Mohon tunggu...
Reza Muhammad
Reza Muhammad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menghargai Klien dengan Mengenakan Blazer, Haruskah?

12 Juni 2017   15:11 Diperbarui: 12 Juni 2017   20:03 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai bagian budaya, mode merefleksikan etika yang diterapkan dalam kehidupan.

Sebagai pecinta fashion, saya mengagumi setiap aspek dalam bidang yang kerap diasosiasikan dengan estetika ini. Beranjak dewasa, melalui para penulis dan pekerja mode yang membagikan ilmu dan pengalamannya, semakin terpesonalah saya. Sesekali diri yang awam ini heran dengan begitu kompleksnya bidang yang sudah ratusan tahun menjadi bagian peradaban tersebut.

Mode, ternyata tak hanya sekedar perkara berbelanja atau padu padan pakaian demi menghias diri. Ia juga refleksi sekaligus pengaruh pada kehidupan secara finansial dan sosial. Bila Anda pernah menyempatkan diri membaca novel yang terinspirasi pengalaman pribadi penulisnya (atau menonton filmnya yang dibintangi Meryl Streep dan Anne Hathaway), sebuah adegan di mana sang pemimpin majalah fashion menyantap Wall Street Journal setiap hari bersama surat kabar dan beberapa majalah lain mungkin bisa memberi sebersit ilustrasi bahwa bidang terkait kebutuhan sandang ini memegang peran penting dalam setiap aspek kehidupan.

Itulah sebabnya, ketika suatu waktu saya mendengar komentar dari seseorang yang mengecilkan manfaat mode bagi dirinya, saya berempati. Mungkin memang mode perkara remeh, baginya. Entah karena kondisi wawasannya dengan elemen budaya tersebut, atau ia belum berkesempatan berkenalan dengan kalangan yang termasuk dalam bidang usaha penyumbang terbesar kedua dunia industri kreatif nasional setelah industri kuliner dan menempati posisi teratas dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 32,3% pada 2016.

Namun memang, sebagaimana pernah diungkapkan ilusionis Deddy Corbuzier kepada saya, manusia cenderung menarik kesimpulan termudah bagi hal-hal yang kurang dipahaminya. Dalam konteks di mana seseorang tadi, yang menurut saya, memberi pandangan yang kurang sedap didengar terhadap dunia mode, saya memaklumi kemungkinan alasan ujaran yang terdengar jujur tersebut.

Image Source: Pixabay.com
Image Source: Pixabay.com
Pengalaman terkait perbedaan pandangan mengenai mode pun terjadi saat mendengar komentar lainnya. Dalam suatu kesempatan, ketika saya pernah bekerja di suatu tempat sebagai penulis dokumen-dokumen perusahaan, ada rumor mengenai kebijakan untuk memakai blazer saat menemui narasumber kami. Seorang kolega mempertanyakan. Haruskah memakai jas yang berkesan formal ini?

Saat itu saya juga memikirkannya. Seingat saya, sebagai pekerja kreatif berupa penulis di tabloid dan majalah mode di masa lampau, tak pernah ada anjuran demikian. Saya boleh memakai kaos oblong dan celana jeans saat melakukan wawancara. Namun itu terjadi karena saya menulis untuk tabloid atau majalah hiburan. Sementara saat ini, saya menulis untuk laporan korporat yang bersifat resmi. Kami menemui organ manajemen, petinggi-petinggi perusahaan yang tentulah sangat penting karena mereka memberi keputusan dan arahan yang menentukan keberlangsungan kehidupan perekonomian orang banyak, seperti para karyawannya. Haruskah saya memakai blazer saat menemui mereka? Saya kan hanya mau wawancara untuk tulisan.

Memori yang kurang nyambung tiba-tiba muncul saat saya merenungkan ikhwal blazer yang tampak sepele dan remeh ini. Visualisasi para artis dalam balutan busana avant garde di karpet merah acara tahunan Met Gala 2016 di Museum of Modern Art New York menyeruak tanpa diundang. Kok jadi teringat ke acara itu? Entahlah. Saya hanya ingat, acara itu bertema Art of the In-Between dan merupakan penghargaan kepada disainer surealis Rei Kawakubo atas koleksi busana rancangannya yang sangat berseni sehingga layak dimuseumkan.

Dan sebagaimana budaya di sana, mengenakan pakaian sang disainer atau setidaknya yang sesuai dengan tema menghasilkan parade manusia-manusia 'berpakaian ajaib'. Ketika ada undangan yang berbusana 'biasa-biasa saja' tentu tidak menjadi masalah besar, namun di saat mereka diharapkan seharusnya mampu menghargai dan menghormati acara dan pengundang, kenapa tidak melakukannya? Ini mengenai dress code. Nyaris menyerupai situasi di saat kita diundang ke kondangan, namun lebih memilih memakai kaus kasual yang cute dibanding batik, kebaya atau gaun pesta. Tidak masalah bila kita tak peduli untuk menghormati pengundang, kan? Juga tak menjadi beban bila kita tak peduli untuk terlihat atau merasa seperti tamu yang tak diundang, tidak pada tempatnya.

Nah, perihal kepedulian menyesuaikan penampilan dengan acara ini mirip dengan isu sebelumnya, si blazer yang menimbulkan ketidaknyamanan tadi. Memakai blazer untuk menemui sang petinggi perusahaan, menurut saya, hanyalah masalah etiket. Dengan berpakaian sama rapi dan resminya dengan mereka, kita menghargai. Bukan berarti tanpa blazer kita kurang menghormati. Hanya saja, ketidakpedulian akan hal kecil biasanya meninggalkan kesan kurang menyenangkan.

Saya kemudian membayangkan, tentulah tak nyaman bagi mereka yang tak terbiasa memakai blazer kemudian 'dipaksa' memakainya. Bukankah busana kita mencerminkan kepribadian? Kalau jas yang resmi itu kontradiktif dengan gaya berpakaian personal yang bebas dan santai, kenapa harus dipakai? Ya mungkin memang seharusnya tak dipakai. Namun kita bekerja pada pihak yang mensyaratkan perilaku (termasuk cara berbusana) sesuai nilai-nilai mereka. Oleh karena itu, berbusanalah sebagaimana yang diharapkan.

Sumber gambar: blog.indochino.com
Sumber gambar: blog.indochino.com
Mode memang dunia penuh keindahan yang kerap terlihat dibuat-buat dan kurang bermanfaat. Namun beberapa hal utama kehidupan-salah satunya etika-merupakan esensinya. Kali ini saya menulis mode sebagai bagian etika. Mungkin kapan-kapan saya menulisnya dari sudut pandang lain; ekonomi, misalnya. Namun entah kenapa, saya suka menulis hal yang kurang penting saja, yang umumnya terilhami oleh pengalaman dan kebingungan yang disebabkan pemahaman yang kurang signifikan untuk dibahas; mode sebagai bagian etika.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun