Mohon tunggu...
Moch Taufiq Zulmanarif
Moch Taufiq Zulmanarif Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer Mojokerto

Content writer Mojokerto | Kompasianer Malang | Social Media Anthusiast | Agriculture Fresh Graduate | One piece lover ⛵

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mengubah Jakarta Menjadi Kota Ramah Air, Mungkinkah?

10 September 2019   21:50 Diperbarui: 11 September 2019   21:31 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu tantangan di kota besar seperti Jakarta adalah pengelolaan air. Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat bisnis menjadikan setiap sudut ruang berharga untuk kegiatan pembangunan. 

Kebutuhan akan ruang hijau serta pengelolaan air hujan seringkali hanya menjadi sebuah kebijakan seadanya karena terbentur dengan kebutuhan tempat tinggal, perkantoran, serta pusat bisnis.

Setelah informasi pemindahan ibukota ke Kalimantan tersampaikan beban Kota Jakarta menjadi berkurang. Saat ini Jakarta menjadi pusat bisnis saja. Beberapa gedung pemerintah yang berada di lokasi strategis perlu untuk segera di amankan sebagai lokasi ruang terbuka hijau baru. 

Penambahan ruang terbuka hijau dari pindahnya gedung" pemerintahan menjadi investasi jangka panjang bagi jakarta untuk mengurangi dampak dari kekurangan sumberdaya air serta dalam menghadapi perubahan iklim serta bencana alam yang sering terjadi seperti banjir.

Upaya menjadikan Jakarta sebagai Kota Ramah Air sangat perlu di apresiasi. Hal ini mengembalikan fungsi atau kondisi awal Kota Jakarta ada yakni sebelum dan pada zaman kolonial. 

Pemerintah Belanda sudah membuat peta wilayah dan kota jakarta agar mampu mengalirkan air dengan baik serta bertahan terhadap adanya kenaikan air laut. 

Jakarta dulu adalah sebuah daerah yang direklamasi agar bisa ditinggali. Saat ini jakarta merupakan kota yang memiliki beban yang sangat berat karena penambahan penduduk dan juga pembangunan  yang tak melihat pada dampak yang ditimbulkan.

Potensi perbaikan Kota Jakarta mulai tampak, seiring upaya pemindahan ibukota negara. Upaya Kota Ramah Air menjadi jembatan agar Kota Jakarta yang awalnya menjadi daerah asri dan memiliki sungai yang bersih sebagai mana pada tahun 1736 sesuai gambaran Hedyt (Darma Ismayanto, Historia 2016). 

Konsep Kota Jakarta pun baru dirumuskan oleh Gubernur Sudiro dengan munculnya Undang-Undang Pembentukan Kota No. 168 Tahun 1948. Rancangan (Master Plan) yang ada masih memikirkan kebutuhan warga dan solusi jangka pendek atas masalah yang muncul pada saat itu. Padahal Jakarta memiliki masalah besar terhadap kondisi lingkungan yang belum dipikirkan secara jangka panjang.

Solusi kota ramah air saat ini sudah di kaji di wilayah Kota Bogor sebagai hulu DAS Ciliwung. Pembahasan yang masih panjang terkait kota ramah air. Perencanaan dan penelitian yang dilakukan sudah cukup baik dan bisa di adaptasi oleh berbagai kota di Indonesia yang mayoritas dilewati oleh sungai. 

Progam yang di jalankan oleh berbagai perguruan tinggi, pemerintah daerah serta stakeholder yang berhubungan dapat menjadi solusi penataan Kota Jakarta menjadi daerah ramah air.

Pengelolaan kota berbasis pada lingkungan khusunya air merupakan metode lama yang digunakan oleh kerajaan di Nusantara seperti Majapahit dan Sriwijaya. Pengelolaan sungai menjadi poin utama. 

Aktivitas perdagangan serta potensi bencana yang melibatkan air menjadi sangat mendesak untuk diatur agar permasalahan tidak timbul dalam jangka waktu panjang. 

Sesuai dengan jurnal dari Silvia Serrao-Neumann (2019) terkait bagaimana pengelolaan kota menjadi ramah air adalah dengan pendekatan kembali rencana tata kota dan tata ruang Jakarta saat ini dan proyeksi kedepannya. Konsep kota ramah air memiliki kunci pada pengelolaan sumberdaya air berkelanjutan. 

Konsep yang didasarkan pada tiga pilar utama yakni daerah kota sebagai daerah tangkapan air, kota yang menjaga jasa lingkungan, dan kota yang peka akan kondisi lingkungan air.

Beberapa hal sudah mulai dibenahi mulai dari normalisasi sungai hingga perbaikan drainase dan hal-hal lain yang sudah mulai dikerjakan sejak zaman Gubernur Ali Sadikin menjabat. Semua progam yang dikerjakan selalu di minta  "cepat" oleh warga net ataupun warga Jakarta untuk terselesaikan. 

Padahal intensitas hujan tiap tahun berubah serta berbagai kendala yang muncul tiap tahun pun berbeda sehinga setiap progam tidak bisa mengatasi permasalahan dengan cepat juga. 

Pemerintah Pusat juga turut andil dalam membantu percepatan dengan adanya pembuatan Bendungan Sukamahi, Bendungan Ciawi dan Sodetan Kali Ciliwung. Berbagai progam tersebut juga membantu agar Jakarta bisa terbebas dari banjir dan air bisa tenang melewati Kota Jakarta dan bisa langsung menuju ke laut lepas

Upaya warga menjadi penting kala pemerintah sudah mengupayakan agar Kota Jakarta ramah air. Upaya agar tidak membuang sampah di sungai ataupun sekedar menggunakan air seperlunya manjadi hal dasar yang penting agar Kota Jakarta ramah air. 

Pemerintah juga perlu memprioritaskan perbaikan tata kelola air baik sungai maupun pengelolaan limbah rumah tangga maupun limbah pabrik yang melewati sungai. Sinkronisasi kemampuan tersebut dapat menjadi pemacu kondisi lingkungan Kota Jakarta menjadi lebih baik.

Referensi :

historia.id

australiaindonesiacentre.org

sciencedirect.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun