Mohon tunggu...
Reza Muhammad
Reza Muhammad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tiga Alasan Logis untuk Berhijab

8 Juni 2017   01:56 Diperbarui: 8 Juni 2017   17:34 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya saya mohon maaf, apabila ada yang kurang berkenan dengan yang akan saya utarakan. Artikel ini hanya berdasarkan pemikiran sederhana. Kalaupun tak setuju, setidaknya bisa jadi cara untuk mengenal aturan berbusana yang dianjurkan bagi saudari kita yang menganut kepercayaan mayoritas di tanah air. Sekali lagi, saya tidak berniat menistakan kepercayaan apapun disini. Dan saya, untuk itu, memohon maaf sebesar-besarnya.

Berhijab, yakni berbusana dengan menutupi  seluruh tubuh hingga pergelangan tangan dan wajah bagi wanita, merupakan bagian ajaran Islam. Panduan berbusana ini dijelaskan dalam kitab Al Quran. Dalam surat An Nur ayat 31, wanita diperintahkan mengenakan kerudung yang menutupi hingga dadanya. Perintah berhijab juga disebutkan dalam surat Al Ahzab ayat 59. Memang, berjilbab tidak menjadi ukuran kadar keimanan. Namun, bila ajaran itu untuk keselamatan, kenapa tidak mengikutinya?

Islam juga mengajarkan wanita untuk berpakaian sewajarnya; tidak ekstravagan tanpa tujuan yang bermanfaat. Saya menafsirkannya sebagai cara berpakaian yang mencegah diri dari sifat keangkuhan sekaligus menolong saudari lain untuk terhindar dari sifat iri dengki yang mungkin belum dapat mereka kontrol. Bila Anda mencintai keindahan dan ingin mengekspresikannya melalui  tekstil atau dekorasi busana yang mewah,  mengapa tidak? Namun tidakkah sebaiknya dikenakan di rumah sendiri? Kalau dipakai bepergian, mungkin harus lihat-lihat tempat tujuan dan lingkungannya dulu, ya.

Saya pikir ada banyak sekali alasan logis dan praktis mengapa berhijab sangat bermanfaat dan mempermudah kehidupan. Tiga diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Menghindarkan diri dari fitnah.

Ya, kita tak pernah tahu apa yang ada dalam pikiran setiap orang di sekitar kita. Beberapa model busana yang bukan  ditujukan untuk gaya berhijab memang menyanjung kecantikan wanita dengan menegaskan indahnya kulit dan lekuk tubuh alami pemakainya. Bagi perempuan, tubuh adalah haknya, mau diperlihatkan atau tidak. Namun seringkali hak yang dilindungi ini disalahartikan. Kerapkali wanita yang berbusana terbuka disalahtafsirkan karena cara berpakaian tersebut  lekat dengan seksualitas.

Saya teringat contoh kejadian fitnah karena busana yang minim bahan.  Sekali waktu, saya bersedih menonton video yang diunggah di youtube, dimana seorang wanita begitu marah dan menghardik warga suatu kampung disebabkan beberapa diantaranya menyampahinya dengan ujaran yang kurang pantas. Melihat gaya berbusananya yang luar bisa dermawan memperlihatkan kemolekan tubuh seraya memamerkan belahan dada dan paha, beberapa warga mengasosiasikan penampilan itu dengan para pemeran film-film panas, atau para wanita penghibur. Jika wanita tersebut tersinggung karena merasa difitnah, saya memahami kemarahannya. Bisa jadi dia bukan wanita penghibur. Menurut saya, tentu saja dia berhak meluruskan fitnah, walau saat itu dilakukan dengan begitu dramatis sehingga ada pihak yang merasa kehebohan tersebut layak dipertontonkan di media sosial. Namun, tidakkah peristiwa itu memalukan?  Syukurlah, konflik tersebut berakhir damai. Warga yang melontarkan fitnah meminta maaf.

Saya hanya bisa mendoakan, semoga berbagai permasalahan miskomunikasi seperti itu tak terjadi lagi. Menurut saya, sebaiknya kita semua mempertimbangkan dampak cara kita berpakaian sebelum meninggalkan kediaman masing-masing.

2. Menghindarkan diri dari kejahatan seksual.

Anda pernah membaca atau menyaksikan berita mengenai kekerasan seksual dan juga demo hak mengenakan rok mini? Kasus perkosaan  umumnya disebabkan pelaku terdorong beraksi karena terangsang melihat bagian tubuh korban yang dipertontonkan. Namun, sebagian wanita menganggap berpakaian seksi adalah hak mereka dan bukan menjadi  pembenaran atas perbuatan jahat pelaku.

Menurut situs resminya, Komnas Perempuan telah mendata sebanyak 93.960 kasus kekerasan seksual pada kaum hawa yang terjadi sejak 1998 hingga 2010.  Artinya, dalam kurun 13 tahun, setiap hari ada 20 (19.80) korban. Dari angka tersebut, Komnas ini mengelompokkannya kepada jenis kekerasan yang lebih spesifik. Mereka menemukan bahwa perkosaanlah jenis  kasus terbanyak. Kasus pelecehan seksual secara fisik, verbal atau tindakan yang menjadikan korban sebagai objek seks berada di peringkat ketiga.

Terkait himbauan mantan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, agar perempuan sebaiknya tidak mengenakan rok mini saat bepergian dengan kendaraan umum, sekelompok perempuan menyuarakan aspirasinya. Para perempuan yang menamai diri Kelompok Perempuan Menolak Perkosaan berdemo di kawasan Bundaran HI pada 18 September 2011 silam dengan mengenakan rok mini dan beberapa diantaranya juga memakai atasan tanpa lengan. Sebagaimana diberitakan di situs Tribunnews, mereka menganggap pemikiran bahwa perkosaan yang diakibatkan penampilan seksi itu tak bisa diterima.

Bagaimana menurut Anda?

Kalau saya boleh beropini, ada begitu banyak alternatif untuk mempermudah kehidupan kita. Sebagaimana di bidang kehidupan lainnya, pilihlah yang aman. Ya, kita memang memiliki hukum yang melindungi. Namun itu tidak berarti menghentikan kemungkinan kasus  kriminal  untuk menghampiri kita. Ingatlah, pria adalah makhluk visual. Ketika Anda berpakaian seksi di dalam rumah, tentu jauh dari bahaya . Namun, saat bepergian dimana setiap pria tak dikenal melihat Anda dalam pakaian yang mempertontonkan lekuk tubuh apalagi terbuka, apakah Anda bisa memastikan terbebas dari kemungkinan pelecehan seksual? Ibarat mengunci rumah untuk menghindari perampok, kuncilah kesempatan 'maling' untuk menjahati kehormatan yang berharga. Ingatlah, selain disebabkan adanya kesempatan, maling cenderung memilih korban yang lebih 'gampang dan mengundang' untuk ditaklukkan.

Dalam konteks ini, saya melihat begitu besarnya kemungkinan saudari kita yang berhijab untuk terhindar dari kejadian-kejadian serupa.  Begitu besar pula kemungkinan mereka untuk menjaga nama baik keluarganya hanya dengan cara menutupi tubuh melalui pakaian yang sesuai aturan agama.

3. Melindungi kesehatan dan kecantikan.

Gaya berbusana hijab menjaga kesehatan wanita yang mengenakannya. Bayangkan polusi udara dan pemanasan global. Betapa buruknya mereka berdampak pada rambut dan kulit. Kulit adalah jalan masuk berbagai kuman. Bila tak terlindungi, ia pun menjadi target kanker kulit melalui paparan matahari secara langsung.

Kanker kulit disebabkan paparan sinar ultraviolet (UV) alami maupun buatan (lampu UV dan tanning bed) yang  diperburuk dengan menipisnya lapisan ozon. Situs Faktakanker.com mengatakan betapa kanker ini bisa menyebar dan mempengaruhi organ tubuh lain dan berakhir fatal seperti kebutaan. Menurut data WHO, sebagaimana disebutkan dalam situs Alodokter, sekitar 132 ribu kasus kanker kulit bernama melanoma  muncul setiap tahun di seluruh dunia. Situs ini pun menyebutkan bahwa wanitalah yang lebih berisiko menderita penyakit mematikan ini.

Rambut, seperti yang diyakini banyak salon kecantikan, adalah mahkota. Anda mungkin berpendapat sama. Nah, bila mahkota kesayangan ini rontok atau rusak karena paparan sinar matahari, tak mau dong? Memakai produk anti sinar UV pada rambut ternyata tak seefektif mengenakan penutup kepala, ungkap situs Livestrong.com. Wah kalau begitu, kenapa tak berhijab saja? Praktis tak perlu berbagai pernak-pernik perawatan yang rumit.

Tak mau gerah  mengenakan pakaian tertutup?  Jangan khawatir. Dengan blus, tunik atau kaftan berpotongan  longgar ,  penguapan keringat akan lebih cepat. Gerah atau gatal karena keringat biasanya disebabkan busana yang ketat. Sebenarnya banyak dampak negatif busana ketat. Selain berpotensi penjamuran, memakai baju ketat juga bisa menyebabkan penyakit asam lambung, lho. Tak percaya? Google saja.

Saya percaya, saudariku semua sudah mengetahui betapa maju dan berkembangnya dunia mode hijab. Ini tidak saja di Indonesia namun juga di luar negeri. Di Indonesia, sejak tahun 2011 kita mulai mengenal disainer dan merk busana muslim yang koleksi rancangannya begitu modern dan bergaya, seperti Dian  Pelangi dan Anniesa Hasibuan. Di negara tetangga, kita mengenal Ahley Isham, Tom Abang Saufi hingga Jovian Rayke Mandagie yang merancang busana yang cocok untuk para muslimah. Sementara di  kancah global, sejak 2016, Dolce & Gabbana telah meluncukan lini khusus dengan menyajikan koleksi abaya yang Islami. Alhamdulillah. Pilihan dan inspirasi gaya berhijab semakin beraneka ragam.

Dengan ketiga alasan yang sangat logis tadi, menurut saya, sebaiknya muslimah menjadikan  hijab sebagai gaya berbusana. Kalau gaya ini jelas-jelas mendatangkan banyak manfaat, mengapa memilih gaya lain berisiko mendatangkan mudharat? Berhijab, yuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun