Hari ini kemerdekaan Indonesia telah mencapai usia 75 tahun. Namun kemerdekaan itu belum sepenuhnya memberikan kemakmuran bagi rakyatnya. Masih banyak masyarakat pedalaman yang belum memiliki akses jalan, maupun jembatan yang memadai untuk mereka. Apa lagi keberadaan jalan dan jembatan menjadi penghubung antara masyarakat yang satu dengan masyarakat pedesaan lainnya.Â
Lebih dari itu akses jalan maupun jembatan juga difungsikan sebagai  pengangkut komiditi hasil pertanian. Nah kalau jembatannya masih berupa jempatan tali, bagaimana akan mengangkut barang-barang hasil tani?. Untuk mengimbangi badan sendiri aja sudah menantang maut, apa lagi ditambah dengan beban lainnya.
Ketika pemerintah pusat dan daerah lagi giat-giatnya membangun ruas jalan tol, disayangkan di pedalaman masih ada yang menggunakan bekas tali listrik untuk dijadikan jembatan untuk bersekolah, akses ke lahan tani seperti yang terjadi seputran wilayah Pidie provinsi Aceh.
Menurut informasi dari warga ada sekitar 300 orang, petani yang bercocok tanam di Lhok Reuleh, lebih lanjut salah seorang warga menjelaskan " Kami saban hari harus bergelantungan saat menyeberang sungai dengan meniti dua tali," kata Suryadi (30) warga Gampong Alue Lhok, Kecamatan Tangse, Minggu (19/1/2020). (serambinews.com).
Sebelumnya pada beberapa media lokal lainnya juga ada terdapat berita yang serupa dengan lokasi yang berebeda. Seperti yang terjadi di kecamatan Pante Cermen Kabupaten  Aceh Barat,  anak sekolah harus melewati jembatan tali untuk sampai di sekolah. Begitupun dengan warga setempat harus melalui maut untuk pergi bekerja maupun akses kepasar. Alhamdulillah, kekuatan media sosial yang menviralkan foto keadaan jembatan yang terlihat sangat tragis tersebut, akhirnya telah selesai dibuat.
Pemandangan tersebut seharusnya tidak lagi kita dapati di daerah kita, shubungan dengan kemerdekan Indonesia yang telah berusia ke-75 Tahun.Â
Keadaan itu sangatlah miris, terjadi di Aceh, sementara Aceh dikenal sebagai daerah pengahasil melalui kekayaan alam berupa gas dan ladang minyak di Arun Lhokseumawe, Seruke Aceh Utara, dan di Aceh Timur.
Dengan digulirkan dana otsus yang berjumlah sekian triliun dari pusat, hingga saat ini Aceh belum mampu berbenah menjadi provinsi yang makmur.Â
Saya tidak mau berpraduga macam-macam terhadap pengelolaan dana di Aceh, cukuplah minimnya pembangunan dan keberadaan jembatan maut yang berkisah tentang keadaan Aceh yang sedang terpuruk.
 Jembatan Maut di Aceh
Sebelumnya di Aceh pernah viral tentang jembatan tali yang digunakan oleh warga di desa Sikundo kecematan Pante Cermin Aceh Barat. Akhirnya jembatan maut itu telah merdeka dan menjelma menjadi jembatan cantik yang layak untuk digunakan oleh masyarakat setempat.Â
Dengan selesainya pembangunan jembatan tersebut, kita patut mengapresiasikan kenerja cepat dan perhatian khusus dari pemerintah Aceh dan pemerintah pusat.
Keberadaan Sikundo yang terletak dipedalaman sekitar 80 Km, dari kota Meulaboh menyebabkan desa tersebut sangat tertinggal, jauh dari kesan merdeka. Bayangkan saja untuk masalah penerangan listrik baru sampai kesan sekitar pertengahan mei 2018. Seiring dengan selesainya jembatan maut tersebut.
Kini secara akses dan penerangan listrik masyarakat tersebut telah merdeka, tinggal merdekakan mereka dari kemelut kemiskinan dan pendidikan. Itu tugas pemimpin sekarang.
Namun persoalan jembatan maut tidak selesai pada masalah Sikundo saja, masih tersisakan pekerjaan lain, untuk masalah serupa yang terdapat di desa Alu Lhok kecematan Tangse kabupaten Pidie, masyarakat setempat masih mengantal tali melintasi sungai untuk pergi kelahan pertanian. Ada lebih kurang sekitar 300 warga yang masih mengandalkan jembatan maut tersebut.
Semoga tidak menunggu terlalu lama untuk menyelesaikan pembuatan akses jembatan maut di pedalaman Pidie tersebut. Mengingat keberdaan jembatan yang sangat membahayakan penggunanya, salah-salah kalau talinya putus, atau kurang kuatnya pegangan dari orang yang melintas, bisa menyebabkan kehilangan nyawa, karena terbawa arus sungai dibawahnya.
Harapan Pengguna Jembatan Maut
Masyarakat yang menggunakan jembatan maut tersebut sangat berharap agar segera dibuat jembatan yang layak. Sehingga mereka bisa dengan leluasa mengangkut komoditi hasil pertanian. Untuk saat ini jangankan mengangkut hasil tani, untuk melewatinya saja harus menantang maut.
Suryadi sebagai warga yang terbiasa menggunakan jembatan tersebut lebih lanjut menambahkan keluhannya "Kami ingin jembatan ini menjadi perhatian khusus dari Bapak bupati, paling tidak sebelum kemerdekaan Indonesia yang ke-76, jembatan ini bisa dimerdekakan" ia mengakhiri keluhannya dengan penuh harap.
Keadaan serupa, barang kali masih banyak terdapat di daerha pedalam provinsi-provinsi lainnya. Kita tidak ingin menyalahkan pihak manapun, namun kita hanya berharap agar Indonesia benar-benar memerdekakan wilayahnya dari ketertinggalan dan kemiskinan. Akhirnya dari ujung negeri paling barat Indonesia mengucapkan selamat HUT kemerdekan Indonesiaku yang ke-75. Semoga kita semua benar-benar menjadi manusia yang merdeka dan menjadi tuan di negeri kita sendiri. Amin...
Banda Aceh, 17 Agustus 2020
Moehib Aifa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H