maut itu lewat jendela. Ia kemudian menyuruh putrinya untuk lebih dulu keluar. Baru kemudian ia menyusul di belakang.Â
"Waktu api sudah besar. Mama kasih pakai beta (saya) pelampung. Dan buang saya lewat jendela. Ke laut." Ujar Tesa mengisahkan kepada Victory News.
Ukuran jendela yang kecil membuat Tesa dan ibunya kesulitan keluar dari dalam kapal. Mereka pun sempat terhempas ke laut. Karena hantaman ombak. Hal itu membuat Tesa merasakan sakit di bagian leher. Akibatnya iaa sulit mengunyah makanan.
Keduanya berhasil keluar dari kapal Cantika 77. Tapi hanya Tesa yang memakai pelampung. Sementara ibunya. Reni Bait hanya bisa mengapung. Sambil bergelantungan di pelampung. Yang dikenakan Tesa.
Setelah terombang-ambing selama 5 jam di lautan. Reni tak kuat lagi. Tangan dan kakinya lemas. Hingga akhirnya ia tenggelam. Reni sebetunya bisa selamat. Tapi ia memilih memakai pelampung satu-satunya ke anak perempuannya. Buah hatinya. Dan rela meski harus kehilangan nyawa.
"Waktu saya dan mama. Sudah di laut. Mama menangis. Saya pakai pelampung. Mama tidak pakai. Tapi mama pegang di pelampung saya. Habis 5 jam-an. Terlepas dari pelampug." Cerita Tesa sebagaimana dikutip dari Vicotory News-salah satu media online di NTT. "Saya lihat mama tenggelam," tambahnya haru.
Masih segar diingatan Tesa apa yang disampaikan mamahnya sebelum mereka berpisah. Sang mama meminta tesa untuk memperbaiki makam sang kakek. Yang ada di Desa Nunbaun. Kecamatan Fatuleu Tengah. Kabupaten Kupang. "Mama bilang di saya. Harus perbaiki Ba'i punya kubur. Di kampung." Ceritanya.
Kini Tesa tak punya ibu lagi. Ibunya tenggelam di laut. Usai kapal Cantika 77 terbakar. Hanya ada sang nenek-Apvia Baitafui yang merawatnya. (moerni)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H