Menurut Edward Coke, kedua elemen ini harus ada untuk membuktikan bahwa seseorang atau entitas telah melakukan tindak pidana. Actus reus adalah tindakan nyata yang menunjukkan pelanggaran hukum, sementara mens rea adalah niat di balik tindakan tersebut. Hubungan ini dapat dirumuskan dalam prinsip:
"Actus non facit reum nisi mens sit rea"
("Tindakan tidak menjadikan seseorang bersalah kecuali disertai dengan niat jahat").
Keduanya saling melengkapi, karena tindakan tanpa niat mungkin tidak dianggap sebagai tindak pidana, sementara niat tanpa tindakan nyata tidak menghasilkan pelanggaran hukum yang dapat dihukum.
Aplikasi dalam Hukum Modern
Prinsip ini tetap relevan dalam sistem hukum pidana modern, termasuk di Indonesia. Dalam konteks hukum pidana Indonesia:
- Actus reus mengacu pada perbuatan yang melanggar hukum, seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan undang-undang terkait.
- Mens rea diwujudkan dalam bentuk kesengajaan atau kelalaian sebagaimana diatur dalam Pasal 12 hingga Pasal 16 KUHP.
Pada hal ini, Edward Coke memberikan dasar pemikiran bahwa tanggung jawab pidana tidak hanya didasarkan pada tindakan fisik, tetapi juga pada niat pelaku. Konsep actus reus dan mens rea tidak hanya penting secara teoretis, tetapi juga praktis, terutama dalam menegakkan hukum secara adil dan proporsional. Kombinasi kedua elemen ini memastikan bahwa pelaku kejahatan dihukum sesuai dengan tingkat kesalahan mereka, sekaligus melindungi individu yang bertindak tanpa niat jahat atau tanpa melanggar hukum.
Â
Kenapa Actus Reus dan Mens Rea penting?
1. Pembuktian Kesalahan Hukum:
Dalam kasus pidana, termasuk korupsi, tidak cukup hanya membuktikan bahwa sebuah tindakan melanggar hukum (actus reus). Harus ada bukti bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan niat jahat (mens rea).
2. Keadilan dalam Penegakan Hukum:
Prinsip ini memastikan bahwa hanya pelaku yang benar-benar memiliki niat jahat dan melakukan tindakan melawan hukum yang dihukum, mencegah hukuman yang tidak adil.
3. Pertanggungjawaban Korporasi:
Dalam kejahatan korporasi, pembuktian mens rea sering kali kompleks karena pelanggaran sering terjadi melalui kebijakan atau sistem yang diatur secara kolektif. Elemen ini penting untuk memastikan tanggung jawab hukum tidak hanya pada individu, tetapi juga pada entitas korporasi.
Bagaimana Penerapan teori ini pada Kasus PT Gajah Tunggal Tbk?
1. Latar Belakang Kasus:
PT Gajah Tunggal Tbk, salah satu produsen ban terbesar di Indonesia, terlibat dalam kasus penyuapan pegawai pajak. Perusahaan ini memberikan suap dengan tujuan mengurangi nilai kewajiban pajaknya. Kasus ini terungkap melalui investigasi KPK, yang mengungkapkan adanya aliran dana suap dari perusahaan kepada pejabat pajak.Â
2. Tindakan Hukum oleh KPK:
- KPK menemukan bukti bahwa perusahaan menyediakan dana untuk menyuap pejabat pajak.
- Direksi yang terlibat dalam tindak pidana ini dijatuhi hukuman pidana penjara.
- PT Gajah Tunggal sebagai entitas korporasi dijatuhi denda untuk pertanggungjawaban pidana.