Sepertinya ada bab yang hilang dalam sejarah kepresidenan Indonesia. Padahal, bukti otentik sejarah tentang sepak terjang presiden PDRI ini masih ada. Salah satunya masih terdapat kantor PDRI di Bidar Alam Solok Sumatera Barat. Pada awalnya kantor tersebut adalah kediaman bapak Sjarifuddin Prawiranegara.
Semasa agresi Belanda ke II, Indonesia pernah menjadikan Jokyakarta sebagai ibukota. Setelah Jogja dikuasai Belanda, Ibu kota Indonesia pindah ke kota Bukit Tinggi Sumatra Barat. Bukan hanya di Sumatra Barat. Konon kabarnya, sempat di Aceh juga. Tepatnya dikota Juang Biruen pernah menjadi Ibu Kota Indonesia, selama sepekan Soekarno berkantor disana.
Terlepas dari pro dan kontra tentang presiden periode 22 Desember 1948 - 13 Juli 1949, seharusnya sejarawan mengkaji lebih dalam tentang peristiwa ini. Pelurusan sejarah itu perlu, apa lagi ini menyangkut identitas kebangsaan.
Tanpa presiden PDRI, bisa saja Indonesia punya alur cerita yang berbeda dengan hari ini. Mungkin kita akan mengalami penjajahan yang lebih panjang lagi, dikarenakan hilangnya pemimpin paska Soekarno-Hatta selama dalam tawanan politik Belanda.
Oleh sebab itu, siapapun penguasa saat ini, saya rasa perlu membentuk tim khusus untuk mengisi bab yang hilang dalam sejarah kepresidenan Indonesia.
Harusnya, di Istana Jakarta ada foto kedua tokoh hebat yaitu Syarifuddin Prawiranegara dan Mr.Teuku Moehammad Hasan, sebagai Presiden dan Wakil Presiden priode Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Saya jadi ingat tentang kebesaran sebuah bangsa itu terlihat dari bagaimana bangsa tersebut menghargai jasa para pahlawanya. Ketika kedua sosok besar tersebut dilupakan, sebagai bagian dari warga Negara Indonesia, yang mengaku sebagai bangsa besar, saya ikut sedih. Terlebih, hari ini kita sedang mengenang HUT 75 R.I.
Semoga saja ada kepedulian untuk ini. Sejarah perlu tercatat rapi. Jangankan yang baik, yang kelam pun, mendokumentasikannya adalah bagian dari proses menyampaikan kebenaran. Agar bisa dijadikan sebagai saksi bisu, namun akan selalu dikenang bagi generasi mendatang.*)
*) Dari berbagai sumber.
Banda Aceh, 18 Agusutus 2020
Moehib Aifa