Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Reklamasi Pantai Lahan Warnasari Cilegon Banten

17 November 2023   22:01 Diperbarui: 18 November 2023   15:21 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil Reklmasi Pantai , Dokpi.

KAMIS 16 November 2023, berlangsung Rapat dengar Pendapat (RDP) di DPRD Kota Cilegon terkait dengan masalah Lingkungan Hidup, Sosial dan Ketenagakerjaan akibat adanya Pembangunan Pabrik PT Lotte Chemical Indonesia dan adanya Reklamasi Laut/ Pantai lahan Warnasari Milik Pemkot Cilegon antara Masyarakat Gerem Kota Cilegon dengan beberapa pihak terkait, diantara PT PCM, KINE WP 7,PT Lotte Chemical Indonesia (tidak hadir) serta  dihadiri oleh sejumlah OPD Pemkot Cilegon.

Dalam tulisan ini saya akan bahas tentang Reklamasi  Pantai Warnasari. Lahan Warnasari dengan luas 45 ha merupakan lahan milik Pemkot Cilegon yang diperuntukan pembangunan Pelabuhan melalui BUMD PT Pelabuhan  Cilegon Mandiri (PT PCM) sebagaimana dimuat dalam Perda No 6 Tahun 2007 Tentang Pembangunan Pelabuhan Kota Cilegon yang kemudian diperbaharui melalui Perda No 4 Tahun 2011.

Dalam Perda tersebut sangat gamblang dimuat  tentang Lokasi Pembangunan Pelabuhan Pemkot Cilegon adalah di lahan Warnasari. Itu artinya  peruntukan Lahan Warnasari hanya untuk dibangun Pelabuhan.  Sedangkan yang melaksanakan adalah BUMD PT PCM. PT PCM ini dibentuk Pemkot Cilegon sebagai badan usaha Milik Daerah dalam rangka menjalankan bisnis  bidang Kepelabuhanan.

Saat ini,  Lahan Warnasari  sebagaimana  diakui oleh PT PCM dalam RDP di DPRD Cilegon, telah disewakan kepada Perusahaan kontraktor Pembangunan PT.Lotte Chemical  Indonesia yakni PT KINE WP 7 untuk kepentingan Fabrikasi seluas 10 ha. Atas dasar itu, KINE WP 7 kemudian  mengadakan pematangan lahan dengan cara mengurug dan meratakan lahan. Pematangan lahan ini telah membabat habis hutan Mangrove. Selain mengadakan pematangah lahan, ternyata juga telah mereklamasi pantai.

Lahan Warnasari yang disewakan. foto, Dokpri.
Lahan Warnasari yang disewakan. foto, Dokpri.

Yang menjadi pertanyaan  adalah, apakah sewa menyewa lahan itu dapat dibenarkan menurut peraturan yang ada?. Merujuk pada Perda No 6 Tahun 2007 yang kemudian diperbaharui dengan   Perda No 4 Tahun 2011 serta Perda No 1 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua  Perda No 6 Tahun 2007, lahan Warnasari itu diperuntukan Pembangunan Pelabuhan, tidak ada satu pasalpun yang menyebutkan untuk kepentingan lain. Sedangkan yang membangun Pelabuhan adalah BUMD PT PCM yang bergerak dalam bisnis Kepelabuhanan.

Jadi, menurut saya, sewa menyewa lahan ini  tidak sesuai dengan Perda lantaran tidak sesuai dengan peruntukan. Adapun PT PCM sebagai BUMD yang punya kewenangan untuk membangun Pelabuhan dengan cara bekerjasama dengan pihak lain, telah menyalahgunakan kewenangannya yakni bekerjasama dengan pihak lain  yang tidak ada hubungannya dengan pembangunan Pelabuhan. Dilihat dari kegiatannya,  PT PCM juga telah menyalahi ketentuan Perusahaan  yakni  BUMD yang bergerak dalam bisnis Kepelabuhanan berubah menjadi Perusahaan Sewa Menyewa Lahan yang kepentingannya  tidak ada hubungan dengan bisnis Kepelabuhanan atau dalam bahasa yang lain telah keluar dari coor bisnis yang di emabannya.

Yang paling parah dari fakta yang terungkap dalam RDP tersebut, Penyewa lahan  (KINE WP 7) ternyata telah melakukan kegiatan Reklamasi Pantai. Sejumlah pertanyaan kemudian mencuat;  Atas dasar kewenangan apa pihak penyewa melakukan reklamasi pantai. Siapa yang mengajukan pemohonan reklamasi  tersebut, apakah PT PCM atau pihak penyewa. Apakah pengajuan ijin itu sudah ditempuh sesuai dengan regulasi yang ada. 

Intinya, Apakah Reklamasi Pantai itu sudah ada ijinnya?.

Proses Reklamasi Pantai, Dokpri
Proses Reklamasi Pantai, Dokpri

Ijin Reklamasi  adalah kewenangan Kementrian Kelautan dan Perikanan. Namun untuk memperoleh ijin Reklamasi harus ditempuh dari bawah dan memerlukan beberapa persyaratan.  Menurut Penetapan Direktur Jasa Kelautan Direktorat Jendral Pengelolaan Ruang Laut Kementrian Kelautan dan Perikanan Nomor 61/DJPRl.4/XII/2021, terdapat 13 item persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya adalah  Persetujuan Lingkungan, Dokumen Rencana Induk Reklamasi, Dokumen studi Kelayakan dan Melakukan Pembayar PNBP ( Pemasukan Negara Bukan Pajak).

Pihak Penyewa maupun PT.PCM  berdalih bahwa  pengurugan  pantai /pesisir, bukan Reklamasi, tetapi hanya sebagai teknis pekerjaan.  Tentu saja dalih ini hanya dibuat buat dan tidak masuk akal  atau mungkin bidang hukum Perusahaan tidak mengerti arti  Reklamasi menurut Undang Undang, padahal  amat gamblang  disebutkan dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil bahwa  Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.

Melalui perdebatan yang sangat panjang, ahirnya pihak PT.PCM maupun pihak KINE WP 7 mengakui bahwa kegiatan pengurugan pantai atau pesisir lahan itu memang tidak ada ijinnya, dalihnya karena hanya sebagai teknis pekerjaan.

Apapun dalih yang dikemukakan, jika dikaitkan dengan pengertian Reklamasi diatas, dimana disebutkan tentang aktifitas pengurugan, pengeringan maka secara hukum, PT KINE WP 7  telah melakukan kegiatan Reklamasi tanpa ijin  dan tanpa hak lantaran PT KINE WP 7 hanya sebagai Penyewa Lahan Warnasari, bukan penyewa Pantai atau Pesisir, sebaliknya PT PCM juga tidak punya hak atas Pesisir atau Pantai.

Hasil Reklmasi Pantai , Dokpi.
Hasil Reklmasi Pantai , Dokpi.

Oleh karena Reklamasi ini tanpa ijin, maka semua ketentuan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Penetapan Direktur Jasa Kelautan Direktorat Jendral Pengelolaan Ruang Laut Kementrian Kelautan dan Perikanan Nomor 61/DJPRl.4/XII/2021, telah diabaikan dengan sengaja. Padahal jika melaksanakan Reklamasi tanpa ada ijin lingkungan, termasuk dalam tindak pidana, demikian halnya dengan Pembayar PNBP, jika tidak dilakukan, ada potensi kerugian negara.

Lantas bagaimana menyikapi masalah ini?. Menurut saya, atas terjadinya perisiwa atau tindakan pengurugan pesisir atau pantai (versi penyewa) atau Reklamasi (versi Undang Undang), maka  pihak yang  telah melakukan kegiatan itu (KINE WP 7), telah patut diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum  baik secara adminstratif maupun pidana yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan yakni pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta peraturan pelaksanaannya.

Disamping itu, DPRD Kota Cilegon sebagai Lembaga Legislatif yang salah satu fungsinya adalah Pengawasan Pembangunan Cilegon, harus segera melakukan  evaluasi terhadap  adanya praktik pembangunan yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah maupun Undang Undang yang berlaku.

Selanjutnya,  Direktorat Jendral Penegakan Hukum  Kementrian Lingkungan Hudup dan Kehutanan, atau Kementrian Kelautan dan Perikanan  serta para Aparat Penegak Hukum mungkin akan lebih memahami tentang ketentuan hukum Reklamasi Pesisir yang tanpa ijin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun