Masyarakat berteriak soal  kondisi  Jalan Lingkar Selatan (JLS)  yang kerusakannya sudah pada titik nadir. JLS ini merupakan hasil karya pimpinan terdahulu, tujuannya bukan hanya untuk mengurai kemacetan di pusat kota, tapi untuk mendukung peningkatan ekonomi  dan taraf hidup masyarakat di sebelah selatan yang secara ekonomi masih agak terisolir, mempermudah akses transportasi Industri dan mempermudah jalur pariwisata.
Alih alih menjawab keluh kesah  masyarakat soal kondisi JLS, Walikota Cilegon bukannya  memberikan harapan  perbaikan, malah membuat pernyataan kemungkinan  JLS akan diserahkan ke Pemerintah Pusat dengan alasan  keberatan soal besarnya biaya pemeliharaan.
Pernyataan ini tentu saja  menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Wakil Ketua DPRD Cilegon Hasbi Sidik berteriak  menentang  rencana itu lantaran JLS merupakan asset Pemerintah Kota Cilegon yang telah menelan anggaran APBD yang  tidak sedikit  sejak pertama kali dibangun.
Alasan apapun yang dikemukakan Walikota Cilegon terkait  JLS ini, menurut saya  hanyalah kamuflase, inti yang sebenarnya adalah Pemkot Cilegon yang dalam hal ini dipimpin oleh Walikota, enggan dan tidak mau memperbaiki JLS, bahkan memang tidak bisa diperbaiki di tahun 2022 lantaran --sengaja -- tidak dianggarkan dalam APBD 2022. Jikapun masyarakat mendesak, pertanyaannya mau pakai anggaran apa?. Inilah yang saya maksud adanya sikap phobia itu.
Yang paling parah dari sikap phobia ini adalah tidak dilanjutkannya  pembangunan Jalan Lingkar Utara (JLU) yang sebagian sudah sampai tahap pembangunan  badan Jalan/Pengerasan. Hal ini bisa dikatakan sebagai sikap pembangkangan pimpinan daerah terhadap Peraturan Perundang-Undangan  karena Pembangunan JLU  masuk dalam RPJP-RPJMD  dan sudah di Perdakan.
Lantas bagaimana dengan teriakan masyarakat yang mengkritisi rusaknya infrastruktur jalan  selain JLS. Data menunjukkan bahwa  hingga September  2022, penyerapan anggaran APBD 2022  masih sangat rendah, kurang dari 50 %, itupun lebih banyak penyerapan belanja modal, sedangkan untuk pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat  masih nol %, artinya belum satupun program infrastruktur dilaksanakan,  jadi wajar masyarakat berteriak.
Sungguh tidak bisa dimengerti,  terkait kerusakan jalan yang diteriakkan masyarakat sebetulnya sebagian sudah ada yang dianggarkan dalam APBD 2022, namun pelaksanaannya lamban dengan alasan gagal lelang atau alasan lain, tapi ada juga  yang belum dianggarkan,  lantaran dibombardir oleh protes masyarakat ahirnya ada sebagian yang dianggarkan melalui APBD-P 2022.
Saya tidak menafikkan bahwa  saat ini,  sudah ada beberapa proyek infrastruktur  yang dilaksanakan oleh pihak OPD meskipun dilaksanaan menjelang ahir tahun anggaran sehingga terkesan lamban. Ada yang dilaksanakan dengan cara penunjukan langsung, lelang normal, lelang ulang atau  lelang cepat lantaran adanya gagal lelang.
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan di penghujung  tahun anggaran, menimbulkan spekulasi  dikalangan masyarakat bahwa; Pertama, Pemkot Cilegon melaksanakan pembangunan infrastruktur jika  di bombardir terlebih dahulu oleh masyarakat termasuk adanya desakan dari anggota DPRD  baik secara kelembagaan maupun secara personal. Kedua,  Ada sesuatu yang kurang baik dalam proses pelaksanaan proyek infrastruktur seperti adanya tarik menarik  diantara mereka yang berkepentingan.