Mohon tunggu...
Muhammad Mufarrikhin
Muhammad Mufarrikhin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Calon edukator abad 21 l Guru privat Bahasa Inggris SD-SMP-SMA Daerah Jakarta Selatan l fb: Muhammad Mufarrikhin l t: @Moehammedfar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Gunung, Hanya Kerikil Saja

17 September 2012   06:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:21 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Terkadang kita jatuh itu bukan karna gunung, tapi karna kerikil”, ujar Bu Intan di salah satu sesi kelas menulis kreatif Balai Pustaka School of Writing.

Mantap sekali kedengarannya kata-kata di atas. Tentunya kata gunung dan kerikil di atas bukanlah berarti sebenarnya alias kiasan saja. Gunung bisa melambangkan sesuatu yang besar, atau masalah yang sulit untuk di hadapi. Sedangkan kerikil menunjukkan makna sesuatu yang kecil, remeh, yang kadang tidak kita sadari keberadaannya.

Sering kali saya, khususnya, dan mungkin teman-teman juga mengalami hal-hal berikut; gagal mempertahankan prestasi, merasa hidup ga maju, dan atau putus cinta. Setelah difikir-fikir sedikit lebih dalam dan merenungkan masalah-masalah di atas, ternyata penyebabnya hanyalah hal remeh. Ga percaya?

3 semester awal lalu saya lalui dengan cukup baik, prestasi saya selalu meningkat dari semester ke semester. Namun, ketika saya melihat nilai semester 4, saya sedikit kecewa dengan hasil yang sudah saya dapat. Pada saat itu saya berucap pada diri sendiri, “Inilah hasil terbaik saya di semester ini!”. Hal ini untuk menutupi kekecewaan dan sekaligus memberi penghargaan pada diri (inget, penting juga lho memberi penghargaan pada diri.. J). Balik, kembali ke topik ‘gunung dan kerikil’. Kenapa prestasi saya menurun? Apa karna gunung atau kerikil? Ternyata hanyalah sebuah kerikil kecil yang tidak saya sadari padahal berserakan di sekitar saya. Contohnya hal-hal kecil yang sering dan selalu saya pelihara selama perjalanan di semester 4 adalah menunda-nunda mengerjakan tugas. Rasa-rasanya kebiasaan buruk ini biasa saja. Namun akhir-akhir ini saya menyadari kalau hal ini adalah kebiasaan yang super buruk. Tak pelak hal ini membuat nilai jelek karna di dalam proses pengerjaan tugas tidak maksimal. Saya pernah terjatuh oleh kerikil L.

Kasus ke dua yang juga sering saya rasakan adalah adanya perasaan hidup yang gini-gini aja. Sesuatu yang dilakukan tiap hari, pasti akan membuahkan kebosanan. Persis, itulah yang biasanya saya rasakan ketika merasa hidup ga maju-maju. Padahal kalau kita jujur pada diri sendiri, belum banyak lho kita melakukan hal yang bisa membuat hidup kita maju! Iya, tho? Hehe .. berarti saya khususnya dan mungkin teman-teman juga sudah terlalu menuntut pada hidup tanpa melakukan usaha ekstra untuk memajukan hidup. Eits, Alhamdulillah saya sudah menemukan jawaban untuk menjawab masalah ini. Mau tau? Ahh.. baiklah kalau kalian memaksa. Kita cuma harus bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang (inget, jangan banyak nuntut dulu J). Nah, biasanya kalau orang bersyukur itu akan merasa sayang dengan nikmat (bisa berupa waktu senggang atau kesehatan) yang ada pada dirinya, makanya dia akan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya kesempatan yang dimilikinya saat ini, detik ini. Semoga deh, kalau sudah melakukan hal tadi, hidup kita bakal maju. Go... Go… Go… Sekali lagi saya pernah dikalahkan oleh kerikil.

Untuk kasus ke tiga, sebenarnya saya tidak terlalu PD untuk membahasnya di sini. Saya masih kalah pengalaman dengan kalian. Tapi, akan tetap saya ulas sedikit saja. Anak muda selalu identik dengan jatuh cinta. Sayangnya, kalau sudah jatuh cinta koq cepet banget ya putusnya? (ga semuanya juga sih …) Kira-kira ada apa dibalik itu semua? Berdasarkan sekelumit pengalaman pribadi dan observasi, biasanya dikarenakan tidak adanya komunikasi yang baik. Dua pribadi yang berbeda tapi ingin jadi satu rentan sekali mengalami hal yang namanya konflik. Jelas, penting sekali dibutuhkan adanya komunikasi antara satu dan yang lainnya. Itu aja deh yang bisa diulas dimasalah ini. Jangan sampai lagi ya kerikil mengganggu hubungan kalian! Kalau sekarang lagi marahan, jangan diem-dieman terlalu lama. Mending diomongin berdua … J

Akhirnya kita sampai pada bagian akhir. Alangkah terhormatnya kita jika kita terjatuh karena kesandung gunung. Sebaliknya, betapa lemahnya kita jika harus kalah terus sama kerikil-kerikil yang ada dalam kehidupan ini. Semoga dengan sedikit ulasan berdasarkan contoh-contoh kasus di atas bisa membuat kualitas hidup kita lebih baik lagi. Amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun