Mohon tunggu...
Moch Rio Ferdinand
Moch Rio Ferdinand Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa MAN 1 Banyuwangi

Alohaa Teman-teman!!!!! Aku Moch Rio Ferdinand akrab disapa Ryoo. Aku salah satu siswa MAN 1 Banyuwangi yang aktif di ekstrakulikuler jurnalistik, nah untuk mempermudah publikasi dari tulisan-tulisanku, aku menggunakan platform ini untuk menunjang itu semua, jadi buat kalian yang ingin memberi kritik atau saran sangat dipersilahkan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merangkul Harmoni dengan Secangkir Kopi

8 Juli 2023   18:23 Diperbarui: 8 Juli 2023   18:29 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keberagaman suku, agama, bahasa, budaya dan adat istiadat menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Dalam aspek beragama, Indonesia mewajibkan warganya untuk memeluk salah satu agama diantara enam agama telah diakui secara konstitusional di dalam pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Keragaman agama ini berpotensi menimbulkan sikap intoleran yang mengancam kebhinekaan di Indonesia. Hal ini mungkin kerap kali dijumpai di berbagai wilayah di Indonesia, namun tidak di kabupaten Banyuwangi.

Siapa yang tidak kenal dengan kabupaten Banyuwangi? Kabupaten yang terletak di ujung timur pulau jawa ini menyimpan pesona destinasi wisata yang menakjubkan dengan keindahan alamnya yang memukau mata memandang, mulai dari pantai-pantainya yang memiliki ombak yang bagus untuk berselancar, hutan-hutannya yang menyimpan keanekaragaman flora dan fauna, bahkan yang paling terkenal yaitu Kawah Ijen yang memiliki blue fire yang hanya ada 2 didunia yaitu di Hawai dan di Banyuwangi itu sendiri, sehingga tak heran jika Banyuwangi sangat menarik minat wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri.

Selain keindahan alamnya yang memukau, Banyuwangi juga memiliki keragaman budaya yang melimpah. Keberagaman ini memberikan warna yang unik dan menarik bagi kota ini, menjadikannya tempat yang istimewa untuk di eksplorasi. Berbagai suku, agama dan etnis  hidup harmonis di kota ini menciptakan keberagaman budaya yang kaya dan menarik.

Suatu kenyataan bahwa masyarakat Banyuwangi merupakan masyarakat yang multikultural yang harus dijunjung tinggi, dihormati dan terus dipertahankan. Dengan saling menerima dan menghormati perbedaan yang ada, masyarakat Banyuwangi dapat hidup rukun dan harmonis dalam kehidupan sehari-harinya.

Maka tak heran jika Banyuwangi dijadikan daerah percontohan dalam hal toleransi beragama di Indonesia. Bagi masyarakat Banyuwangi sendiri toleransi sudah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari di Banyuwangi, sehingga dapat menciptakan iklim sosial yang inklusif dan damai.

Untuk mencapai pada titik seperti sekarang ini Banyuwangi tak luput dari kerja keras pemerintah daerah yang selalu menggencarkan program-program toleransi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Banyuwangi terhadap toleransi beragama melalui kegiatan-kegiatan yang menggandeng berbagai masyarakat dengan latar belakang yang berbeda untuk turut ikut ambil peran dalam event-event atau acara pemerintahan di kabupaten Banyuwangi.

Contohnya saja seperti Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) yang menggabungkan berbagai elemen budaya dan suku yang ada di banyuwangi melalui kostum,tarian dan musik. Menghadirkan berbagai perwakilan suku dan agama dalam acara pemerintahan bahkan baru-baru ini pemerintah kabupaten Banyuwangi menyelenggarakan festival ngopi kebangsaan sebagai salah satu inovasi untuk memperkokoh persatuan dan rasa toleransi di kabupaten Banyuwangi.

Untuk menanggapi maraknya kasus intoleran di Indonesia yang kian marak, Kristanto, pendeta asal Tulungagung  mengungkapkan harapannya agar masyarakat di Indonesia dapat bercermin kepada perilaku toleransi masyarakat Banyuwangi, perlu adanya komunikasi yang  intens baik antara masyarakat yang satu dengan yang lainya maupun antara masyarakat dan pemerintah.

Toleransi di kabupaten Banyuwangi sendiri sudah ada sejak zaman majapahit. Sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno di pulau Jawa, Banyuwangi telah menjadi wilayah perdagangan yang strategis sehingga Banyuwangi menjadi tempat pertemuan berbagai suku dan etnis yang berbeda-beda. Perdagangan dan pertukaran budaya menjadi titik awal terciptanya ikatan sosial dan toleransi antar budaya di Banyuwangi dan menjadi landasan untuk kerukunan dan keharmonisan yang berlanjut hingga kini.

Selain itu, agama juga turut berperan penting dalam membentuk nilai-nilai toleransi di Banyuwangi. Agama Islam menjadi agama mayoritas  masnyarakat  Banyuwangi. Islam mengajarkan nilai-nilai toleransi dan persaudaraan sesama individu yang dapat dilihat lewat cara masyarakat berinteraksi satu sama lainya.

Selain itu disusul oleh agama Hindu, Budha, Kristen, Katolik dan Konghucu hadir dan dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis di Banyuwangi sejak lama. Kehadiran keberagaman inilah yang telah menjadikan identitas Banyuwangi sebagai kota yang menghargai dan menerima keragaman.

Seiring berjalannya waktu, nilai-nilai toleransi dalam menerima perbedaan semakin diperkuat dan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Banyuwangi.

Hal ini juga didukung oleh pemerintah daerah Banyuwangi yang semakin menggencarkan program-program yang bertujuan untuk meningkatkan dan memperkokoh rasa toleransi masyarakat Banyuwangi melalui penyelenggaraan acara, festival, kegiatan sosial maupun lainnya. Salah satu contohnya yakni inovasi Festival Ngopi Kebangsaan yang diadakan pemerintah daerah Banyuwangi, Juni tahun 2022 silam.

Festival Ngopi Kebangsaan adalah sebuah kegiatan yang mengutamakan kegiatan ngopi (minum kopi) sebagai simbol pertemuan dan memperkokoh, mempromosikan toleransi di masyarakat Banyuwangi. Dalam festival ini, ngopi menjadi objek untuk merajut kerukunan dan menghargai keberagaman yang ada.

Tujuan dari festival ini adalah untuk memperkuat kesadaran tentang pentingnya toleransi dalam menjaga persatuan dan kerukunan antarwarga, terutama di tengah-tengah perbedaan suku,agama,dan etnis yang ada di Banyuwangi. Festival ini mengajak semua lapisan masyarakat dengan perbedaan latar belakang untuk ikut serta.

Pada festival ini menyuguhkan kekayaan budaya dari berbagai suku,agama dan etnis yang ada di Banyuwangi selama bertahun-tahun. Berbagai suku,agama, dan etnis hadir dengan pakaian adatnya masing-masing. Bukan hanya suku Osing yang mendominasi terdapat juga berbagai suku lain seperti suku Jawa, Bali, Bugis,Tionghoa,Arab, Minang dan berbagai suku lainnya.

Ibu Ipuk, bupati kabupaten Banyuwangi menuturkan "Keragaman suku, agama, etnis, dan budaya di Banyuwangi ini harus dirajut secara harmonis.

Festival Ngopi Kebangsaan ini, dapat menjadi salah satu cara untuk merajut harmoni, keragaman ini yang membawa Banyuwangi bisa bergerak maju seperti sekarang inI. Bahkan membawa keberkahan bagi daerah ini. Kerukunan semua elemen disini harus kita jaga terus, semua harus kompak" Ungkapnya.

Hal ini membuktikan bahwa semakin banyak acara, program atau kegiatan sosial yang sudah digencarkan oleh pemerintah daerah ternyata sangat berdampak baik bagi kehidupan sehari-hari masyarakat Banyuwangi tercermin dari banyaknya perilaku masyarakat yang dapat menghargai dan menerima perbedaan yang ada contohnya saja sudah banyak masyarakat yang dengan sukarela membantu pengamanan umat agama lain merayakan hari besarnya, semakin banyaknya proyek-proyek pemuda agama yang satu  dan berkolaborasi dengan pemuda agama lainnya, menolong siapa saja tanpa membedakan latar belakang yang ada dan masih banyak kegiatan lainnya.

Toleransi dan Pemerintah

Kehidupan bermasyarakat di Indonesia tidak selalu berjalan mulus. Terkadang ada konflik yang timbul akibat sentimen antar golongan dan juga sikap intoleran antar agama di Indonesia. Hal ini tentunya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang menghendaki kehidupan yang damai dalam bingkai keberagaman. Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945  menjelaskan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya." Namun dalam kenyataannya, implementasi pasal tersebut belum dijalankan secara baik oleh negara.

Sejarah mencatat, kasus intoleran di Indonesia telah terjadi sejak lama dan menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung usai sejak lama. Kasus-kasus bernuansa agama seperti konflik umat Kristen dan muslim di Poso pada akhir tahun 90-an, konflik Ambon pada 1999 yang diawali pemalakan pemuda muslim pada warga nasrani yang kemudian menyebar dan membakar amarah, konflik Tolikara yang terjadi karena umat Gereja Injil Indonesia menyerang umat Islam yang sedang shalat Idul Fitri di Markas Korem di Tolikara dan masih banyak kasus intoleran yang terjadi di Indonesia hingga saat ini.

Kasus intoleran dan diskriminasi agama tidak pernah digubris bagaikan angin yang berlalu dan para pelakunya pun dibiarkan tanpa diadili dengan seadil-adilnya. Bagaimanakah implementasi Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD I945 dapat terlaksana dengan baik oleh pemerintah? akankah kasus seperti ini terus dibiarkan berulang-ulang, hingga masyarakat menganggap hal ini suatu hal yang normal? Padahal tertera jelas dalam genggaman sang garuda "Bhineka Tunggal Ika" dimana kedudukan semua agama sama tanpa adanya bentuk hierarki.

Sudah seharusnya pemerintah pusat mencontoh pemerintah kabupaten Banyuwangi yang dapat merajut harmoni bahkan dengan secangkir kopi, terbukti program-program pemerintah daerah kabupaten Banyuwangi dapat menciptakan harmoni dalam kehidupan sehari-hari hal ini sudah seharusnya dapat diterapkan dalam skala nasional demi keharmonisan kehidupan bermasyarakat.

Merajut Harmoni Keberagaman Indonesia

MasyarakatBanyuwangi hidup rukun dalam bingkai kebhinekaan yang sangat dijunjung tinggi. Banyuwangi berhasil menjalin kehidupan yang harmonis jika dibandingkan dengan daerah lain yang mungkin masih memiliki beberapa hambatan pada umumnya. Harmonisasi yang terjalin paada aspek agama, suku, budaya dan etnis menjadikan kabupaten Banyuwangi sebagai roll model kabupaten dalam merangkul berbagai keberagaman sehingga menciptakan lingkungan masyarakat yang damai dan harmonis. Setidaknya ada beberapa faktor yang memengaruhinya diantaranya sebagai berikut.

Pertama, Kepemimpinan yang inklusif. Banyuwangi memiliki pemimpin yang mampu memainkan peran penting dalam merangkul keberagaman yang ada tanpa membedakan latar belakang yang berbeda-beda, baik dulu maupun sekarang.

Melalui kebijakan-kebijakan yang bersifat inklusif dan memberi setiap perwakilan suku, agama, etnis, dan budaya agar turut serta untuk mengambil peran dalam pemerintahan, seperti pengambilan keputusan dalam setiap musyawarah, mengundang perwakilan berbagai agama dan komunitas dalam setiap acara penting kabupaten dan masih banyak hal lainnya yang melibatkan semua keberagaman yang ada di Banyuwangi sehingga setiap suku, agama, etnis, dan budaya tidak merasa di anak tirikan.

Hal ini dirasakan oleh Agung, salah satu siswa MAN 1 Banyuwangi yang tinggal di daerah dengan kebudayaan Osing yang cukup melekat. Ia mengungkapkan bahwa  "toleransi yang ada di Banyuwangi sudah berjalan baik ini semua juga berkat pemerintah daerah yang memfasilitasi semua keberagaman sama rata dan dengan seadil-adilnya" ungkapnya.

Kedua, Penguatan nilai-nilai Pancasila. Kabupaten Banyuwangi memiliki tiga aspek dalam menguatkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat banyuwangi. Menurut Rio Ferdinand, tiga aspek tersebut meliputi pendekatan bidang budaya, pendidikan, pembangunan.

Pendekatan budaya di Kabupaten Banyuwangi dibuktikan dengan adanya dialog antar agama, dimana pemerintah mengadakan forum dan pertemuan dialog antaragama secara rutin. Pada acara kali ini melibatkan para perwakilan suku, budaya, agama dan etnis dari latar belakang yang berbeda untuk dapat saling berdiskusi, bertukar pikiran bahkan berbagi pengalaman. Pendidikan di Kabupaten Banyuwangi juga menjadi perhatian berbagai pihak, hal ini dibuktikan dengan memberi pelatihan kepada guru-guru terkait pentingnya pendidikan toleransi.

Di lain sisi, pembangunan lingkungan yang inklusif menjadi salah satu program pemerintah kabupaten Banyuwangi dalam rangka menciptakan lingkungan yang memberikan rasa aman dan tentram bagi masyarakat Banyuwangi untuk memeluk agamanya sesuai kepercayaannya masing-masing. Hal ini dibuktikan dengan adanya Kampung Pancasila di desa Patoman. Berbagai festival juga diadakan oleh pemerintah kabupaten Banyuwangi, salah satunya Festival Ngopi Kebangsaan yang menarik antusias pecinta kopi.

Lutfi, Guru MAN 1 Banyuwangi yang juga pecinta kopi mengungkapkan, "Dengan adanya Festival Ngopi Kebangsaan dapat memberi dampak yang baik bagi masyarakat Banyuwangi itu sendiri untuk lebih mengenal,memahami dan menghargai keberagaman yang ada di Banyuwangi sehingga besar harapan agar event ini dapat dievaluasi lagi sehingga dapat lebih baik dan dapat diterapkan dalam skala nasional"Ungkapnya.

Ketiga, Penegakan keadilan yang seadil-adilnya. Perilaku Intoleran sudah tidak bisa dianggap remeh lagi. Pemerintah tak boleh segan-segan untuk menegakan aturan yang sudah berlaku dengan tegas dan seadil-adilnya sehingga perilaku intoleran yang kian marak tak menjadi hal yang normal di masyarakat sehingga dengan adanya penegasan terhadap perilaku intoleran di Indonesia dapat menekan angka konflik karena keberagaman.

Hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah kabupaten Banyuwangi guna menciptakan lingkungan yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan di atas besar harapan agar pemerintah pusat bertindak untuk lebih tegas dalam menangani kasus intoleran yang sudah kian marak di tengah masyarakat. Pemerintah pusat seharusnya bisa mencontoh program-program pemerintah daerah yang bisa menekan angka toleransi, dengan penggabungan program-program yang sudah berjalan baik di kota- kota yang sudah ramah toleransi dan dengan sedikit evaluasi maka program-program tersebut dapat diterapkan dalam skala nasional namun dalam kasus ini pemerintah tidak dapat bergerak sendiri, kita sebagai masyarakat pun sudah seharusnya melek akan toleransi dan saling berkerja sama dengan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun