Pengantar : Â
Dalam rangka menghormati dan mengenang para pejuang rakyat Cilegon dalam melawan Penjajah Belanda, dimotori oleh para Kyai (Ulama) yang terjadi di Cilegon pada tanggal 9 Juli 1888, saya sajikan tulisan bersambung  yang disarikan dari buku karya Prof. Sartono Kartodirdjo "Pemberontakan Petani Banten 1888".
----------------
Untuk kronologi dan bagaimana terjadinya penyerangan terhadap para pejabat kolonial di Cilegon, secara umum, tidak saya utarakan disini, yang pasti  saat itu Cilegon  menjadi ajang pembantaian para pejabat yang dianggap sudah menyengsarakan rakyat.
Darah bercucuran, mayat bergelimpangan. Para pejabat ada yang dibunuh di tempat, ada yang melarikin diri  kemudian tertangkap lantas di bunuh dan banyak juga yang hanya terluka akibat serangan para pejuang yang meneriakkan perang sabil.
Intinya, hari itu Cilegon menjadi ajang pertumpahan darah hususnya dari para pejabat kolonial yang di ada di Cilegon.
Penyerangan bukan hanya di pusat pemerintahan saja  --Cilegon -- tapi terjadi di beberapa wilayah seperti  Bojonegara, Grogol, Mancak, Bagendung, dan Krapyak. Sasarannya adalah asisten wedana, Asisten Wedana Grogol dan Mancak terbunuh, sementara asisten wedana Bojonegara, Bagendung dan Krapyak berhasil melarikan diri.
Perlu di catatat disini bahwa  pimpinan pemberontakan, selain Ki Wasid, H.Tubagus Ismail dan H. Iskak , ada pula kyai kyai yang secara husus diberi tugas oleh Ki Wasid sebagai pimpinan kelompok untuk memimpin penyerbuan dan memburu para pejabat yang melarikan diri seperti Lurah Jasim, H. Mahmud (Terate Udik),  H. Abdulgani (Beji) H. Usman (Arjawinangun), H. Usman (Tunggak), Lurah Kasar, H. Masna, H.Kamad (Pecek) Sarip (Kubang Kepuh), H. Hamim (Temuputih).
Ada juga yang ditugaskan untuk mempertahankan Cilegon saat  pasukan menuju serang untuk menyerbu Pusat Pemerintahan Banten, diantaranya Agus Suradikaria, H. Kasiman, H. Madani, H. Koja (Jombang Wetan), H. Akhiya termasuk H. Mahmud (Terate Udik).
Menurut Laporan Direktur Departemen Dalam Negeri Hindia Belanda seperti dikutip Sartono Kartodirjo, ada 17 orang yang dibunuh saat penyerbuan pusat pemerintahan di Cilegon yakni, J H H Gubbels (Asisten Residen), Anna Elizabeth Gubbels (istri Gubbels), Dora Gubbels, Elly Gubbels (anak Gubbels), Henry F Dumas (Juru Tulis Asisten Residen), U Bachet (Kepala Penjualan Garam), J Grondhout (Kepala Pemboran), Cicile Wijermans (istri Grondhout), Raden Cakradiningrat (Wedana Cilegon), Mas Sastradiwiria (Jaksa), Raden Purwadiningrat, Mas Kramadimeja, Sadiman, Jasim, Jamil, Mas Jaya Atmaja, Mas Asidin.
Sedangkan Raden Pena, patih yang paling dibenci rakyat lolos dari penyerbuan karena tidak ada di Cilegon.
Keberadaan Anna Elisabeth di Seneja ini tentu saja ibarat masuk kendang macan lantaran di Seneja masih banyak pejuang berkumpul. Mulanya ia minta tolong kepada seorang perempuan untuk dicarikan andong, maksudnya untuk melarikan diri kearah  Serang.Â
Anna Elisabeth tidak sadar siapa yang dihadapannya, ternyata perempuan ini adalah Nyai Kamsidah, istri H. Ishak. Nyai Kamsidah bukannya menolong mencarikan andong, malah menyerang istri asisten Residen ini.Â
Terjadilah perkelahian antara Nyai Kamsidah dan Elisabeth. Nyai Kamsidah kemudian mendapat bantuan dari pejuang yang ada disitu, dua orang pejuang yang membantu Nyai Kamsidah lantas menyemprotkan sejenis cairan ke mata Anna Elisabeth. Elisabeth terbunuh, mayatnya kemudian di temukan disekitar jalan menuju Serang.
Keberangkatan para pejuang menuju Serang terdiri beberapa gelombang, Ini atas perintah Ki Wasid. Pasukan dibawah pimpinan Ki Wasid dan H,Tubagus Ismail berangkat terahir sore hari menjelang malam  setelah ada kepastian asisten Residen Gubbels berhasil dibunuh.
Sementara pasukan yang berangkat awal, masih menunggu kedatangan pasukan  Ki wasid dan H. .Tubagus Ismail di sekitaran Serdang-Krapyak. Setelah pasukan Ki Wasid bergabung,dengan penuh keyakinan, lantas bergerak menuju Serang.
Berbarengan dengan itu, tanpa disadari oleh Ki Wasid dan pasukannya, Bupati Serang didampingi dengan pasukan tantara kolonial pimpinan Letnan Van der Star,justru bergerak menuju Cilegon setelah ada laporan Cilegon di duduki para pejuang dan para pejabatnya mati terbunuh.
Bersambung ...
Catatatan :
Bagian 1,  Lihat disini Â
Bagian 2, Lihat disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H