Dua laga melawan Curacao buktinya. Dalam dua kali pertandingan. Shin Tae-Yong memainkan pola adaptif. Dengan Dua formasi berbeda. Di laga pertama Shin memainkan 3-4-3. Sementara di leg kedua. Ia menerapkan formasi  4-2-3-1.
Begitu pula untuk pemain. Sejumlah pemain dirotasi. Diberi kesempatan yang sama. Untuk membuktikan kemampuan. Kesempatan yang jarang dirasakan. Khususnya oleh pemain muda.
Soal fisik sudah tak perlu diragukan. Para pemain Timnas yang biasanya ngos-ngosan. Saat pertandingian memasuki menit  akhir. Kini tak terlihat lagi. Meski selama pertandingan terus berlari. Mengejar bola. Menjaga pertahanan. Melakukan Pressing. Hingga menyerang.
Masih Ada Ruang Evaluasi
Catatan apik Timnas Indonesia. Setahun terakhir tak terbantahkan. Tapi tak boleh juga jumawa. Apalagi besar kepala.
Kebobolan tiga gol dalam dua pertandingan melawan Curacao. Adalah bukti. Masih adanya ruang untuk evaluasi.
Indonesia memang menang lawan Curacao. Tapi kita tetap masih bisa dibobol. Bukan berarti peran Elkan Baggott. Dan kawan-kawan buruk. Secara fisik, mereka sudah sangat baik. Sudah mampu bertarung di belakang. Dengan lawan-lawan tanggguh.
Tapi, dengan faktor usia yang rata-rata masih belia. Terkadang perlu dipadu dengan kematangan. Dan biasanya. Kelebihan itu dimiliki pemain senior atau berpengalaman.
Trio naturalisasi asal Eropa bisa jadi opsi. Untuk menjaga kedalaman skuad. Apalagi Jordi Amat. Sandy Walsh dan Shayne Pattynama. Sama-sama bisa bermain di posisi bertahan.
Masalah lain yang masih menjadi "pekerjaan rumah". Mungkin minimnya stok striker lokal. Sudah bertahun-tahun Timnas bertumpu pada striker naturalisasi.
Pelatih Shin sudah tau itu. Sejumlah namapun sudah dicoba. Namun hanya sebagian kecil yang bertahan. Salah satunya adalah Dimas Drajad. Yang dalam dua laga terakhir di turunkan lawan Curacao. Dan mencetak dua gol.