Pertanyaannya kemudian, dimana Sultan Haji yang asli itu dibunuh, jika benar, tentu ada jejak sejarah tentang itu. Â Ini berkaitan dengan sumber data, dari mana penulis mengambil data bahwa Sultan Haji yang melawan Sultan Ageng Tirtayasa itu adalah Sultan Haji palsu.
Bab II (Part two) judulnya Cahaya dari Makkah, Bab ini membahas mengenai biografi perjalanan Syeikh Nawaawi sejak kecil hingga menjadi Ulama besar, sejak dari Tanara hingga tinggal di Mekah. Sedangkan Bab III (Part Thre) membicarakan masalah Kontribusi Syeikh Nawawi.
Dalam beberapa hal, saya meyakini kebenaran tentang isi yang dibahas dalam dua Bab ini karena banyak literatur yang juga isinya tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh penulis ini.
Yang tidak saya ragukan tentang Syeikh Nawawi Al-Bantani --orang Banten menyebutnya Ki Nawawi -- dalam buku ini misalanya asal muasal kampungnya, siapa orang tuanya, siapa gurunya waktu belajar sebelum ke Mekkah, siapa gurunya waktu ada di Mekah dan siapa murid muridnya termasuk hasil karyanya.
Namun dalam banyak hal, ada juga yang saya ragukan tentang validitas sumber penulisan. Hal ini saya dapati lantaran dalam penulisannya banyak menggunakan teknik dialog langsung seolah betul betul sedang terjadi komunikasi dua arah atau suatu obrolan.
Intinya, menurut pengamatan saya, nampaknya penulis buku ini mengambil sumber data tidak semata berdasarkan sumber kepustakaan, tetapi di barengi juga  dengan sumber yang berasal  dari cerita cerita yang berkembang dalam masyarakat.
Maka dari itu, sulit bagi saya untuk mengatakan jika buku ini adalah karya Ilmiah. Namun apapun itu, kehadiran buku ini bisa untuk menambah wawasan kita untuk mengetahui khazanah Ulama besar nusantara yang sama sama kita banggakan.
Banten, 15/7/2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H