Mohon tunggu...
Moelyonov Abdul Djalil
Moelyonov Abdul Djalil Mohon Tunggu... Penulis - Hipnotis/hipnterapis/trainer/motivator. Pemerhati masalah sosial, budaya, dan politik yang memiliki hobi menulis.

Hipnotis/hipnterapis/trainer/motivator. Pemerhati masalah sosial, budaya, dan politik yang memiliki hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hipnosis Itu Unik!

10 Oktober 2017   11:51 Diperbarui: 10 Oktober 2017   12:21 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hipnosis", sebuah ilmu pemberdayaan diri yang unik. Dia digemari, dicari, dibenci, bahkan dicaci-maki dan disalahpahami. Betapa tidak? Banyak sekali orang yang berminat menguasai ilmu ini sehingga rela mengeluarkan jutaan rupiah untuk mendapatkannya. Tidak sedikit orang beguru ke sana-kemari, mengikuti berbagai seminar, workshop, training, dan pelatihan. Alih-alih menguasai, banyak di antara mereka tetap 0 (nol) besar, lantas mengambinghitamkan guru atau trainer (bahkan lembaga) yang mengajarkan. Tidak sedikit pula orang yang belajar secara otodidak, kemudian menjadi piawai membawakan "ilmu Dewa Tidur" ini dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tak jarang dari mereka yang berhasil menjadi hipnotis, resign dari tempat dan selanjutnya bersolo karier menjadi terapis, trainer, penghibur, bahkan motivator andal. Ada pula yang tetap menggeluti pekerjaan atau mempertahankan karier mereka di perusahaan dan menerapkan ilmu yang diperolehnya untuk melambungkan karier tersebut. Belum lagi, munculnya persaingan-persaingan yang luar biasa dahsyat di antara sesama praktisi hipnosis ---terutama di media sosial--- untuk sekadar menunjukkan eksistensi diri hingga berebut periuk nasi.

Melalui hipnosis pula, yang kemudian berkembang pesat menjadi berbagai "cabang ilmu", seperti hipnoterapi, hypnoparenting, hypnoselling, hypnoteaching, hypnolearning, hypnoanesthesia, hypnoforensic,hypnobirthing,dan stagehypnosis, berbagai permasalahan kehidupan klien/subjek dipecahkan, dicarikan jalan keluar, difasilitasi, bahkan disembuhkan secara total. Dari fobia, trauma, stres, kurang bisa konsentrasi, malas belajar, hingga kebiasaan buruk "direparasi", diinstal ulang, di-reprogramming, diubah total menjadi jauh lebih baik lagi. Dari anak yang suka ngompol sampai pasangan suami-istri yang hampir cerai bisa "diebereskan" dengan sempurna. Dari masalah obesitas, malas belajar, hingga sulit mendapatkan jodoh dan bahkan sulit memperoleh keturunan "diselesaikan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya."

Karenanya, bisa dikatakan, hipnosis sebagai salah satu ilmu karunia Tuhan Yang Mahakuasa merupakan "komunikasi yang berhasil" mengubah kegagalan menjadi kesuksesan, membuat yang kusam suram menjadi indah merona, membuat orang/klien/subjek yang merana menjadi bahagia.

Itu bagi yang mengerti, memahami, dan menyikapi hipnosis secara positif. Bagaimana di "belahan dunia" lain di luar sana? Tentu saja masih banyak yang nyinyir karena under estimate, negative thinking, ketidaktahuan, ketidakpahaman, bahkan keantipatian. Tak jarang dari kelompok ini yang mengharamkan hapnosis karena menganggap hipnosis itu bekerja sama dengan kuasa kegelapan: sihir, setan, jin, iblis. Bahkan, menuduh hipnosis adalah setan itu sendiri. Lebih unik lagi, ketika mereka kehilangan dompet atau handphone-nya dicopet, dengan serta merta melapor kepada polisi, "Saya dihipnotis, Pak!"

Hingga, akhirnya KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) pun menghentikan dan melarang segala tayangan televisi yang berbau hipnosis/hipnoterapi, selain pada acara kesehatan, pada tanggal 28 Juni 2014. Hahahaha. Unik sekali, bukan?

Flas Back

Di Indonesia, perkembangan ilmu hipnosis yang luar biasa memang tidak terlepas dari maraknya acara stagehypnosis di televisi swasta pada 2007---2014. Stagehypnosis (hipnosis sebagai hiburan) yang dibawakan beberapa orang hipnotis berhasil meraih rating yang luar biasa. Hingga seolah-olah tiada hari tanpa acara hipnosis.

Namun, apa yang ditampilkan mereka, selain membuat hipnosis semakin dikenal publik, sekaligus juga "menghancurkan" reputasi hipnosis itu sendiri di mata publik. Publik menilai bahwa hipnosis itu hanya ilmu yang sekadar lucu-lucuan yang melecehkan klien, membuka aib/borok sendiri dan orang lain, bahkan sebagai sarana untuk berbuat kejahatan (kejahatan atas nama hipnosis: pencopetan atau penodongan).

Pada masa itu, literatur tertulis tentang hipnosis masih sangat minim, meskipun Bapak Hipnosis Indonesia, Yan Nurindra, dengan IBH (Indonesian Board of Hypnotherapy)-nya sangat gencar melakukan seminar, pelatihan, workshop untuk melahirkan para praktisi, trainer, dan pakar hipnosis.  Saat itu, aku yang masih bekerja sebagai redaktur pelaksana di sebuah penerbitan buku ---yang sedikit banyak mengetahui apa dan bagaimana hipnosis, bahkan pernah menjadi korban hipnosis--- berusaha berjuang, berargumen, bernegosiasi dengan berbagai pihak untuk bisa menerbitkan buku-buku tentang hipnosis.

Alasanku, "Sekarang adalah waktunya menerbitkan buku-buku hipnosis untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat bahwa hipnosis bukan cuma dagelan di panggung yang mengelupas sisi-sisi buruk pikiran dan tabiat manusia. Bahwa hipnosis adalah ilmu yang sangat bagus dan besar manfaatnya bagi kehidupan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun