RITUAL PENYAMBUTAN IMAM BARU
Â
Elon, Leonardo Erlagga itulah nama titisan nenek moyangnya, ada yang menjuluki nama itu keren namun adapula yang mengatakan itu asing, aneh dan lain sebagainnya. Masalah kecil selalu dibesar-besarkan, entah mengapa? yah.. mungkin karena dia miskin, kumuh bahkan seorang anak yatim. namun apa boleh buat, semua hinaan, pujian diterima tanpa satu katapun ia lontarakan. Itulah Kehidupan pahit yang harus diterima seorang anak semata wayang, di dusun Oenaek.Â
Elon, Elon kecil yang selalu terbelakang, hidup serba kekurangan, makan pun sulit, namun ia tak menyerah, dibesarkan oleh seorang ibu didewasakan oleh keadaan. karena tak mau membuat ibunya terus bersedih dengan hinaan banyak orang, Elon terus bersekolah dengan fasilitas apa adanya, ke sekolah tidak beralas kaki, baju celanapun penuh balutan, tas pun hanya kresek bekas yang dipilih dijalanan sepulang sekolah.
Demi bertahan hidup Ibunya membanting tulang, berjualan dipasar dari hasil tanammenanam dikebunnya, selepas sekolah Elon selalu membantu ibunya mengambil hasil dikebun untuk dijual subuh kepasar oleh ibunya. Baru duduk dikelas 4 SD Elon sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu, walau kadang langkah kakinya tertatih, lemah, dan putus asa, dia berusaha untuk tetap tegar.Â
Suatu pagi Elon terbangun disubuh saat ibunya bersiap kepasar, hujan begitu deras, ia melihat ibunya tetap pergi kepasar, dengan berpayung daun pisang. "El, jangan lupa sarapan ya, itu ibu sudah buatin kamu teh, dan singkong rebusnya ibu tutup dimeja, jangan sampai telat kesekolah ya Nak, sudah waktunya ibu kepasar, hari hampir pagi, maafin ibu ya, ibu tak menunggu kamu". itulah kalimat yang selalu Elon dengar dipagi subuh, sebelum bangun, dan sudah merupakan alarm terindah, termerdu, dan tertepat bagi seorang Elon.Â
"Iya, bu, Ibu hati-hati, bu apa tak boleh sebentar tunggu hujannya reda dulu ya?". tanya Elon penuh harapan, karena khwatir dengan kesehatan ibunya yang semakin hari semakin tua. "Tidak apa-apa El, kan ada payung, keburu pagi takutnya jualan tak laku banyak hari ini". jawab ibunya sambil memegang payung sebagai payung peneduh tubuhnya.Â
"Oh ya, El itu ibu sudah sediakan daun pisangnya, nanti kalau masih hujan jangan lupa dipakai ya ke sekolah". pesan ibunya lagi. "Ibu pergi ya". "Iya bu". jawab Elon mengiringi kepergian langkah kaki ibunya. setelah ibunya pergi, ia bersiap-siap kesekolah. Hari berganti terus berlalu tak terasa kini sudah 15 tahun berlalu, kehidupan pahit itu semakin membaik.Â
Elon yang dulu bukanlah Elon yang sekarang. Namun ada satu kisah lagi yang harus ia lewati, dimana ia harus rela berpisah dengan ibunya, karena mendapat beasiswa ia harus pindah ke kota untuk melanjutkan keperguruan tinggi, Ia masuk seminar (sekolah Pastor/Pimpinan gereja katolik), tinggal di asrama, karena niat dan cita-citanya ia menjalankan sekolah seminarnya dengan sebaik-baiknya, ia rela tak bertemu ibunya bertahun-tahun demi sekolah pastornya itu, selain jauh dari kampung halamannya, ia juga tak mau melanggar peraturan dan terutama memamerkan apa yang ia jalani saat ini. yang ditunggu-tunggu telah tiba.Â
Dimana Tak terasa sudah 4 tahun dan tiba saatnya, angkatannya harus wisuda yakni pentabisan Imam baru dan dilantik menjadi Pastor. semuanya. tinggal menunggu hari halnya. ia menghubungi ibunya dan mempersiapkan Hari itu Hari yang paling istimewa bagi seorang Elon dan ibunya, ada begitu banyak hal yang Tuhan kabulkan bersamaan, yakni amanah Almarhum ayahnya yang menginginkan ia menjadi seorang Pastor terwujud, anak petani, anak yatim dan anak yang dulu terhina sekarang wisuda, dan kini ia mampu mengangkat derajat keluarganya. Pentabisan Imam baru itu, dilakukan di Kampung halaman Elon, dengan mengadakan pesta adat yakni pesta penyambutan Imam baru, Disana dihadiri oleh keluarga besar Elon, dan beberapa rekan dari Seminar tempat Elon bersekolah. Pesta itu disambut meriah oleh masyarakat Dusun Oenaek, masyarakat kampung yang masih berpegang teguh dan melestarikan adat nenek moyang secara turun-temurun, hingga saat ini.
Hari itu Elon menjadi pangeran, menajdi raja, Elon dijemput di Kota oleh keluarga besar dan orang-orang katolik untuk dibawa ke Kampung halamannya atau tempat Pesta Imam itu yakni dirumahnya. Elon dijemput dengan mobil yang dihiasi layaknya pengantin yang telah menikah.
Saat memasuki area perkampungan, Elon disambut digerbang jalan kampung oleh para penari "tebe" (Tarian khas Pulau Timor, tarian penyambutan tamu terhormat dengan barisan melingkar dan pengalungan selendang tenun khas pulau Timor).Â
Setelah melewati para penari "tebe" itu, kurang lebih 200 meter ada lagi penyambutan "Natoni" oleh tokoh adat kampung itu, (Natoni, artinya sahut, menyahut antara satu orang (toko adat) dan dijawab oleh banyak orang) Natoni itu semacam Pantun, tapi berkhiasan adat dan harus saling berbalasan.Â
Setelah Natoni itu Elon dibawah ke tenda bahagia, dimana segala aneka hidangan adalah makanan adat khas pulau Timor berupa, Singkong rebus, pisang rebus, jagung bose/ jagung katemak, ada juga "Puta Laka" (jenis makanan adat yang terbuat dari sari pohon Nira yang ditumbuk atau haluskan seperti serbuk lalu dicampur dengan kelapa parut dan langsung disangrai di bara api (arang) dengan beralaskan tacu yang terbuat dari tanah liat.Â