Mohon tunggu...
Muhtarul Alif
Muhtarul Alif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Peneguk Manisnya Kalam Ilahi

Seorang mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir Institut PTIQ Jakarta Program Kader Ulama Masjid Istiqlal dan alumni Pesantren Pasca Tahfidz Bayt al-Quran PSQ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Minimalisme Barat dan Zuhudisme Islam

2 Maret 2022   14:05 Diperbarui: 2 Maret 2022   14:16 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Minimalisme Barat Hasil Copas Zuhudisme Islam

Dewasa ini, di belahan dunia Barat ada juga konsep mirip-mirip dengan zuhud yang disebut minimalisme. Minimalisme ini tentunya bukan pacarnya Dilan. Lalu siapa sebenarnya minimalisme ini? Sedekat apa hubungannya dengan Zuhud?

"Demi Allah, Kefakiran yang menimpa kalian tidak membuatku resah, akan tetapi Aku takut dihamparkannya dunia kepada kalian sebagaimana umat sebelum kalian, kemudian kalian saling berlomba-lomba layaknya mereka dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka" (muttafaq alaih).

Kalau anda pernah nyantri, pasti tidak asing dengan kitab-kitab yang memuat hadis secorak dengan hadis diatas, Riyadhus Salihin, Tanbihul Ghafilin, Risalah Mu'awanah, Irsyadul Ibad, Minahus Saniyah, Ihya Ulumuddin serta segudang karya lain memaparkan panjang lebar mengenai zuhud.

Imam Abdul Wahab Syarani  dalam Minahus Saniyah, mendefinisikan Zuhud sebagai "Upaya menyingkirkan benih cinta dunia dari hati, dan bukan dari genggaman tangan karena tiadanya larangan syariat terhadap perdagangan dan pekerjaan".  Definisi dunia sendiri menurut beliau adalah kelebihan dari kebutuhan syar'I.  

Imam Turmudzi sebagaiman dikutip al-Ghazali dalam Irsyadul Ibad mengatakan bahwa, "Zuhud dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal, dan membuang percuma hartamu, tetapi Zuhud adalah ketika apa yang di genggamanmu tidak engkau andalkan melebihi apa yang disisi Allah. Serta andaikata engkau tertimpa musibah, kamu malah lebih mengharapkan pahalanya ketimbang  barang tadi sekiranya kamu tidak tertimpa musibah".

Sebenarnya banyak sekali definisi lain, tapi akan terlalu panjang jika dikemukakan semuanya. Intinya, bisa dikatakan bahwa kamu boleh memiliki harta sebanyak-banyaknya, tetapi kamu hanya mengambil sebagian yang sangat dibutuhkan dirimu, dan mengembalikan sisanya dalam rangka ketaatan kepada Allah.

Lalu, bagaimana dengan minimalisme?

Fenomena tren minimalis sendiri -sebagaimana dilansir imasndra.com- mulai populer di Amerika Serikat  selepas krisis sosial 2008. Krisis tersebut tak pelak menyebabkan pengangguran menyebar luas, kemiskinan merajalela, pedagang kaki lima... (eh malah nyanyi). Pada periode inilah, masyarakat mulai getol mempraktikkan gaya hidup minimalisme dengan mengurangi belanja dan menggunakan barang yang sudah ada.

Fenomena barat sebenarnya merupakan sebuah pengulangan dari gagasan Zen Budha ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Zen telah terlebih dahulu memperkenalkan konsep "kesedikitan" atau "kekosongan" . Zen sendiri merupakan cabang Budhisme yang identik dengan minimalisme ala jepang.

Kembali ke minimalisme, Ada sebuah buku karya Francine Jay yang membahas secara khusus mengenai "Seni Hidup Minimalis", sebagaimana judulnya. Jay lebih memilih mengidentikkan minimalis dengan istilah "ruang", dibanding istilah "kosong". Menurutnya kata kosong identik dengan kehilangan, kehampaan, kesepian dan kesunyian. Sedangkan kata ruang justru mengidentikkan adanya kebebasan; kebebasan bergerak, berpikir, berkarya bermain dan sebagainya.

Menerapkan minimalisme, menurut Jay, berarti kitalah pemegang kendali atas barang milik kita, bukan sebaliknya. Kita yang menentukan ruang, fungsi dan potensi rumah kita. Kita mengubah rumah menjadi tempat lapang, segar serta hanya berisi hal-hal bermakna dalam hidup kita.

 Paparan-paparan Jay dalam bukunya dapat disimpulkan bahwa minimalisme lebih mengesankan kepada gaya hidup, khususnya berkaitan dengan arsitektur rumah. Minimalisme juga menitikberatkan pentingnya penguasaan diri terhadap apa yang dimiliki. Bila anda mengikuti gaya ini, berarti Andalah adalah pengendali utama dari barang yang Anda miliki, Andalah pemegang kebebasan sepenuhnya terhadap barang Anda. 

Sebaliknya,barang-barang Anda tidak mampu mengontrol tindakan Anda. Barang-barang Anda tidak mampu menyita waktu berharga Anda. Pakaian Anda tidak berhasil menghabiskan waktu Anda karena harus menjejali cermin dengan seluruh tumpukan aneka setelan baju dan celana Anda, lalu membuat Anda terlambat menikmati momen indah bersama pasangan atau keluarga tercinta Anda.

Konsep minimalisme sekilas mirip dengan Zuhud, yakni Anda boleh memiliki harta, tapi jangan sampai barang Anda membuat hati Anda terkuras perhatiannya. Akan tetapi, konsep Zuhud menekankan bahwa tujuan penggunaan harta sekedar kebutuhan utama adalah dalam rangka mencari Ridho Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun