Mohon tunggu...
Muhibuddin Aifa
Muhibuddin Aifa Mohon Tunggu... Perawat - Wiraswasta

Jika Membaca dan Menulis adalah Cara yang paling mujarab dalam merawat Nalar, Maka Kuliah Adalah Pelengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis yang Tak Sempat Kutemui

16 Juli 2020   18:43 Diperbarui: 4 Agustus 2020   10:11 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ibuku belum ditemukan semntara yang lain selamat semuanya" jawabnya. Rahel bisa selamat dari tsunami setelah dibawa air, sempat tenggelam hingga akhirnya tersangkut dan bertahan  di balkon lantai dua sebuah ruko dekat Kantor PLN merduati. Amir memapah Rahel dan saudaranya yang lain menuju Mesjid Raya dan membiarkan Rahel beristirahat disana. 

Dengan alat medis seadanya mereka mulai bekerja membantu korban Tsunami, Kabir dan Amir mahasiswa AKPER yang baru smester satu memberanikan diri mereka untuk melakukan tindakan Heating (menjahit luka), disana terbatas para medis. Mereka mulai kelelahan, didalam mesjid sudah mulai mengeluarkan bau mayat, karena ada beberapa korban yang meninggal akibat kehilangan banyak darah. 

Tanpa terasa hari telah menjelang senja, Amir memberi tau kepada kabir "Aku kebelakang mesjid sebentar ya". Kabir hanya mengangguk karena ditangan masih memegang Nal untuk melakukan tindakan Heating.     

Diluar mesjid tepatnya dibelakang ada tempat yang kosong berdekatan dengan taman bunga, Amir mencoba merebahkan badannya, menatap kelangit yang mulai berwarna jingga berpadu keemasan amir mulai disesaki oleh berbagai perasaan yang kalut. Ia teringat ibu dan ayah, serta keluarganya dikampung, sayangnya ia tidak bisa menghubungi mereka karena sinyal Hand Phone sudah tidak berfungsi lagi, aliran listrikpun sudah terputus. 

Sebentar lagi senja akan berganti malam, akan tercium bau air laut yang bercampur sampah, tanpa cahaya, bertemankan bau darah, bau manyat, akan jadi malam yang mencekam. Amir yang lelah dengan keadaan tiba-tiba pikirannya mulai teringat akan janji nanti malam untuk bertemu dengan seorang gadis yang akan dikenalkan oleh Rahel sahabatnya.

Amir tak pernah tau bagaimana raut wajah gadis itu, yang ia tahu hanya namanya, kata Rahel ia biasa dipanggil "Jamaliah". Berdasarkan kabar yang sering ia dengar dari Rahel dan Erna, gadis itu berparas elok memiliki wajah yang oval, hidung mancung, kulit putih, rambut terurai panjang, tidak gemuk, tidakpun kurus, nyaris sempurna kecantikannya, sesuai dengan namanya Jamaliah (Kecantikan).

"Sayangnya aku tak bisa melihatnya secara nyata, ia telah hilang bersama air laut membawanya pergi untuk selama-lamanya" Amir membatin. Minggu malam berharap bertemu dengannya, akan tetapi Allah bertakdir lain, Tsunami membuat mereka tak pernah bertemu. Sambil menutup mata yang dilanda kesedihan yang mendalam Amir berkata dalam hatinya "Jamaliah, Gadis yang tak sempat kutemui". {} 

Banda Aceh, 16 Juli 2020

Moehib Aifa : Mengenang Musibah Tsunami 26 Desember 2004

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun