Budaya membaca dilingkungan keluarga masyarakat kita hingga sekarang ini masih rendah. Hal ini, selain bisa dilihat dari rendahnya  daya beli dan kepemilikan buku di lingkungan keluarga, juga rendahnya daya minat dan motivasi membaca itu sendiri bagi anggota keluarga.  Terlebih-lebih di masa pandemi covid-19 ini, daya beli buku masyarakat kita berada pada titik nadhir terendah.
Membaca dalam terminologi agama juga mendudukkan pada derajat yang sangat menentukan. Orang akan masuk "Surga' kunci utamanya harus membaca dengan berbagai buku dan pedoman yang sudah ditetapkan. Penerapan ini tidak akan sejalan, bila tidak mau belajar dari "kitab" yang jadi dasar kita bersama.
Karena itulah membaca akhirnya menjadi bagian  yang tidak terpisahkan dalam perjalanan anak manusia. Begitu juga dilingkungan keluarga kita sendiri.Â
Jika kedua orang tua menerapkan sebuah kebiasaan dengan membaca sebagai sebuah "keharusan", maka tindakan kedisiplinan akan terbentuk. Karena itu, perpustakaan dalam rumah sebagai langkah strategis dalam pengembangan budaya literasi keluarga (Bulike) Ketika sarana dan prasarana sudah siap tinggal langkah aksi dalam tindakan nyata menumbuhkan kesadaran pentinnya banyak membaca.Â
Peran orang tua dalam membaca sangat dibutuhkan dalam semangat literasi keluarga. Kerika orang tua malas, anak akan turut serta. Keteladanan dan pendekatan, partisipatoris perlu digalakkkan dalam setiap keluarga.Â
Agar ada keinginan untuk memegang buku perlu stimulus dan brain storming , malu jika tidak membaca buku. Dengan begitu, akhirnya membac menjadi sebuah "kewajiban" dalam budaya keluarga, maka yang terjadi lingkungan keluarga itu akan dinamis dan tidak ketinggalan zaman.
Prof Dr Ravik Karsidi, M.Si, mantan rektor UNS Surakarta  membudayakan membaca di lingkungan keluarga, perlu 'pengurbanan' dan langkah-langkah konstruktif dalam sebuah keluarga itu sendiri.Â
Adapun pengurbanan yang dimaksud adalah perilaku yang saling mendukung atau saling melibatkan anggota keluarga guna terciptanya sebuah "hoby" membaca. Â
Sedangkan langkah kontruktif dalam membumikan literasi keluarga: Pertama, dalam keluarga perlu adanya gerakan litaratif. Artinya,  ada waktu-waktu tertentu yang  kebersamaan yang diintensifkan untuk berbagai , membaca dan belajar bersama.
Kedua, diberikan penyegaran bahwa dengan membiasakan membaca - mengembangkan minat baca - kesadaran  membaca ini akan menjadikan keluarga pintar dan cerdas, sebab akan muncul ide dan gagasan-gagasan yang terencana, sehingga keluarga itu akan dapat dengan mudah mengeksekusi, setelah mendapatkan "persetujuan" dari seluruh anggota keluarga.
Ketiga, buatlah kafe baca dalam suatu keluarga itu. Misalnya, ada tempat yang nyaman, asri dan dilengkapi sarana dan prasarana yang sederhana, tetapi esensinya untuk kenyamanan membaca dalam keluarga.Â
Atau dengan bahasa agama, buatlah tempat sebagai "jannah" dalam kelauga. 'Baiti Jannati" (Rumahku surgaku). Dengan begitu, seluruh anggota merasa senang dan betah dan berlama-lama untuk membaca.
Terkait dengan macam dan jumlah, serta koleksi buku, Guru besar psikologi UNS itu mengatakan, maka perlunya seluruh anggota keluarga menampatkan buku menjadi salah satu kebutuhan "penting".Â
Artinya, perlu membuat atau merencanakan setelah ada keuangan yang cukup tiap bulannya atau tiap dua bulannya membeli buku. Tentu, buku yang dibeli bisa dipilah dan pilihkan yang cocok sesuai dengan kondisi anggota keluarga masing-masing.
kelima, mengingat keluarga memiliki peran penting dalam membumikan budaya lietasi, maka budaya lietasi keluarga  perlu dioptimalkan sejak dini.Â
Terlebih, jika keluarga itu pasangan baru, keluarga baru, perlu memulai memahami pentingnya budaya literasi dalam tumbuh kembang anak k depan. Â kecerdasan dan kreativitas berasal dari wawasan dan gagasan yang ditentukan pula dari interaksi dalam rumah.
Membumikan budaya literasi di rumah juga perlu pengembangan pola asuh literatif, bukan hanya pengenalan kemampuan angka berhitung saja, tetapi lebih dari itu anak perlu dikembangkan mental, dikuatkan mental dengan cara menganalkan mencintai buku yang sesuai dengan usia dan minat.Â
Karena pada dasarnya, keluarga menjadi ujung tombak pembentukan sumber daya manusia menuju cerdas dann kreatif. Membumikan budaya literasi perlu dimulai dari ini. "Dengan beberapa konsep dan cara tersebut, tidak mengherankan keluarga-keluarga di masa medatang akan memiliki budaya lierasi yang kuat". (Diq)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H