Mohon tunggu...
Muhibuddin Aifa
Muhibuddin Aifa Mohon Tunggu... Perawat - Wiraswasta

Jika Membaca dan Menulis adalah Cara yang paling mujarab dalam merawat Nalar, Maka Kuliah Adalah Pelengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penyamun Suara Rakyat

29 Juli 2020   20:08 Diperbarui: 29 Juli 2020   21:49 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: padarnews.com

Kemaren sore saya bersama teman sekantor kebetulan mampir di Ali Kopi salah satu warung kopi yang sedang digandrungi oleh kebanyakan warga kota Banda Aceh. Sambil menyeruput kopi dengan citra rasa khas kopi Aceh, kami mulai larut dalam pembicarakan seputar dunia perpolitikan.

Teman saya membuka pembicaraan"Kenapa Aceh belum memiliki wakil Gubernurnya, padahal kasus gubernur yang ditangkap KPK kan sudah ada putusan pengadilan?" Kemudian saya mencoba menanggapinya "Mungkin ada mekanisme tertentu yang belum dilakukan sehingga sampai saat ini Plt.Gubernur Aceh belum memiliki tandemnya".

 Sejak penangkapan orang nomor satu di Aceh sekitar dua tahun lalu oleh KPK, karena tersandung kasus koropsi, Aceh masih dipimpin oleh Plt. Gubernur. Entah apa masalahnya sehingga kami belum memiliki Wagub sebagai pendamping Gubernur dalam menjalankan roda pemerintahan Aceh.

Reputasi Kepala Daerah

Tak jauh beda dengan Aceh di daerah lain juga sudah sering terjadi kasus serupa. Seperti peristiwa penangkapan oleh KPK terhadap gubernur Banten, Jambi, Kepulauan Riau dll, serta sejumlah Bupati/Walikota lainnya.

Sejak berdiri pada Desember 2002 lalu, lembaga antirasuah tersebut mencatat telah memproses 119 kepala daerah yang tersandung kasus korupsi. "Itu data per 7 Oktober 2019 sejak KPK berdiri," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (Kompas, 8/10/2019). Mereka menghadapi meja pesakitan karena tersandung kasus korupsi.

Untuk mendapatkan kekuasaan orang-orang ini rela menggelontorkan dana dengan jumlah milyaran bahkan triliyunan rupiah. Dana itu tidak semuanya murni dari kekayaan sang kandidat. Mereka mencoba mendekati kontraktor dan pengusaha yang memiliki kekayaan dan harta berlimpah.

Pengusaha juga menawarkan diri untuk memberi modal, berupa dana untuk calon kepala daearah yang memiliki popularitas dan ekstabilitas tinggi yang diprediksi akan memenangkan pemilu. Ada juga pengusaha yang memasang dua kaki sekaligus. Secara diam-diam mereka mendukung keduanya dengan memberi bantuan materi. Bantuan yang diberikan bisa saja dalam bentuk pinjaman dengan perjanjian tertentu. Apalagi kalau bukan iming-iming pengelolaan proyek strategis nantinya?  

Para Pejabat Yang Diringkus KPK sumber (boombastis.com)
Para Pejabat Yang Diringkus KPK sumber (boombastis.com)

 

Rahasia Umum

Hal seperti itu sudah menjadi rahasia umum. Saya sebagai orang yang suka berpetualang dari satu warungkopi ke warunng kopi lainnya, sangat sering mendengar perihal itu dari para pengusaha di Aceh.

Bagaimanakah nasib kepala daerah pada Pilkada selanjutnya, akan semakin menambah daftar nama dalam pusara jeratan orang KPK nantinya. Akibat cost politik yang sangat mahal, sehingga setelah terpilih harus melakukan korupsi untuk membayar hutang-hutangnya saat pilkada.

Pilkada 2020 sudah di depan mata. Para petarung mulai mencoba menakar daerah-daerah yang diperkirakan memiliki lumbung suara baginya. Para elit partai pun mulai mencoba melirik peluang yang memungkinkan jagoannya menang.

Pilkada serentak akan berlangsung di penghujung tahun ini. Ada beberapa daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang akan meyelengarakan pemilukada. Walaupun waktunya masih belum pasti karena masih dilanda ketakutan terhadap virus corona. Akan tetapi kasak-kusuk  tentang kandidat sudah mulai menggelegar.

Calon yang paling banyak dibicarakan di antaranya adalah sosok Gibran Rakabuming Raka.  Ia digadang-gadangkan untuk mengikuti jejak ayahnya. Saya tidak bisa bersepekulasi terlalu dalam mengenai kemunculan politik dinasti jokowi. Karena analisa politik saya masih sangat dini untuk menilai tentang itu.

Akan tetapi bagi saya, kemunculan anak muda di Pilkada di era melenial patut kita apresiasi.  Kita harap mampu mengendalikan sifat buruk kemunafikan sebuah tatanan politik yang sudah terlanjur kotor di negeri ini. Berharap terjadinya politik sehat, melalui pilkada halal saat ini adalah suatu hal yang sulit atau bahkan mustahil bisa dilakukan.

Hanya saja, untuk menekan atau paling tidak meminimalisir kebiasaan buruk itu, penting untuk diterapkan sejumlah kriteria. Keadaan rakyat sudah semakin terpuruk jangan tambah lagi menjadi semakin parah buruk. Kita sudah dihadapkan pada krisis kepercayaan di mata rakyat, sehingga sulit punya pemimpin yang punya kapasitas mapan.

Lalu apa yang bisa kita lakukan dalam menangkal virus dari perampas suara rakyat? Inilah pertanyaan yang mungkin sulit dijawab. Namun kita bisa mulai dengan memetakan lembaga dan pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan pemilu, kemudian menyehatkan pikiran mereka.

Menyehatkan Pihak yang Terlibat 

Pemilu merupakan suatu kegiatan sakral untuk dilaksanakan. Produk pemilu adalah menghasilkan pejabat eksekutif sekelas presiden maupun turunan kebawahnya. Produk lainnya juga akan muncul DPD dan legeslatif dari kasta DPRI hingga ke kasta terendah yaitu DPR kabupaten/kota.

Merekalah yang akan membawa arah negeri ini menuju kesejahteraan ataupun sebaliknya. Dalam penyelanggaraan pemilu akan terlibat lembaga terkait dan elemen penting lainya. Seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).

Untuk mewujudkan pemilu yang demokratis juga harus didukung oleh pihak keamanan dan lain-lain. Semua sudah terstruktur mulai dari pusat hingga ke wilayah seluruh TPS yang ada. Pemilu yang jujur dan adil hanya akan terwujud, jika semua unsur yang terlibat didalamnya benar-benar sehat, amanah. Mempunyai komitmen yang tinggi didalam melaksanakan tugasnya.

 Kandidiat dengan Personal Branding  

Salah satu cara untuk menghindari kecurangan dalam pelaksanaan pimilu adalah dengan menyiapkan kandidat yang memiliki personal branding. Sehingga secara kualitas ia layak untuk terpilih. Personal branding ini lebih kepada pengakuan terhadap keahlian, kecakapan, kualitas seseorang dan rekam jejaknya (track record).

 Dengan Personal Branding yang bagus, rekam jejak yang teruji dipoles lagi dengan popularitas yang melejit. Saya rasa akan menghilangkan stigma buruk terhadap politikus yang terpilih nantinya. Menjadikan rakyat untuk memilih berdasarkan kelayakan, bukan atas iming-iming uang, ataupun hal lainya yang ditawarkan oleh para penyamun suara rakyat.

 Timses Harus Cerdas

Kemenangan tidak terjadi begitu saja, akan tetapi adanya faktor penggerak baik itu mesin partai, Timses, dan simpatisan. Alat penggerak tersebut akan berpadu jadi satu yang akan mengantarkan kemenangan bagi kandidat yang diusung.

Timses harus cerdas, jangan fanatik atau mencintai kandidatnya berlebihan. Namun tetap menyimpan sedikit kecurigaan, agar ketika kandidatnya mengkhianati perjuangan bisa diluruskan.

Masih ingatkan bagaimana keputusan Prabowo Subianto calon presiden yang menjadi rival Jokowi? Setelah pemilu berakhir membuat keputusan bergabung dalam kabinet Jokowi, bagaimana reaksi para pendukungnya, ada yang marah, menghujatnya, bahkan sumpah serapah ditujukan padanya. Sekali lagi jadilah timses dan pendukung yang cerdas agar tidak baperan nantinya.

 Pemilih Harus Cerdik

koleksi-pribadi-5f21741e097f364998758342.jpg
koleksi-pribadi-5f21741e097f364998758342.jpg
Aifa's Colection

Pintar belum tentu cerdik. Tapi kalau sudah cerdik sudah pasti pintar. Pemilih harus menentukan pilihannya terhadap kandidat yang punya kriteria. Misalnya, punya personal branding yang bagus, punya rekam jejak yang baik, dan berpihak pada rakyat. 

Jangan sampai mengubah pendirian pemilih dikala disedorkan dengan lembaran lima puluh ribu rupiah ataupun seratusan ribu rupiah. Atau memilih karena telah diberikan barang tertentu yang bila kita hargakan tidak seberapa.

Suara Rakyat Suara Tuhan?

Dalam ungkapan bahsa latin yang sudah mendunia dikenal dengan istilah "Vox Populi, Vox Dei", yang diartikan suara rakyat adalah suara Tuhan. Suara rakyat akan menentukan panggung politik selanjutnya. Mulut politikus sudah terbiasa mengucapkan istilah tersebut, menggambarkan bahwa kemenangan sepenuhnya tergantung pilihan rakyat.

 Bagaimana kita memaknai pepatah kuno itu, sementara yang terpilih dari suara rakyat kadang kala perbuatannya dalam mimpin sama sekali tidak di sukai Tuhan? Allah berkendak atas apa saja yang Ia sukai. Jadi siapapun yang terpilih itu memang sudah suratan takdir dariNya, manusia hanya bisa berencana, Allah jualah yang menentukan. Wallahuallam Bishawab.  

 Penyamun Suara Rakyat

Adakah kemenangan yang hakiki dalam sebuah kompetisi sekelas pemilu kada? Jawabannya bisa jadi ada dan kebiasaannya tidak. Kenapa saya katakan demikian? Karena politik itu hanya ada kepentingan yang abadi. Ketika syahwat politik menyentuh ubun-ubun politikus, maka dia akan menghalalkan segala cara untuk membuatnya terpilih.

Maka bertebaranlah para penyamun suara rakyat. Penyamun itu sama artinya pencuri atau perampas. Retorika dan janji-janji kampanye mereka telah meluluhkan hati rakyat, sehingga memantapkan hatinya untuk memilih mereka. Keluguan rakyat seringkali dimanfaatkan oleh para politikus busuk. Tak sedikit yang bermain curang saat pemilu untuk memanipulasi suaranya. 

Ketika saya duduk dengan sahabat saya seorang anggota dewan salah satu kabupaten di Aceh, ia mengatakan sangat banyak yang bermain curang. Pada pileg lalu yang menjadi lawannya bermain curang dengan mengerahkan panitia pelaksana pemilu sampai pihak keamanan setempat. Lawannya itu menyerahkan segepok uang kepada pihak terkait untuk memanipulasi agar bertambah porelehan suara baginya. Miris bukan?

Politik Black Campaign juga menjadi senjata andalan mereka yang haus kekuasaan, begitupun dengan money politik atau juga dikenal dengan serangan fajar. Di mata sang politikus itu masih hal yang lumrah dilakukan. Belum lagi dengan kecurangan-kecurangan lain, yang semakin menambah kelam dunia perpolitikan di Indonesia. Jika seperti ini lakon perpolitikan di tanah air kita, masih kah murni suara rakyat itu?

Tidak mengherankan setelah kandidat terpilih banyak rakyat yang merasa kecewa pada mereka. Sementara tuannya yang dipilih hanyut dalam harumnya aroma anggur ruang parlemen, tanpa mau peduli pada rakyat yang memilihnya. Penyamun suara rakyat hanya peduli pada dirinya sendiri, dan terbiasa berternak penjilatnya dengan proyek-proyek yang menyenyangkan perut mereka saja. Penjilat-penjilat inilah yang nantinya akan mendengar titah tuannya untuk terus berada dalam pusara kesesatan berpolitik. Ini dilema. 

Mengubah sesutu yang telah membudaya dan dianggap layak untuk dilakukan, memang sangat sulit. Walaupun ada saja kendala dalam menuju suatu perubahan kearah yang lebih dan bermartabat. Namun dalam hati kita harus terpatri keinginan untuk melakukan perubahan. Jangan biarkan Penyamun Suara Rakyat berbuat sesuka hati. Bila ini terus membudaya, kita akan melihat kemelaratan hidup, kelaparan, dan ketimpangan sosial lain. Efek dari itu semua akan terjadi huru-hara yang lebih besar lagi di negeri ini.

Banda Aceh, 28 Juli 2020

Moehib Aifa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun