Mohon tunggu...
Mochammad Syafril
Mochammad Syafril Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

The more you know, the more you learn

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Aktivitas Militer di Ruang Angkasa Ditinjau dari Space Treaty 1967

1 Juni 2022   13:55 Diperbarui: 1 Juni 2022   14:13 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara pada dasarnya terdiri atas unsur wilayah, rakyat, pemerintahan yang berdaulat dan adanya pengakuan secara de facto dari negara lain. Wilayah yang dimaksud disini ialah sebuah tempat dimana rakyat dapat tinggal dan bermukim guna menetap dan melakukan mata pencahatian. 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008, wilayah terdiri dari: wilayah daratan, wilayah lautan dan wilayah udara (air space). 

Wilayah udara (air space) dapat diartikan sebagai wilayah diatas daratan dan lautan sebuah negara, dari tafsiran tersebut dapat diketahui bahwa sebuah negara mempunyai tiga dimensi kewilayahan yang tidak dapat dipisahkan (darat, laut, udara).

Berbicara tentang wilayah ruang udara maka tidak dapat dipisahkan dengan ruang angkasa, saat ini keadaan lalu lintas ruang angkasa semakin ramai dengan semakin banyaknya objek ruang angkasa seperti satelit yang diluncurkan oleh manusia. 

Dilansir dari Kompas, hingga tahun 2021 terdapat sekitar 7.500 satelit yang telah diluncurkan. Hal tersebut tidak akan menjadi sebuah masalah sepanjang dilakukan untuk tujuan kamanusiaan. 

Namun, perlu diketahui bahwa satelit-satelit yang diluncurkan oleh manusia ke ruang angkasa ternyata juga untuk keperluan militer dari berbagai negara. 

Contohnya negara adidaya seperti Amerika Serikat yang saat ini sudah mempunyai 123 satelit, Rusia dengan 74 satelit dan China dengan 68 satelit. Dalam keperluan militer sendiri satelit-satelit tersebut digunakan untuk keperluan pengumpulan informasi, komunikasi hingga pengintaian.

Adapun bentuk-bentuk pemanfaatan ruang angkasa untuk aktivitas militer biasanya menggunakan berbagai jenis satelit yaitu satelit-satelit yang digunakan untuk kepentingan militer.

Sebagai contoh yaitu satelit pengintai fotografis, satelit pengintai elektronik, satelit pengamat laut dan samudera, satelit peringatan dini, satelit komunikasi, satelit navigasi dan satelit meterologi dan ageodesi. Serta sistem pertahanan antisatelit atau yang disebut Anti-Satellite system, Ballistic Missile Defense dan Strategic Defense Initiative.

Dari pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa ruang angkasa dapat menjadi ancaman perang karena wilayah tersebut menjadi sarana bagi negara-negara untuk meletakkan satelit-satelit pengintai yang dapat dianggap sebagai senjata militer. 

Aktivitas militer yang dilakukan oleh negara-negara dunia pertama di ruang angkasa juga secara tidak langsung memberikan makna dominasi terhadap negara berkembang.

Merujuk pada peluang dan potensi pemanfaatan ruang angkasa sebagi tempat pemanfaatan keperluan militer, perlu diketahui bahwa hadirnya hukum internasional pada hakikatnya ialah mempunyai tujuan dalam rangka menjaga ketertiban dan keamanan dunia. 

Atas dasar resolusi PBB tentang ruang angkasa, pada tahun 1967 lahirlah Space Treaty (The Treaty on the Principles Governing the Activities of State in The Exploration an Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies) yang sebelmunya diikuti dengan pembentukan The United Nations Committee On The Peaceful of Outer Space (UNCOPUOS).

Dalam hubungannya dengan pemanfaatan ruang angakasa untuk keperluan militer, Section A Article IV Space Treaty 1967 menyatakan bahwa:

"The Moon and other celestial bodies shall be used by all States Parties to the Treaty exclusively for peaceful purposes. The establishment of military bases, installations and fortifications, the testing of any type of weapons and the conduct of military manoeuvres on celestial bodies shall be forbidden."

Pada bagian tersebut telah dinyatakan tegas bahwa segala aktivitas pemanfaatan ruang angkasa untuk keperluan militer bersifat terlarang. Ruang angkasa pada hakikatnya hanya dapat digunakan oleh negara-negara untuk tujuan perdamaian (Peaceful Purporses). 

Terlebih, aktivitas militer negara-negara di ruang angkasa tentu bertentangan dengan semangat yang terkandung dalam hukum internasional yakni menjaga ketertiban dan keamanan dunia. Section A Article IV Space Treaty 1967 juga menjadi penegasan bahwa ruang angkasa dapat digunakan oleh negara manapun dan tidak dapat dimiliki oleh negara manapun.

Oleh karena iu, telah diatur baik dalam Piagam PBB maupun Space Treaty 1967 bahwa pemanfataan ruang angkasa untuk tujuan kemiliteran baik untuk persenjataan dan pengintaian militer harus mengedapankan maksud-maksud damai dan tetap menjaga perdamaian, keamanan dan ketertiban dunia. 

Apabila tidak demikian tindakan tersebut dapat dikatakan melanggar hukum internasional yang mengancam perdamaian dunia dan harus mendapatkan sanksi dari masyarakat internasional sebagaimana diatur dalam Space Treaty 1967.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun