Sebagai individu, kita juga harus beradaptasi dengan perubahan ini tanpa kehilangan esensi kemanusiaan kita. Keterampilan yang tidak bisa digantikan oleh AI, seperti kreativitas, kecerdasan emosional, dan kemampuan untuk bekerja dalam tim, akan menjadi keunggulan manusia di era digital ini. Seperti halnya dalang yang menggerakkan wayang dengan penuh seni dan kontrol, kita juga harus memastikan bahwa AI digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, bukan menggantikannya.
Di akhir cerita ini, kita dihadapkan pada pertanyaan besar: Apakah kita siap menjadi dalang di era kecerdasan buatan, mengendalikan dan memanfaatkan teknologi ini untuk kepentingan bersama, atau justru akan membiarkannya mengambil alih, menjadi penonton dalam cerita yang kita ciptakan? Kesiapan kita untuk beradaptasi dengan perubahan ini dan memanfaatkan AI secara etis dan inklusif akan menentukan apakah Indonesia dapat mengendalikan "wayang teknologi" ini dengan bijaksana. Jika kita berhasil menghadapinya, Indonesia bisa menjadi pemimpin dalam penggunaan teknologi yang mengutamakan kemanusiaan, bukan sekadar mengikuti alur yang ditentukan oleh kekuatan besar lainnya.
Moehammad Abdoe, lahir di Malang, pelopor komunitas Pemuda Desa Merdeka, aktif menulis puisi, cerpen, dan opini di media massa nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H