Tezar , seorang pria kelahiran 27 Januari 2002 yang sekarang sedang berprofesi sebagai karyawan sebuah perusahaan swasta. Tezar ditakdirkan untuk menjadi pejuang dalam hidupnya.
Tezar lahir dari sepasang orang tua yang bahagia. Dari masa kelahiran hingga usia balita, Tezar merupakan anak yang disayangi. Cinta dari kedua orang tua telah melengkapi hidupnya pada masa itu. Namun, hidup ternyata tidak selalu berjalan baik layaknya kereta yang selamat mencapai tujuan akhir. Saat Tezar memasuki usia 6 tahun, kedua orang tuanya berselisih paham dan berbeda pendapat sehingga berujung pada perceraian.
Tezar kemudian diasuh oleh ibunya sendiri. Pada awalnya, Tezar belum bisa mencerna apa yang terjadi. Ke mana cinta yang sebelumnya selalu melengkapi? Ibu yang sangat mencintainya tidak menjawab pertanyaan di dalam kepala Tezar dengan kata-kata, melainkan dengan segala perjuangan dan pengorbanannya.
Ibu Tezar membuka sebuah toko kelontong, atau biasa dikenal "warung." Dengan usaha kecilnya itu, ia selalu berupaya mencukupi segala kebutuhan Tezar, menyediakan makan malam yang hangat, mendaftarkannya ke sekolah ternama, hingga selalu mengupayakan bahkan mengadakan segala kemauan Tezar yang dia akui itu bukan kebutuhannya.
Tezar adalah seorang anak yang berbakti. Ia membalas cinta ibunya dengan segala bentuk terima kasih yang bukan hanya diucapkan, namun dengan segala cara yang bisa ia lakukan untuk ibunya. Menginjak bangku SMP, ibunya tidak muda lagi, mengingat beliau melahirkan Tezar di usia yang terbilang tua, di usia yang memasuki 50 tahun berjalan.
Tezar mulai merasa ada yang tidak biasa dalam hidupnya. Pada saat itu, ia melihat teman-teman sebayanya memiliki orang tua yang lengkap dan masih terlihat segar. Pada saat itu, ibu Tezar mengalami penyakit yang bisa terbilang wajar terjadi di usia tua, namun tidak menyebutkan penyakitnya secara spesifik.
Tezar menolak apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Di saat teman-teman sebayanya bermain sepulang sekolah, Tezar harus pulang untuk merawat dan mengantar ibunya untuk berobat. Di balik segala rasa kesal dan keluh kesah tentang ibunya, Tezar selalu menghormati dan bersikap baik di depan ibunya.
Seperti yang sudah ditulis sebelumnya, ibunya selalu berupaya untuk mendaftarkan Tezar ke sekolah terbaik. Lalu tiba hari pengambilan rapor terakhir di sekolahnya. Tezar bersekolah di sekolah swasta bergengsi pada saat itu. Di saat semua orang tua mengenakan pakaian terbaik dengan mobil-mobil pribadinya, pada saat itu tidak ada rasa malu atau takut. Tezar menjemput ibunya dengan sepeda motor, dan dengan bangga mengenalkan ibunya kepada teman-temannya. Namun, di dalam hatinya, penolakan tentang keadaannya masih ada.
Masuk ke bangku SMA, Tezar mendapatkan nilai yang cukup memuaskan di masa SMP-nya, sehingga ia diterima di salah satu SMK Negeri bergengsi di Cirebon. Selama menjalani masa itu, rutinitas Tezar masih sama. Ia mengantar ibunya berobat rutin, bahkan di beberapa waktu, ia menemani ibunya rawat inap selama beberapa malam.
Kegiatan Tezar untuk merawat ibunya tidak menghadang aktivitasnya sebagai seorang siswa. Kali ini Tezar tidak terpaku dalam urusan akademik. Tezar aktif di tengah lingkungan pertemanannya dan dikenal oleh banyak siswa, bahkan para alumni. Pada saat itu, Tezar aktif memimpin suporter sepak bola di sekolahnya. Setelah banyak waktu berlalu, Tezar mulai terbiasa, merenung, dan menerima keadaannya.
Pada saat bangku SMA ini, kejadian yang dikatakan oleh narasumber bahwa kejadian ini mengetuk dan mengutuk dirinya di waktu yang sama, ibunya meninggal dunia.