Cagar Budaya Situs Candi Dukuh terletak di atas bukit di pinggir Rawapening, tepatnya di Desa Rowoboni, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Masyarakat sekitar kerap menyebutnya dengan nama Candi Brawijaya. Konon, tempat tersebut pernah disinggahi oleh Prabu Brawijaya, Raja Majapahit. Tapi Prabu Brawijaya yang ke berapa tidak jelas, sebab minimnya literatur tentang candi ini. Sejauh ini, tidak ada prasasti yang ditemukan di reruntuhan candi ini.
"Konon katanya candi itu adalah petilasannya Brawijaya," kata Ummi Nu'amah, salah satu warga Banyubiru, Kamis (3/6/2021).
Nama Candi Dukuh sendiri sebenarnya hanya dinisbatkan pada nama dusun tempat candi itu berada. Candi Dukuh telah dipugar oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah tahun 2011, tapi baru sampai sebagian saja. Tidak jelas pemugaran akan kembali dilanjutkan. Namun beberapa batuan candi yang belum dipugar sudah dikelompokkan di kanan kiri candi.
Meski baru sebagian yang dipugar, namun candi ini sudah menunjukkan bentuk batur yang memiliki pipi tangga polos tanpa relief. Namun pada bagian bawah tangga terdapat pahatan seperti ular yang melilit, serta antefiks berhias pada bagian tepi bangunan candi.Â
Candi Dukuh adalah salah satu peninggalan candi di masa Hindu. Hal ini bisa dilihat dari adanya Yoni di bagian atas bangunan batur candi. Temuan penting lainnya yang menunjukkan candi tersebut berlatar belakang agama Hindu adalah adanya beberapa buah Lingga patok dan peripih di bawah lantai dasar candi. sementara pada bagian atas ambang pintu masuk candi, juga terdapat hiasan kepala Kala.Â
Menurut Kepala Desa Rowoboni Agus Salim, perhatian pemerintah terhadap Candi Dukuh terbilang terlambat sehingga banyak bagian candi yang hilang dicuri orang.Â
"Dulu banyak patung-patungnya, tapi pada hilang entah kemana. Yang jelas patungnya besar-besar dan berat, kalau satu orang saja tidak kuat mengangkat," kata Agus.
Agus menambahkan, kendati saat ini Candi Dukuh berada dibawah otoritas Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah namun pihak desa tidak menutup mata atas keberadaan candi tersebut. Pada musim penghujan, jalan menuju candi yang berada di atas bukit itu memang sedikit licin karena banyak batuan berlumut. Sebagai bentuk kepedulian terhadap bangunan cagar budaya, pihaknya telah membangun rabat beton jalan menuju candi sepanjang 55 meter dengan lebar 1 meter yang berasal dari dana desa tahun anggaran 2021.Â
"Anggarannya hanya cukup untuk separuhnya saja dari panjang jalan menuju candi, tapi setidaknya sudah mengurangi jalan yang licin," jelasnya.