Mohon tunggu...
Moedja Adzim
Moedja Adzim Mohon Tunggu... -

fakir pandir yang berpikir

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ironi dari Sebuah Keironisan

17 September 2010   08:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:11 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

aku lihat pelangi indah dimalam hari.
sunset terbit di pagi hari.
dan sunrise tebenam di senja hari.
ikan - ikan terbang melanglang.
dan burung - burung kini mulai berenang tenang.
bumi berotasi kekiri.
jarum jam berubah haluan kini.
sesuatu yang tabu dianggap biasa saja.
sakral tak lagi menjadi ritual.
poros angin tak menentu.
air panas terasa seperti salju.
embun pagi bak timah cair yang melepuh.
dosapun dilakukan seperti mengejar pahala.
pahala kini seperti hal begit hina.
realita adalah sebuah kepalsuan belaka.
dan kebohongan adalah realita yang diagung-agungkan.
puisi pun kini tak lagi berima.
lagu tak bersyair.
maksiat dilakukan setiap saat.
tak ada lagi kosa kata taubat.
haram pun samar seperti halal.
dan yang halal terasa begitu sukar belukar.
huru hara memecah buana.
mesiu terbang dari ketapel seorang balita.
cintapun kini hanyalah sebuah sex belaka.
musik lebih dari agama.
dan perempuan pun menjadi penggoda.
neraka terlihat seperti taman indah nan mempesona.
surga tak berharga dan tinggal cerita.
horizontal rterlihat begitu tinggi.
dan vertical terlihat amat datar.
seorang hartawan kini makin angkuh.
para fakir menggali kuburnya sendiri.
personifikasi benar -benar terjadi.
benda mati seperti bertuah dan memberi amanah.
tempat hiburan ramai sorai seperi sedang ada tabligh.
dan masjid-masjid sepi bak makam di malam hari.
risalah hanya sebuah cerita.
modernisasi menggerus religi.
dan pesawat pun kini mulai berlayar mencari angin.
kapal - kapal lepas landas mengangan.
tak terhitung orang yang berilmu.
namun seperti kosong otak mereka.
nafsu mengalahkan nalar.
logika kini tak terpakai.
sahabat bagai musuh yang mengancam.
dan orang tua seperti teman sebaya.
tuhan sudah lama tak dipercaya.
hanya hedonisme yang kini meraja.
gelap terliahat begitu menyilaukan.
cahaya kini kini redup tak bersua.
tak jelas antara hitam dan putih.
abu-abu samar yang terlihat lirih.

inilah akhir dari sebuah peradaban..........tentang ironi dari sebuah keironisan......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun