Oleh karena itu, perlu ada usaha tajdid (pembaharuan) dan pemurnian ajaran Islam yang tersebar di tengah masyarakat. Kaum muslim membutuhkan orang yang akan memperbaharui agama ini dengan mengembalikan keaslian dan kemurnian ajaran suci ini. Dan Allah telah memberikan anugerah-Nya dengan memunculkan para mujaddid (pembaharu) yang mengikuti jejak Rasulullah untuk menghidupkan kembali ajaran Islam yang murni. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah:
Tenta
إنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
“Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui mereka.” (HR. Abu Dawud : 4291)
Tentang urgensi tajdid, Imam a-Munawi mengatakan, “Ketika Allah menetapkan Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul, sementara berbagai peristiwa dan kejadian tak terhitung jumlahnya, padahal mengetahui hukum agama sudah menjadi tuntutan hingga hari kiamat; Di samping itu, zhahir nash-nash syariat belum cukup untuk menerangkan hukum semua peristiwa-peristiwa itu, sehingga harus ada cara yang bisa menyingkap semuanya. Maka hikmah Allah melahirkan para ulama di penghujung tiap abad yang memikul beban untuk menjelaskan kejadian-kejadian tersebut."
Dari tajdid inilah, muncul inovasi-inovasi baru yang memurnikan ajaran Islam seperti sedia kala, tanpa menyalahi lambu-lambu syariat. Misalnya, pengumpulan naskah-naskah al-Quran pada masa Abu Bakar atas gagasan Umar bin Khatthab dan Kodifikasi hadis yang dilakukan berdasar perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz (khalifah kedelapan Bani Umayyah). Pada intinya, semua inovasi yang dilakukan oleh generasi salaf, tidak ada yang menyimpang dari ajaran-ajaran syariat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H