Mohon tunggu...
Mochtar YoniKuncoro
Mochtar YoniKuncoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya

Seorang mahasiswa yang gemar meneliti bahasa dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Alasan Orang Amnesia di Sinetron Masih Bisa Bilang "Aku Siapa?": Kajian Psikolinguistik

30 November 2023   10:45 Diperbarui: 30 November 2023   11:28 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Sinetron. Jenis tayangan televisi yang satu ini kayaknya nggak akan bisa punah, setidaknya dalam waktu dekat ini. Mau sekeras apa pun kita berteriak bahwa kualitas cerita sinetron Indonesia sudah berada di ambang batas terbawah kewarasan umat manusia, nyatanya program ini masih eksis, haha-hihi bertengger di urutan sepuluh besar rating program televisi. Artinya apa? Artinya program ini masih ada peminatnya. Iya, masih. Banyak malah. Kalau udah begini, berlakulah perkataan "di situ ada permintaan, di situ ada penawaran".

Kalau dipikir-pikir, rasanya memang gak masuk akal banget kenapa tayangan yang episodenya puuuaaanjang dan alurnya mbuuulet itu bisa tetep ada penontonnya. Apalagi alur ceritanya ya itu-itu aja. Iya, apalagi kalau udah mentok gak ada ide lain, maka saatnya mengeluarkan jurus pemungkas. Apa itu, Pemirsaaaa? Yak! AMNESIA! Amnesia ini rupanya jadi jalan pintas untuk pihak produksi sinetron untuk me-reset alur cerita. Dalam sinetron, tokoh yang mengalami amnesia bakal tidak inget dengan siapa pun. Bahkan dalam kondisi ekstrem, dia nggak inget dengan dirinya sendiri! Wow, mind blowing, yak, Pemirsa!

Pemirsa, tokoh yang mengalami amnesia ekstrem ini, karena udah saking gak ingetnya dengan apa-apa lagi, akhirnya hanya bisa menangis histeris sambil mengatakan ucapan template, "Aku siapa? Aku di mana? Kamu siapa? Aku tidak ingat siapa pun!" Saat nonton adegan itu, ingin banget rasanya teriak sambil mukul tokoh itu. Gedek banget sumpah.

Tapi, kalau dipikir-pikir, kok bisa, ya, tokoh yang udah nggak inget dengan apa pun tapi masih bisa ngomong? Kalau mereka hilang ingatan kan harusnya juga gak inget bahasanya dong, ya? Ini tuh emang bisa dijelasin secara ilmiah atau ya sekadar salah satu bukti tambahan keabsurdan sinetron Indonesia? Nah, kali ini kita patut sedikit bernapas lega, Pemirsa. Ternyata, ini tuh bisa dijelaskan secara ilmiah. Ya maksudnya tuh setidaknya sinetron kita gak jelek-jelek amatlah, masih mengandung fakta.

Kuliah di jurusan Sastra Indonesia membuat diri ini akhirnya mendapatkan jawaban atas kekepoan yang sudah saya simpan bertahun-tahun ini. Di jurusan yang kerap dianggap tidak penting ini akhirnya saya justru mendapatkan pencerahan perihal alasan mengapa orang amnesia di sinetron masih bisa menanyakan pertanyaan absurd, "Aku siapa? Aku di mana?" dan sebagainya. Ya sebenernya ini juga penting nggak penting, sih.

Singkatnya, di mata kuliah Psikolinguistik kita akan diajari tentang bagaimana otak manusia memproses bahasa. Mungkin banyak dari kita yang udah tau kalau otak kita itu dibagi menjadi dua bagian, yakni hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Nah, bagian otak yang mengatur masalah bahasa itu letaknya di hemisfer kiri, Pemirsa. Lebih tepatnya lagi di area Broca (Brodmann 44 dan 45) dan Wernicke (Brodmann 22). Proses berbahasa dimulai ketika kita mendengar suatu bunyi. Bunyi itu akan masuk ke telinga kemudian akan diproses di korteks primer auditori yang terletak di lobus temporal. Di sini, bunyi itu akan diidentifikasi apakah itu bunyi bahasa, musik, atau ya sekadar bunyi random gak jelas -misalnya bunyi mulut tukang ngutang-. Setelah diidentifikasi, bunyi tersebut kemudian dikirim ke area Wernicke. Area Wernicke ini adalah area di otak yang bertugas untuk memahami bunyi bahasa (jadi kalau omongan cewek kamu gak bisa dipahami, jangan langsung nyalahin cewekmu). Setelah bunyi bahasa tersebut dimaknai oleh area Wernicke, maka ada dua kemungkinan. Jika tidak butuh tanggapan, maka akan disimpan. Jika butuh tanggapan, maka input tersebut akan diteruskan ke area Broca melalui fasikulus arkuata untuk ditanggapi. Nah, area Broca ini akan memutuskan tanggapan verbal apa yang akan diujarkan oleh mulut. Jika sudah diputuskan, maka area Broca akan nyuruh -kayak bos aja nyuruh-nyuruh- korteks motor untuk menggerakkan organ wicara.

Pyuh, gak singkat juga ternyata penjelasannya, wkwk. Trus, apa dong hubungannya antara materi psikolinguistik ini tadi dengan orang amnesia di sinetron? Ada hubungannya dong! Jadi, seperti yang udah dijelaskan di awal, bahwa area yang bertanggung jawab dalam urusan bahasa hanya bagian-bagian tertentu di hemisfer kiri, yakni terutama area Broca, Wernicke, dan fasikulus arkuata. Nah, sementara itu, bagian yang mengatur memori jangka panjang adalah hipokampus. Sehingga, letaknya tidak sama. Jika misalnya tokoh mengalami stroke akibat kecelakaan kemudian yang terdampak hanyalah hipokampus, maka peristiwa berupa hilang ingatan tersebut dapat terjadi. Sementara itu, jika area yang bertanggung jawab dalam urusan bahasa ikut terdampak, maka afasia dapat terjadi. Afasia merupakan gangguan berbahasa akibat rusaknya area-area tersebut. Afasia sendiri banyak jenisnya, tergantung area mana yang terdampak. Jika yang terdampak adalah area Wernicke, maka tokoh tersebut akan mengalami afasia Wernicke dan ia tidak akan mampu memahami ujaran orang lain. Sementara itu, jika yang terdampak adalah area Broca, maka tokoh tersebut akan mengalami afasia Broca dan ia tidak akan mampu menyampaikan gagasan dengan normal. Jadi, tokoh di sinetron masih mampu berkata, "Aku siapa? Aku di mana?" karena area Broca tokoh tersebut tidak terdampak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun