Gelaran PON XIX di Jawa barat usai sudah, 34 koningen yang mewakili seluruh propinsi se Indonesia telah kembali ke daerah masing masing. Berbagai kesan telah ditinggalkan di tanah Legenda. perasaan kecewa, was-was, dan kebahagian menyelimuti seluruh atelit dan official yang terlibat dalam hingar bingar pelaksanaan PON yang pelaksanaannya  tersebar di 15 Kabupaten/Kota se Jawa Barat ini.
Diantara sekian ribu atelit yang larut  dan membawa pulang perasaan ‘’bahagia dan bangga’’ adalah Ratiah. Ya…Ratiah, menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga Banten, Propinsi yang lahir pada 4 Oktober tahun 2000 lalu, atau dengan kata lain, 4 Oktober 2016 ini, Banten akan berulang tahun untuk batas usia remaja yakni enam belas tahun.
Ratiah berhasil membuktikan kepada Indonesia, bahwa ia adalah ‘’Jawara’’ dari Banten yang mampu melibas lawan lawannya di tengah laut Balongan Indramayu.. Medali emas berhasil ia genggam setelah dinyatakan sebagai Juara dalam  dalam Cabang Layar di arena PON XIX Jabar tahun ini untuk kelas RS one puteri.
 Pak Hendra inilah yang selalu mendampingi saya sebagai Tim Monitoring KONI Banten yang ditugaskan untuk memonitor  Cabang Layar dan Badminton selama pelaksanaan PON.
Perjuangan Ratiah sebelum berangkat ke PON, ia tunjukkan dengan keseriusannya dalam latihan phisik maupun teknik, bahkan seperti dituturkan Pak Hendra, Anaknya yang baru berusia 2 tahun selalu ia bawa saat latihan.
‘’Pernah juga anaknya nangis ngga mau ditinggal latihan, ahirnya Ratiah latihan sambil menggendong anak’’, demikian kata Pak Hendra.
Adapun bagaimana perjuangan sesungguhnya di arena PON ini, saya dan Pak Hendrapun langsung menyaksikan dan selalu memberikan motivasi kepada Ratiah dan semua atelit Layar Banten, baik sebelum turun maupun setelah menyelesaikan race pertandingan yang berlangsung selama empat hari.
Menurut Ratiah, pendorong utama dari semangat untuk meraih perestasi adalah anak semata wayang yang masih kecil, umur 2 tahun. Makanya dengan segala resiko, ia rela meninggalkan anak di rumah bersama suaminya.Â
'' Kalau kebetulan lagi kangen, saya selalu bilang pada anak melalui telpon ayahnya, Â mama lagi cari uang''. Â kata Ratiah disela sela obrolan sambil menunggu pertandingan dimulai.Â
Pertandingan dalam Cabang layar, berbeda dengan Cabor lain karena tidak ada babak penyisihan. Dalam hal ini, untuk menghitung rangking, semua atelit harus menyelesaikan 12 race dimana setiap race akan muncul siapa yang finish  pertama dan seterusnya untuk kemudian diakumulasi berdasarkan jumlah race lantas  akan muncul point bagi atelit. Untuk PON XIX ini, pertandingan dilaksanakan selama 4 hari, Hari pertama dan kedua masing masing 4 race,  hari ketiga dan keempat masing masing 2 race. Disinilah seorang atelit akan diuji dengan sebenarnya, karena pertandingan layar ini adalah pertandingan yang penuh resiko, bukan hanya mengandalkan teknik dan phisik semata, tetapi tergantung juga dengan alam.
Persoalan ketergantungan antara teknik, pihisik dan alam, ternyata telah menimpa juga pada Ratiah. Perjalanan Ratiah untuk menggapai emas, sungguh amat menegangkan karena baik posisi maupun point yang diperoleh saling susul menyusul dengan atelit DKI.
Dihari pertama ia mengalami kendala teknis dan alam. Saat akan dimulai pertandingan, kecepatan angin hanya 10 knot, Ratiahpun nyetel layar untuk kecepatan angin rendah, tetapi saat pertandingan berlangsung, tiba tiba hujan lebat, badai juga datang dan angin tiba tiba berubah menjadi 25 knot, Ratiah dengan susah payah mengimbangi atelit daerah lain, tetapi nasib belum berpihak pada Ratiah, Â hingga ia hanya bertengger di posisi ketiga dibawah DKI setelah menyelesaikan 4 race.
Memasuki hari kedua untuk menyelesaikan race ke5-8, kondisi angin normal, pertandingan berlangsung seru, pada race awal, Ratiah mampu melesat dan finish pertama, race yang keduapun Ratiah tidak tertandingi masuk paling duluan di garis finish, race ketiga, Ratiah ternyata hanya mampu finish pada urutan ketiga. Namun dari total 8 race yang sudah diselesaikan, Ratiah mampu naik peringkat yakni pada posisi pertama menggeser posisi atelit DKI, hanya saja pointnya sama dengan DKI.