Dalam etika pergaulan, setelah penampilan kita, hal selanjutnya yang akan dinilai oleh orang lain adalah tutur bahasa kita. Setinggi apapun pendidikan kita, dan sekaya apapun kita, Â bila tanpa sopan santun, maka seseorang akan menilai kita, sebagai pribadi yang memiliki citra negatif, jauh dari harapan dihargai.
Tak ubahnya seperti cover sebuah buku, maka berbicara dan penampilan kita adalah seperti cover. Apabila cover-nya menarik, maka orang akan berkesimpulan bahwa secara utuh isi buku tersebut juga menarik.
Hal ini juga berlaku pada seseorang jika ia memiliki budi bahasa yang santun, maka orang laian akan menilai kita sebagai pribadi yang baik dan menarik. Begitupun sebaliknya, jika cover-nya tidak menarik, mungkin orang tidak mau membaca buku tersebut. Karena isi bukunya juga dianggap tidak menarik.
Namun yang terjadi selama ini, masayarakat kita sepertinya perlahan-lahan sudah melupakan tentang itu. Sehingga membiarkan anak-anaknya larut dalam bahasa gaul, yang bila kita telaah lebih lanjut, artinya sama sekali tidak enak didengar dan bahkan sangat tidak beretika untuk diucapkan.
Sebagaimana yang sedang ngetren dikalangan anak muda dan remaja adalah kata-kata anjay, dan anjir, serta turunannya yang lain. Budaya anak zaman now, suka meniru sesuatu istilah yang lagi trendi dikalangannya, tanpa mau tahu tentang asal usul dari istilah tersebut.
Kata anjay maupun anjir, memang belum terdapat di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), namun merujuk pada beberapa refrensi yang di buat oleh penulis lainnya, maka arti dari kata anjay maupun anjir, itu sama artinya dengan anjing. Awalnya kata anjay dan anjir hanya sering disebut oleh masyarakat Bandung.
Sehingga akhirnya kata-kata tersebut sangat populer di Indonesia. Bahasa gaul semacam ini sering kita dengar pada Gamer, yang sedang main game online. Bagi komunitas pencinta game itu hal yang biasa, atau bahkan itu keren bagi mereka.
Jika anda kebetulan duduk berdekatan dengan orang main game online di warung kopi, maka anda akan mendengar istilah yang sama sekali tidak terpuji untuk di ucapkan. Dan siap-siaplah anda untuk mengelus-elus dada, saat mendengar tutur Bahasa mereka.
Fenomena seperti itu, secara eksternal salah satunya disebakan oleh lingkungan, yang mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi.Â
Dalam arti kata lain, cermin diri kita adalah, tergantung dengan siapa kita bergaul. Secara umum apa bila kita berteman dengan ahli agama maka kita akan ikut dengannya dalam kebaikan. Namun bila teman kita kita adalah penyuka dunia gelap, kitapun akan ikut-ikutan berpetualang dalam dunia gelap tersebut. Â Â
Bahasa Gaul, Meningkat Percaya Diri
Memang tidak bisa dipungkuri ada beberapa istilah gaul dalam bahasa sehari-hari, itu menjadi keren. Penulispun sepakat tentang itu, selama sumbernya jelas, apakah itu diadopsi dari bahasa asing, maupun bahasa daerah. Selama arti sesuai dan tidak sarat dengan sesuatu yang beraroma negatif, penulis rasa itu masih lumrah-lumrah saja.
Namun bila adopsi bahasa asing tersebut mengarah pada makna yang denotasinya buruk, maka itu sudah abnormal. Maka janganlah dibiasakan untuk diucapkan dalam pergaulan sehari-hari.Â
Sebaiknya saat kita mendengar istilah asing, akan tetapi terdengar keren di Indra dengar kita, sebaiknya kita lihat sumbernya dulu, apa arti yang tersirat dalam istilah tersebut.
Setelah kita tau artinya, kemudian kita coba menyaring dengan akal sehat kita, apakah makna dari istilah tersebut positif atau tidak untuk digunakan dalam pergaulan kita.Â
Jangan hanya karena pingin tampil keren dan percaya diri, kemudian seseorang terbiasa dengan bahasa gaul yang pada hakikatnya itu berbentuk semacam makian. Â Â Â
Dekadensi Moral dan Kesesatan Berpikir
Munculnya bahasa gaul anjay dan anjir juga tidak terlepas dari merosatnya nilai-nilai moral dalam kehidupan kita. Disadari atau tidak, isitilah anjay dan anjir, sebenarnya menagarah kepada umpatan dan cacian.
Sebagaimana salah satu contoh nyata adalah pada para pemain game. Ketika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, seperti kehabisan chips dalam permaian poker online. Atau ada lawan mainnya yang menyerangnya, didalam dunia game.
Maka bahasa anjay dan anjir ini akan sering keluar dari mulut mereka. Selanjutnya disusul dengan sumpah serapah lainnya, yang menjadi bumbu penyedap dalam komunitas pemain game online.
Begitulah kesesatan cara berpikir anak zaman now, sehingga melahirkan tindakan dan sikap tidak terpuji. Ini tercermin dalam tutur bahasa yang digunakan, sama sekali tidak memperlihatkan dirinya sebagai seorang yang terdidik. Â
Disi lain, usia dunia yang sudah tua, juga terjadi pergeseran nilai yang luar biasa, apa yang dulunya dianggap tabu, kini ketabuan itu menjadi hal yang layak untuk di lakukan atau di ucapkan.
Dulunya yang muda begitu hormat terhadap orang yang lebih tua, saat ini sudah jarang kita dapatkan pemandangan sperti itu. Malah sebaliknya yang muda semakin merajalela terhadap golongan tua.
Ataupun sebaliknya, yang tua semakin berlaku tidak manusiawi pada orang lebih muda darinya. Pergeseran nilai ini perlu dikembalikan pada relnya, agar tidak semakin menjadi-jadi kedepannya.
Waspadai Sejak Usia Dini
Langkah Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), didalam menghentikan penggunaan kata "Anjay", meunurut penulis langkah tersebut sudah tepat, merupakan salah satu cara kita untuk menghindari anak kita, agar tidak terjebak dalam pusara bahasa gaul yang mengandung arti negatif.
Selain itu cara yang paling ampuh adalah dengan mengajarkan bahasa yang lembut pada anak kita sejak dari usia dini. Karena apabila kita mencoba meperbaiki moral pada anak muda/remaja melalui tutur bahasa yang lembut. Kemungkinan ini agak susah dan bahkan nyaris tidak bisa dilakukan, istilahnya nasi sudah rada-rada jadi bubur.
Oleh sebab itu preventif terbaik tetap harus dilakukan pada anak usia dini, karena rekamannya masih bagus belum terkontaminasi dengan virus luar.Â
Sebagaimana nasehat dari imam Al-Ghazali, beliau mengatakan "persiapkanlah buah hatimu dengan sebaik mungkin, sebab kelak ia akan hidup dengan suatu zaman yang berbeda dengan zamanmu".
Sebuah nasehat yang tak lekang dimakan oleh usia zaman, dan tak akan pernah lapuk disiram oleh kecanggihan teknologi. Karena nasehat tersebut memiliki arti yang mendalam.
Berbekal nasehat tersebut dan dipadukan dengan ilmu lainnya, mari kita berkontribusi untuk membentuk generasi yang akan datang. Menjadi generasi yang bertutur bahasa lembut dan memiliki budi pekerdi yang luhur. Sesuai dengan budaya ketimuran bangsa kita. Amin...
Banda Aceh, 02 September 2020
Moehib Aifa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H