“Alah hom hai aleh pajan pule’h jih (huff, entahlah, enatah kapan mereka sembuh),” colotehku dalam hati di pagi itu seraya aku dan teman sejawatku yang lainnya, mendamping para pasien untuk melakukan kebersihan diri ( personal hygiene). Para pasien harus dibimbing mandi, menyikat gigi, dan hal lainnya.
Setelah itu, tiba saatnya aku mendampingi dokter yang mengunjungi ruangan Mawar, satu persatu pasien yang masih bingung dan agresif telah diwanwancarai. Kulirik dokter yang sedang memainkan penanya di atas kertas resep. Dengan nada santai dokter ahli jiwa itu mengatakan, “Dek, tambahkan dosisnya agar pasien ini bisa tidur nanti malam.”
“Iya, Dok,” jawabku singkat.
Waktu mengunjungi para pasien telah selesai, namun dokter ahli jiwa tersebut belum beranjak dari tempat duduknya. Untuk mengisi kekosongan waktu tersebut, aku pun bertanya,
“Dok, apakah pasien dengan ganguan jiwa bisa sembuh seperti sedia kala?”
Maka, dengan gelagatnya yang sangat bersahaja dan berwibawa layaknya seorang dokter, dia mulai menjelaskan dan aku mendengarnya penuh khidmat.
“Kemungkinan sembuh bagi para pasien itu selalu ada, meskipun dalam sebuah buku penelitian dikatakan, dari sekian banyak penderita scizofrenia di seluruh dunia, hanya 30 persen yang bisa sembuh dengan keadaan seperti sediakala.”
“ Ya, kita juga berharap bahwa pasien yang kita tangani, semuanya berada dalam lingkaran 30% tersebut,” kataku.
“Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan, agar pasien yang telah sembuh, tidak berulang lagi gangguan jiwanya, di antaranya adalah: Olah raga, Rekreasi, Kasih sayang, Sosial ekonomi, Menghindari Rokok, Pergaulan/Silaturahmi, Tidur yang cukup, Makanan yang seimbang dan teratur, Pengelolaan waktu yang baik, dan mendekatkan diri kepada Allah, SWT. Itulah sepuluh cara untuk menjaga agar jiwa tetap sehat dan tentram. Bukankah dalam Al-Quran surat Al-Rad (13:28) melalui firmaNya, Allah mengingatkan kita. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram,” Jelas sang Dokter.
Aku hanya menganguk-anggu, isyarat bahwa aku telah paham dengan penjelasannya, hingga tanpa terasa aku dikejutkan oleh pertanyannya,
“Ada lagi, Dek, yang mau ditanyakan?”