Mengapa demikian, karena Pemerintah  adalah sebuah sistem  organisasi yang di sebut Pemerintahan Daerah, oleh karena itu, Walikota sebagai kepala daerah  bertanggungjawab penuh terhadap kinerja pemerintahan yang didalamnya terdapat OPD sebagai institusi yang membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaaraan Pemerintahan Daerah . Kalaupun mau menyalahkan OPD, bukan pada saat LKPJ, tetapi saat evaluasi di internal eksekutif.
Tapi kalaupun OPD yang disalahkan, OPD bisa apa, mau membantah?, mau berontak?, atau mau mengelak?, tak ada rumusnya dalam birokrasi.  Seperti dikatakan pakde Max Weber , begitulah etika birokrasi dalam organisasi pemerintahan, ada yang namanya patron klien, ada subordinasi antara keduanya, atasan adalah tuan bagi bawahan, sementara bawahan  adalah hamba bagi tuan diraja.
Jika kita perhatikan program pembangunan sebagaimana tertuang dalam APBD 2022, nampak sekali konsep pembangunan infrastruktur kurang diperhatikan, utamanya terhadap proyeksi program pembangunan  infrastruktur yang berkaitan dengan kepemimpinan sebelumnya.
Bukti yang tak terbantahkan -misalnya-, APBD 2022, tidak ada anggaran untuk pemeliharaan JLS, makanya ketika JLS Â perlu perbaikan, pemerintah kelimpungan lantaran tidak ada anggaran untuk pemeliharaan, padahal yang namanya pemeliharaan sifatnya kondisional dalam arti terbatas pada kondisi dan posisi kerusakan jalan (bukan membangun).Â
Ujung ujungnya perbaikan JLS hanya ditimbun dengan material slag, itupun kemungkinan sumbangan dari pihak ketiga. Tidak ada juga anggaran untuk pekerjaan fisik Jalan Lingkar Selatan yang merupakan program pembangunan sebagaimana di muat dalam dokumen resmi RPJP.
Harus diakui bahwa  dalam APBD 2022, ada kesan programnya lebih menekankan pada soal  pembangunan yang sifatnya non fisik, bagi bagi dana APBD sesuai janji kampanye seperti bantuan modal UMKM, Hibah dan lain sebagainya. Namun hal ini bisa dimaklumi lantaran 10 Janji kampanye yang jadi program unggulan lebih banyak menekankan pada program non fisik.
Program non fisik yang merupakan  jannji kampanye, ternyata  juga banyak dikeluhkan masyarakat. Program KCS tidak berjalan sesuai dengan ekseptasi masyarakat. Misalkan dulu janji akan memberikan modal usaha Rp. 25 jt, nyatanya hanya berupa pinjaman. Dulu janji penyerapan 25.000 tenaga kerja, nyatanya hanya berupa pelatihan dan pemagangan.
Apa yang saya ungkap diatas, merupakan fakta sesuai dengan regulasi yang dibuat oleh Pemkot sendiri sebagaimana di atur dalam Perwal No 11 Tahun 2021 Tentang Program KCS. Dalam Perwal tersebut diatur menganai Bantuan Modal UMKM, Penyerapan Tenaga Kerja.
Bantuan Modal Usaha sebagaimana disebut dalam Perwal,  merupakan implementasi janji Heldi-Sanuji tentang pemberian modal usaha kepada UMKM. Saat itu Heldi mengatakan "Jika terpilih menjadi walikota dan wakil walikota Cilegon   akan  kami berikan  modal usaha untuk umkm".  Janji itu kemudian di kampanyekan bahwa modal usaha bertahap hingga 25 juta.