Mohon tunggu...
Mochtar YoniKuncoro
Mochtar YoniKuncoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya

Seorang mahasiswa yang gemar meneliti bahasa dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Representasi Stereotip Suku Pedalaman terhadap Orang Kota dan Kompleksitas Interaksi Masyarakat Suku Pedalaman

1 Oktober 2023   09:24 Diperbarui: 1 Oktober 2023   09:27 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


     Serial India rupanya masih menjadi tayangan unggulan ANTV. Bagaimana tidak, deretan serial India masih terus-terusan ditayangkan oleh salah satu televisi swasta Indonesia ini, sebut saja di antaranya Imlie, Bhagya Lakshmi, dan Vish. Tidak hanya itu, masih ada serial India lain yang antre menunggu giliran untuk tayang, sebut saja Nath dan Karn Sangini.

     Di antara judul-judul tersebut, serial India Vish merupakan serial yang akan segera berakhir penayangannya. Faktanya, serial yang dibintangi oleh Vishal Vashishtha, Sana Makbul, dan Debina Bonnerjee ini akan tayang terakhir kali di layar kaca ANTV pada 1 Oktober ini. Menariknya, di episode terakhir tersebut, serial bergenre supernatural ini akan membawakan track yang menyangkut gerakan pelestarian lingkungan. Track ini akan menyoroti aksi masyarakat yang mengeksploitasi lingkungan tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan terhadap kelestariannya.

     Pada episode terakhir serial India Vish ANTV, diceritakan bahwa Sabrina, seorang Vishkanya, menculik janin Alia dan membawanya ke sebuah tempat bernama Mrityu Ghatee (Lembah Kematian). Diceritakan bahwa Mrityu Ghatee (Lembah Kematian) terletak di sebuah hutan lebat di India tengah. Di lembah tersebut konon terdapat permata dan batu mulia yang bernilai tinggi secara ekonomi. Oleh sebab itu, banyak orang yang berbondong-bondong ke sana. Namun, di lembah tersebut terdapat banyak binatang berbahaya yang merenggut nyawa mereka sehingga tak ada satu orang pun yang selamat dan berhasil mengambil permata serta batu mulia yang diidam-idamkan. Mengetahui tempat tersebut sangat berbahaya membuat Sabrina memutuskan membawa janin Alia ke sana dengan harapan tidak dapat ditemukan. Alia dan Aditya (suaminya) dengan bantuan Rudra Ma berhasil menuju lembah berbahaya tersebut. Namun, baru berjalan beberapa langkah, mereka berdua terkena sumpitan (panah tiup) dari suku pedalaman setempat. Mereka bertiga pingsan kemudian ketika tersadar, mereka ternyata sudah di hadapan kepala suku beserta beberapa penjaga. Kepala suku tersebut kemudian menghina mereka dengan sebutan orang kota. Ternyata, menurut pandangan suku tersebut, sebutan orang kota berkonotasi negatif, yakni orang yang kotor, tidak suci, dan serakah. Menurut kepala suku, orang kota tidak menganggap bumi sebagai ibu, melainkan sekadar sebuah toko yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi. Kepala suku tersebut juga mengatakan orang kota datang semata-mata ingin mengambil permata dan berlian. Orang kota identik dengan keangkuhan serta menganggap orang desa itu bodoh dan lemah.

     Berdasarkan sinopsis singkat di atas dapat dimaknai bahwa kepala suku memandang rendah moral orang kota. Bahkan, frasa "orang kota" oleh suku tersebut berkonotasi negatif dan mengandung unsur hinaan. Hal tersebut kemudian dapat dipahami lebih lanjut sebagai wujud cerminan pandangan suku lokal terhadap orang kota. Suku pedalaman dalam serial India Vish ANTV episode terakhir digambarkan sebagai masyarakat yang sangat peduli dengan alam dan menganggap bumi sebagai ibu. Pandangan tersebut membuat seluruh masyarakat suku pedalaman di Mrityu Ghatee sangat menghormati dan menjaga kelestarian alam, sama seperti alam menjaga mereka dengan memberikan sumber kehidupan yang layak seperti makanan (tumbuhan dan daging hewan), tempat tinggal (kayu dan dedaunan), serta pakaian (kulit kayu atau hewan). Oleh sebab itu, suku pedalaman di Mrityu Ghatee beranggapan bahwa menghormati dan menjaga kelestarian bumi adalah tindakan yang baik dan mutlak dilakukan. Hal tersebut berimplikasi pada anggapan bahwa segala bentuk eksploitasi atau pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan merupakan tindakan amoral dan wujud keserakahan. Oleh sebab itu, ketika mereka melihat banyak orang kota yang datang ke sana untuk mengambil intan dan batu permata, suku pedalaman tersebut langsung berupaya untuk menghentikannya sekuat tenaga, salah satunya dengan menangkap dan membakar orang kota tersebut.

     Akibat terlalu seringnya suku tersebut melihat orang kota yang datang ke Mrityu Ghatee semata-mata hanya ingin mengambil intan dan batu permata, hal tersebut memunculkan stereotip yang dipercaya penuh oleh mereka, yakni orang kota adalah orang serakah yang hanya bisa mengeksploitasi tanpa memikirkan dampak ekologis yang ditimbulkan. Oleh sebab itu, ketika Alia, Aditya, dan Rudrama Ma datang ke Mrityu Ghatee, orang suku pedalaman tersebut dengan sigap langsung menangkap dan menyerahkannya kepada kepala suku agar dibakar. Hal tersebut karena stereotip berupa anggapan bahwa orang kota adalah orang serakah yang akan membahayakan tanah mereka sudah telanjur mengakar kuat di pikiran orang suku pedalaman Mrityu Ghatee. Oleh sebab itu, dialog dan kesalingpahaman tampaknya sudah tidak mungkin dilakukan. Hal tersebut dibuktikan dengan ketidakpercayaan kepala suku ketika mereka bertiga berusaha menjelaskan tujuan mereka datang ke Mrityu Ghatee.

     Konflik kesalahpahaman antara masyarakat suku pedalaman Mrityu Ghatee dengan mereka bertiga baru berakhir setelah kedatangan macan buas yang dikirim oleh Sabrina untuk membunuh Alia, Aditya, dan Rudrama Ma. Kedatangan macan buas secara tiba-tiba tersebut membuat seluruh orang yang ada, termasuk kepala suku dan bawahannya ketakutan. Dewa Syiwa kemudian saat itu juga menganugerahi Alia dengan mata ketiga dan darinyalah macan tersebut dapat terbakar habis. Semua orang suku tersebut terkejut bukan main. Kepala suku lalu mengira bahwa Alia adalah dewi yang telah dinanti-nantikan suku mereka. Ternyata, suku tersebut memiliki folklor lisan, yakni suatu saat akan datang dewi yang akan melindungi mereka. Kepala suku lalu meminta maaf kepada Alia (yang sekarang dianggap sebagai dewi) dan mengatakan bahwa dirinya dan seluruh masyarakat suku pedalaman Mrityu Ghatee akan membantu mencari bayinya hingga titik darah penghabisan.

     Berdasarkan sinopsis tersebut, dapat dimaknai bahwa adanya kesesuaian antara folklor lisan masyarakat suku dengan aksi Alia membuat konflik mereka berakhir. Aksi Alia membunuh macan buas tersebut membuktikan bahwa meskipun suku tersebut telah lama hidup berdampingan dengan alam, tetapi tidak dapat dimungkiri bahwa binatang buas masih menjadi ancaman bagi mereka. Hal tersebut menunjukkan dinamika kompleks hubungan masyarakat suku pedalaman Mrityu Ghatee dengan alam. Di satu sisi, mereka harus melindungi alam tempat mereka tinggal yang sudah dianggap layaknya ibu sendiri, tetapi di sisi lain mereka juga harus melindungi diri mereka sendiri dari ancaman binatang buas yang juga berasal dari alam. Adanya ancaman tersebut memunculkan folklor lisan berupa akan hadirnya dewi yang akan melindungi mereka dari bahaya. Folklor lisan tersebut dapat dipahami sebagai representasi dari harapan suku pedalaman akan adanya figur yang melindungi mereka dari ketakutan-ketakutan mereka, misalnya binatang buas. Pendeklarasian Alia sebagai dewi oleh kepala suku tersebut juga membuktikan adanya harapan baru bagi masyarakat suku pedalaman Mrityu Ghatee, yakni terlindunginya alam dari orang kota yang serakah sekaligus juga dari binatang buas. Raut terkejut bahagia yang terpancar dari wajah kepala suku setelah pendeklarasian itu merupakan representasi dari tercapainya impian atau harapan yang telah dinanti-nantikan mereka sejak lama.

     Secara keseluruhan, episode terakhir serial India Vish ANTV memberikan representasi yang jelas tentang perbedaan pandangan terhadap alam antara orang kota dengan suku pedalaman. Orang kota digambarkan sebagai orang yang serakah dan tidak memedulikan kelestarian alam. Sementara itu, masyarakat suku pedalaman digambarkan sebagai orang yang peduli dengan kelestarian alam dan selalu berusaha sekuat tenaga untuk melindungi tempat mereka tinggal dari orang kota. Selain itu, serial ini juga menggambarkan interaksi kompleks antara masyarakat suku pedalaman dengan alam. Di satu sisi,  mereka menghormati dan menjaga kelestarian alam yang sudah mereka anggap sebagai ibu, tetapi di sisi lain mereka harus menjaga diri dari bahaya yang datang dari alam, contonya adanya binatang buas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun