Peserta didik di zaman Z atau abad 21 tentu akan lebih kental dengan interaksi data dan informasi. Kemajuan tehnologi komunikasi menjadi pijakan dalam mengarungi proses pendidikan yang ia jalani. Karena itu guru harus bisa juga mengimbangi dengan keinginan dan perkembangan yang ada dalam dunia kesiswaan kita. Guru tidak bisa di tawar harus mampu mengintegrasikan tehnologi, informasi dan komunikasi, serta pengelolaan belajar yang sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Guru yang sudah "dipathok"di masyarakat dengan dokma, digugu dan ditiru hingga saat ini masih terus terpatri. Pemikiran ini juga masih sejalan dengan sebagaian besar peserta didik -anggapan masyarakat - di masa milinia dan zaman Z mendatang. Karena itu guru harus terus berbenah dan melengkapi diri dengan berbagai "kebutuhan" proses pembelajaran yang sesuai dengan zamannya.
Masa depan bangsa dan negara ini, sangat tergantung bagaimana guru sekarang itu berkiprah. Guru yang kreatif, inovatif dan inspiratif akan mendorong bangsa ini mencapai tujuan yang diharapkan. Kemudian, bagaimana sebenarnya guru yang diidamkan peserta didik pada masa depan itu - baca abad 21 ?.
Dambaan peserta didik
Nindi Arifah (14), salah seorang peserta didik SMPN di Jakarta dalam sebuah diskusi "pembelajaran yang didambakan siswa abad 21" menyebutkan, siswa pada dasarnya menginginkan kehadiran guru dikelas yang smard, humoris namun tegas dan disiplin, menyayangi peserta didik, serta tidak gaptek tehnologi. "Smard di sini guru tampil menawan, rapi, cakap dan yang lebih penting dalam menyampaikan materi pembelajaran bisa menyenangkan dan mudah diterima"
Harapan Nindi dalam proses pembelajaran adab 21 juga banyak disampaikan sejumlah siswa di berbagai daerah. Anna Ifmawati (15) di Bandung dalam curhatan seorang siswa yang ditayangkan TV Swasta, beberapa waktu lalu, meminta, bapak-ibu guru ketika mengajar hendaknya jangan hanya asal mengajar, "sombong" dan pamer keberhasilan. Guru itu sebaiknya  bisa menjadi tempat curahan hati, menjadi ayah dan ibu yang mampu ikut membantu siswa dalam kehidupan remajanya.
Dengan begitu guru itu, bisa membawa semangat saat siswa sedang malas, tidak mood atau sedang ada masalah dalam lingkungannya. "Intinya guru itu bisa menjadi pemotivasi kita bersama, jangan hanya marah-marah yang tidak mendengar kondisi yang kita alami," kata Nindi.
Dambaan dan keinginan Nindi dan Anna ini tidak berlebihan, bahkan bisa dikatakan sejalan dengan pandangan Prof. Syawal Gultom, guru besar UPI Bandung. Dalam makalahnya  "Arsitek masalah guru dan dinamika perubahan kurikulum" dipaparkan, guru di zaman Z hendaknya juga harus mengikuti pergeseran paradigma belajar Abad 21.  Pertama, pembelajaran hendaknya diarahkan untuk mendorong peerta didik mencari tahu dari berbagai sumber, bukan diberi tahu. Kedua, pembelajaran diorientasikan  untuk mampu merumuskan masalah (menanya) bukan hanya menjawab.
Ketiga, guru dalam pembelajaran hendaknya melatih berfikir prosedural dan meta koknitif bukan melaksanakan kegiatan rutin (mekanistik). Keempat, pembelajaran hendaknuya menekankan pentingnya komunikasi, lisan dan tulisan. Di samping itu, Syawal Gultom juga menyebutkan guru  hendaknya  membentuk jejaring untuk bekerjasama berkolaborasi, serta pembelajaran berbasis aktivitas.