Selasa 29/3/22 lalu, BCO Media Cilegon mengadakan FGD dalam rangka memperingati satu dekade berdirinya media on line pertama di Cilegon tersebut. Thema diskusi "Investasi di Cilegon, Berkah atau Musibah". Ada 5 orang pemantik dalam diskusi tersebut, yakni Dede Rohana Putra (anggota DPRD Banten), Nurrotul Uyun (Wakil Ketua DPRD Cilegon), Dr fauzi Sanusi (Akademisi UNTIRTA), Agus Nizar Vidiansyah (PT.Kraatau Steel dan perwakilan HIPPI. FGD di pandu oleh Nur Holis  dengan pengantarnya bahwa investasi di Cilegon-Banten, tahun ini saja mencapai 200 trilyun lebih, sementara angka kemiskinan dan pengangguran di Kota Cilegon cukup tinggi.
Dari sekian pembicara yang menarik untuk disimak adalah pembicaraan Dr Fauzi Sanusi. Ia mengatakan bahwa dalam pembangunan terjadi anomali. Pembangunan di Cilegon ini bukan membangun Cilegon, tapi membangun di Cilegon. Bedanya sangat substantif, membangun Cilegon semua ikut merasakan, tetapi membangun di Cilegon, Industri rame rame membangun pabrik di Cilegon tapi tidak dirasakan masyarakat sekitar, kalaupun ada hanya sedikit.
Dalam diskusi ini, saya sebagai salah satu panelis,  hanya merangkum dan menanggapi pembicaraan para pemantik. Saya lantas menggambarkan investasi ini dengan  kondisi ketika  di Pelabuhan Penyebrangan  Merak  saat terjadi lonjakan penumpang atau gangguan cuaca sehingga kapal penyebrangan banyak kendala, efeknya terjadi kemacetan kendaraan dari Merak hingga ke Grogol.
Situasi seperti itu "Berkah atau musibah". Ini jelas musibah bagi orang yang bawa mobil pribadi, musibah juga untuk mobil angkot. Tapi coba lihat tukang ojeg, berkah bagi dia (menjadi senang bukan kepalang). Dalam konteks sosiologis, kondisi tersebut fungsional bagi tukang ojeg, disfungsional bagi sopir angkot, sopir bus umum, atau orang yang  membawa mobil pribadi
Begitulah harusnya melihat investasi. Harus di jelaskan dulu, Berkah untuk siapa, Musibah untuk siapa. Harus dilihat dari berbagai sisi. Sisi lingkungan misalnya, jelas ini musibah, berapa kampung di Cilegon yang selalu kebanjiran jika hujan lebat, Kampung Tegalwangi kemarinnya hujan abu pasir, semua dampak investasi. Demikian pula sektor tenaga kerja, lebih banyak musibahnya, berapa prosen penduduk Cilegon yang terserap di Industri, terbukti pengangguran dan kemiskinan masih melilit Cilegon.
Bagi Pemerintah daerah, apakah adanya investasi di Cilegon merupakan berkah. Saya menyatakan hanya sedikit saja berkahnya jika dilihat dari sektor pendapatan daerah. Contohnya, Dana transfer yang masuk dari bagi hasil pajak terutama PPh, hanya sedikit. Masalahnya PT Krakatau Steel kampium pertama Industri di Cilegon termasuk semua Industri di Cilegon Alamat dan NPWPnya ada di Jakarta. Otomatis dana bagi hasil pajak PPh bukan untuk Cilegon, tapi ke Jakarta. Andai saja semua Industri yang ada di Cilegon NPWP nya Cilegon, berapa trilyun PPhnya, bagi hasilnya juga akan banyak masuk Cilegon, sekarang ini bagi hasil pajak PPh masuknya lebih besar ke Jakarta. Maka betul apa kata  doktor Fauzi Sanusi  bahwa Investasi di Cilegon, Industri di Cilegon  bukan membangun Cilegon, tapi hanya Membangun di Cilegon, lantaran tidak banyak dirasakan masyarakat sekitar, .
Menurut saya Investasi di Cilegon adalah berkah bagi yang menikmati, tapi musibah bagi lingkungan dan masyarakat sekitar termasuk sektor tenaga kerja dan kesempatan usaha pengusaha lokal.
Di luar pembicaraan dalam diskusi, saya berpendapat musibah terkait dengan investasi ini, bukan hanya terjadi di Cilegon, tetapi bisa saja terjadi di seluruh Indonesia. Seorang kawan dengan nama pena Pebrianov, setelah membaca  status saya di face book terkait dengan investasi ini berkomentar  begini "Ini mirip dengan invesasi Kelapa sawit di Kalimantan, Ratusan ribu hektar lahan tanah di Kalimantan jadi lahan Sawit, tapi pemilik (Perusahaannya berkantor dan ber-NPWP ) di Jakarta. Para petingginya yang bergaji besar kebanyakan orang non Kalimantan, jadi perputaran uangnya lebih banyak diluar Kalimantan, lingkungan rusak jadi milik Kalimantan".
Demikian pula dari aspek kesempatan usaha, baik bidang kontraktor sipil maupun transportasi, kebanyakan bukan dari pengusaha lokal. Belum lagi adanya warung dalam toko, berapa banyak anak perusahaan, cucu perusahaan yang sengaja di buat Perusahaan Induk untuk memonopoli usaha di lingkungan perusahaannya. PT. Krakatau Posco saja punya anak perusahaan puluhan, termasuk perusahaan asing (korea) yang ikut ndompleng. PT. Krakatau Steel, punya anak cucu Perusahaan yang tidak sedikit, Â termasuk perusahaan anak anak yang berhubungan dengan Perusahaan. Ini musibah bagi pengusaha lokal.
Namun demikian, ada juga sisi berkahnya jika dilihat dari aspek politik (dalam tanda petik), munculnya investasi, bisa jadi dianggap berkah bagi pimpinan daerah. Berkahnya dimana?, ia akan mendapat penghargaan (sehelai  kertas) sebagai pimpinan daerah yang berhasil mendatangkan investasi. Penghargaan itu, paling tidak bisa di jadikan sebagai alat promosi yang di jajakan dari kampung ke kampung untuk membangun opini.
Ahirnya saya harus mengatakan bahwa masalah Investasi ini tidak ubahnya kita mengurus tetek bengek, teteknya kesana bengeknya ke sini, Berkahnya untuk mereka, sementara musibahnya bagi rata untuk warga sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H