Untuk Aceh dari 23 Kabupaten/Kota, sebanyak 15 Kabupaten telah melakukan belajar melalui tatap muka (Klasikal). Sementara 8 Kabupaten yang tersisa belum bisa melakukan belajar secara tatap muka, karena masih berstatus zona merah.
Sudah saatnya pemerintah bahu-membahu dengan semua pihak untuk menyelamatkan dunia pendidikan. Jangan sampai terpuruk dan terjebak dalam situasi pandemi.Â
Pemerintah juga perlu memperhatikan nasib Guru Honorer yang mempunyai dedikasi tinggi untuk diberikan reward yang sepantasnya agar memantik semangat mereka dalam mencerdaskan bangsa.
Guru Harus Kreatif
Ketidak-pastian kapan akan berakirnya masalah pandemic Covid19, membuat guru harus terus berpikir kreatif dan bekerja keras. Seperti yang dilakukan oleh Saifullah, S.Pd., salah seorang Guru Honorer sebuah Sekolah Menengah Pertama di seputaran Kota Langsa Aceh.Â
Tidak jarang ia harus merogoh isi kantongnya sendiri untuk mengajar anak didiknya melalui door to door. Hal itu dilakukan karena kebanyakan muridnya tidak memiliki HP dan kuota internet."Kadang-kadang saya juga tidak memiliki paket internet."Â Katanya. Bagaimanapun, hal ini bukanlah kendala besar yang berarti. Dia tetap melaksanakan tugasnya.
Pak Saifullah tidak terlalu mengeluh soal nasibnya sebagai Guru Honorer yang telah dijalani selama 20 Tahun. Ia selalu ingat pesan dari almarhum Bapaknya.
"Menjadi Guru itu tugas mulia karena mencerdaskan bangsa, uang bukanlah kiblat kita semata dalam melakoni pekerjaan ini. Tapi ada rasa puas dan kebahagian tersendiri manakala melihat anak didik kita berhasil".
Begitulah kurang lebih pengakuan bapak satu anak ini menirukan pesan yang disampaikan oleh almarhum Bapaknya dulu.
Apa yang dilakukan oleh Saifullah merupakan salah satu contoh keadaan Guru yang terus berjuang demi anak didiknya. Sebagai generasi penerus bangsa saat ini yang perlu mendapatkan pendidikan sebagai hak mereka.
Penulis menyadari tidak mudah melakukan terobosan baru agar tercapai tujuan pendidikan yang maksimal di tengah ketidak-pastian karena kondisi Corona.Â