Pertama sekali saya harus mengucapkan terimakasih kepada Kompasianer Effendi Harahap –Selanjutnya EHA- atas responnya menanggapi tulisan saya di Kompasiana dengan judul “Seandainya Ahok Bicara Begini, Pasti Aman”, Lihat di sini. Adapun tanggapan EHA berjudul “ Ahok dan Para Penuduhnya Dalam Pandangan Nabi Muhammad SAW (awalnya bukan SAW, tapi asws,) , Lihat di sini.
Berkali kali saya membaca EHA agar bisa memahami kemana alur pikiran EHA mengalir dalam menanggapi tulisan saya itu. Awalnya saya tidak akan membalas dengan tulisan, sebab setelah saya baca, nampaknya EHA tidak memahami substansi tulisan saya, tapi demi untuk meluruskan, sambal terkantuk kantuk, ahirnya saya bikin tulisan ini.
Perlu dipahami oleh EHA bahwa tulisan saya itu, murni pendapat pribadi saya terkait dengan ucapan Ahok yang ahirnya membawa dia ke Pesakitan dan di dakwa sebagai Penista Agama. Saya tidak mewakili MUI, tidak mewakili FPI, intinya tidak mewakili sipapun dan saya juga tidak menuduh Ahok.
Saya hanya bicara fakta bahwa yang menjadi dasar dakwaan jaksa adalah kata kata sebagaimana yang telah diucapkan Ahok di Pulau Seribu, dan itu sudah terang benderang dibacakan oleh jaksa. Kata kata itulah yang kemudian menjadi dasar ummat Islam tersinggung –kecuali yang tidak tersinggung, salah satunya tentu EHA – perasaan keagamaannya hingga melaporkannya ke pihak kepolisian karena di Indonesia memang ada aturannya.
EHA saya anggap terlalu men-generalisir permasalahan, jika tulisan EHA ini dimaksudkan untuk menanggapi tulisan saya, seharusnya bisa mengkapling bahwa tulisan saya tidak membahas masalah lain kecuali masalah ucapan Ahok itu dalam konteks hukum yang dalam hal ini adalah ketentuan KUHP.
Tulisan saya itu murni pandangan pribadi saya terhadap ucapan Ahok kaitannya dengan hukum yang berlaku di Indonesia, saya tidak pernah menyebutkan Ahok itu kafir, saya juga tidak pernah menyebut nyebut soal Etnis karena saya menyadari akan arti Pancasila yang mengajarkan tentang keberagaman etnis dan agama di Jndonesia, malah EHA sendiri yang menyebut Ahok itu kafir Cina.
Inti dari tulisan saya adalah perkataan Ahok ini "Bapak-Ibu enggak bisa pilih saya karena dibohongin pakai Surat Al-Maidah 51macem-macem itu. Itu hak Bapak-Ibu, ya. Jadi, kalau Bapak-Ibu perasaan enggak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka,dibodohin gitu, ya, enggak apa-apa. Karena ini, kan, hak pribadi Bapak-Ibu. Program ini jalan saja. Jadi Bapak-Ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam nuraninya enggak bisa pilih Ahok,"
Perlu difahami bahwa permasalahan Ahok ini, siapapun boleh punya pandangan karena itu adalah hak seseorang, setiap orang bisa saja pandangannya berbeda, apalagi orang yang dibelakang Ahok, pasti akan membela mati matian atau setengah mati jika ada orang yang dianggap tidak mendukungnya.
Nah dalam konteks ini, saya memposisikan diri sebagai orang yang tidak mendukung atau mendukung Ahok dalam konteks apapun. Pandangan saya murni terhadap pribadi Ahok dalam kaitannya dengan kasus yang terjadi saat ini yakni tentang perkataannya yang kemudian menjadi dasar Ahok didakwa sebagai Penista Agama berdasarkan KUHP.
Perlu juga dimengerti bahwa yang menjadikan Ahok tersangka itu bukan saya atau siapapun, tetapi pihak kepolisian berdasarkan laporan dari elemen masyarakat, setelah polisi memeriksa laporan dan bukti bukti yang ada, barulah polisi menyimpulkan ada unsur tindak pidananya ngga. Nah kebetulan oleh polisi ditemukan bukti bukti permulaan sehingga kemudian Ahok ditetapkan sebagai tersangka, kini posisi Ahok sudah terdakwa karena sudah masuk Pengadilan (mungkin ini yang dimaksudkan EHA sebagai penuduh sebagaimana judul tulisannya). Jadi saya balik tanya ke EHA, Siapa sebetulnya penuduh Ahok?. Jawabannya jelas, bahwa yang menuduh itu adalah pihak yang berwenang, polisi menjadikan Ahok tersangka, Jaksa yang mendakwa, lantas hakim nanti yang memutus.
Adapun aksi yang dilakukan ummat Islam, maupun yang bersimpati terhadap itu, merupakan bentuk solidaritas ummat yang merasa ada sesuatu yang tidak beres atau ada penanganan yang lamban dari pihak yang berwenang. Perlu juga diketahui, dalam sejarah peradilan terhadap kasus penistaan Agama di Indonesia, selalu disertai dengan protes massa, bagi saya ini adalah sesutu yang wajar karena hal ini menyangkut masalah keyakinan yang harus dihormati oleh siapapun termasuk Ahok, kalaupun kemudian ada yang mendompleng untuk kepentingan yang lain, itu sudah hukum alam karena ada di area kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi inti permasalahannya tetap pada perkataan Ahok.
Atas dasar itulah saya kemudian mengatakan jika seandainya Ahok bicara begini “ Bapak-Ibu enggak bisa pilih saya karena pakaiSurat Al-Maidah 51, Itu hak Bapak-Ibu, ya. Jadi, kalau Bapak-Ibu perasaan enggak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, ya, enggak apa-apa. Karena ini, kan, hak pribadi Bapak-Ibu. Program ini jalan saja. Jadi Bapak-Ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam nuraninya enggak bisa pilih Ahok,".
Kemungkinan dampak dari pengandaian itu sudah saya tulis dengan gamblang, kalau belum gamblang, ini saya ulangi lagi isi tulisannya yakni; Saya yakin seyakin yakinnya, jika saja Ahok bicara seperti itu, Ahok akan banyak mendapat simpati dan Ahok pasti aman dari hujatan ummat Islam yang ber-implikasi terhadap adanya dugaan penistaan agama, sebab dengan bahasa seperti itu, berarti Ahok sangat memahami keberadaan ummat Islam yang mempunyai pedoman dalam hal memilih seorang pemimpin berdasarkan kitab suci Alqur'an. Selain itu Ahok akan dipandang sebagai pemimpin yang punya toleransi terhadap ajaran Agama dan kehidupan beragama atau dalam bahasa Pemuda Muhammadiyah Ahok memahami dan menghormati keberagaman, atau dalam bahasa politik kenegaraan Ahok sangat memahami Bhinneka Tunggal Ika.
Jika saja EHA mencermati tulisan saya dengan baik, seharus bisa dimengerti maksudnya bahwa Ahok tidak akan mengalami kejadian yang seperti ini jika Ahok mengatakan seperti yang saya sebut diatas. Percayalah.
Jadi saya sama sekali tidak menafsirkan Surat Almaidah 51, karena saya bukan ahli tafsir, hawatir saya malah salah tafsir. Soal apakah nanti Ahok terbukti atau tidak melakukan tindak pidana penistaan Agama, biarlah nanti Pengadilan yang memutuskan, jika kemudian ada orang yang meraba raba soal kemungkinan yang akan diputus hakim, ya boleh boleh saja, namanya juga sekedar meraba. Kalau saya pribadi, kemungkinannya dakwaan jaksa akan terbukti di Pengadilan.
Adapun pandangan EHA terhadap Ulama Ulama, terhadap FPI, terhadap MUI seperti yang ditulis EHA. Saya tidak mau berdebat soal ini karena saya bukan perwakilan MUI dan bukan FPI, satupun saya tidak kenal dengan elite elit seperti Habib Riziq atau yang lain, mau pandangannya seperti apa silahkan saja karena itu hak EHA pula.
Sekali lagi, Inti tulisan saya adalah perkataan Ahok yang membuat dirinya jadi pesakitan, sama seperti tulisan saya yang lalu, saya ikut prihatin, , seng sabar mawon nggih Pak Ahok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H