"Mereka memutuskan berpisah setelah 20 tahun menjalani biduk rumah tangga tanpa penyambung sejarah, Keputusan itu diambil karena mereka tak sehalaman lagi meskipun dalam satu buku yang sama"
Malam itu Hasan masih mengenakan baju pengantin adat Aceh, ia kelihatan tampan dengan kopiah meukutop diatas kepalanya, kopiah meukutop itu mirip seperti kopiah yang dikenakan oleh Teuku Umar pahlawan legendaris Aceh yang berasal dari Meulaboh, pernak pernik hiasan pelaminan yang dipadupadankan dengan kasab modern menambah  keindahan pelaminan yang masih berdiri manja diruangan rumah mertuanya, Mabit Jamilah tetangga mertua si Hasan, berbisik kepada seseorang "kenapa pestanya masih dilangsungkan, padahal ini sudah berjalan dua hari dua malam?" Makni yang masih punya hubungan saudara dengan tuan rumah mencoba menerangkan "mereka sedang melaksanakan Nazar dari ibu pengantin wanita, dulu ibunya bernazar andaikan aku punya anak setelah ia dewasa dan dipersunting, maka aku akan mengadakan acara pesta tujuh hari tujuh malam" makni mengakiri penjalesannya.
Dengan rasa penasaran dan dahi yang mengerut Mabit Jamilah kembali melayangkan pertanyaan "Kenapa ibunya sampai bernazar seperti itu? Makni kembali me recall memorinya sambil mengunyah daun sirih yang sekali-kali lidahnya terjulur keluar untuk membersihkan daun sirih bercampur pinang diantara kedua bibirnya, ia kembali mencoba untuk menjelaskan,
 "Dulu ibunya tidak pernah mendapatkan keturunan setelah menikahi pria yang dikenal sebagai tentara GAM saat Aceh masih dilanda perang dengan Pemerintah Pusat, meskipun mereka telah hidup bersama selama 20 tahun, akan tetapi ibunya tak sanggup lagi untuk menjelajah hutan sebagai upaya bertahan dan bergerilya"
Makni melanjutkan lagi "Mereka memutuskan berpisah setelah 20 tahun menjalani biduk rumah tangga tanpa penyambung sejarah, Keputusan itu diambil karena mereka tak sehalaman lagi meskipun dalam satu buku yang sama."
"Tak lama setelah perceraian itu mertua si Hasan kembali menikah dengan suami keduanya, setelah masa penantian yang panjang 20 tahun bersama suami pertamanya dan 7 tahun kemudian baru ia memiliki anak pada seuami kedua, jadi jika kita kalkulasikan maka penantiannya untuk mempunyai anak mencapai 27 tahun, makanya ia bernazar seperti itu". Â Makni kali ini menyempurnakan penjelasaannya.
Mabit Jamilah mengangguk sebagai pertanda bahwa dia mulai paham dengan pesta yang telah berlangsung dua malam.
"Berarti masih bakalan ada pesta sekitar lima hari kedepan dong!" Mabit Jamilah membantin dalam hatinya.
******
Setelah usai perhelatan pesta pengantin tujuh hari tujuh malam itu , membuat hasan begitu lelah ia berkata pada istrinya "Nazar macam apa ini?, tulangku terasa remuk jadinya"
"itulah bang resikonya memperistri anak yang dinazarkan, bukankankah dalam islam seseorang yang bernazar harus menyelesaikan nazarnya" istrinya menjawab dengan santai.